HE ISN'T MYBROTHER

Jeno dan Keinginan Gilanya



Jeno dan Keinginan Gilanya

0"Apa Rachel sudah mengatakan semuanya?"     

"Tidak perlu dia mengatakan. Aku sudah tahu semua," balas Delon dengan berdiri tepat di samping tubuh yang masih tegap meski usianya sudah setengah abad lebih.     

Jeno terdiam dengan tatapan yang mengarah pada beberapa pohon tinggi dengan dauum yang melambai-lamai seiring dengan cubitan angin membawanya.     

"Aku hanya datang untuk menengok kabar kalian. Aku dan Rachel bersyukur jika Papa dan Mama baik-baik saja," tambah Delon yang langsung membuat tubuh Jeno berbalik ke arahnya Delon dengan tatapan yang masih menyiratkan rasa benci yang teramat dalam di sana, Delon bisa melihatnya.     

"Apapun yang Papa inginkan dari kami, kami akan lakukan. Tapi, tidak untuk hal itu. Apa Papa tahu, hal itu membuat hati putri Papa sakit? Lihat sikapnya sekarang. Itu bukan karena aku ... Rachel berubah karena Papa sendiri. Cobalah memahami keadaan ..."     

"Kekayaan tidak bisa menjamin kebahagian Rachel. Sebanyak apapun lelaki kaya yang akan Papa kenalkan kepada putri Papa, ia akan tetap berlari padaku ..."     

"Kerena apa? Dia mencintai, aku mencintainya. Bahkan di dalam perutnya sekarang sudah ada cucumu ... apa Papa masih tega membuat Rachel merasa ketakutan melihat Papa seperti itu?"     

Jeno masih menatap tajam ke arah Delon. Lidahnya begitu kelu mendengar kalimat yang keluar dari anak angkat tidak tahu diri di depannya. Hati Jeno sakit. Putrinya memang melihat dirinya dengan ketakutan. Ini bukan kemauan Jeno.     

"Aku meminta untuk diambilkan buah mangga untuk anakku yang berada di perut Rachel. Bukan untuk Rachel. Aku memang berbohong, tapi jika bukan begitu, apa Papa mau menerima kedatanganku? Semoga harimu menyenangkan. Kami akan sesering mungkin mengunjungimu." Delon membungkukkan tubuh ke arah Jeno yang masih terdiam tanpa mengeluarkan sepatah katapun dari bibir tuanya.     

Delon memilih kembali menemui istri dan calon anaknya di sana. Ia sudah cukup untuk membuka mata Jeno kali ini. Garis melengkung pada bibir Delon terlihat begitu jelas dengan menggeleng kepala.     

Jika kali ini sudah ada cucunya di dalam perut Rachel, apa Jeno akan terus bersikeras dengan keteguhan hatinya? pikir Delon yang yakin sebelum Antoni benar-benar ingin menyakiti Rachel. Ia akan lebih aman berlindung pada keluarganya sendiri. Dan Delon bisa menghadapi Antoni meski harus mengorbankan nyawanya.     

"Cucu ... Rachel hamil? Apa ini mimpi? Kenapa bisa seperti ini? Apa yang harus kulakukan jika sudah seperti ini?" monolog Jeno yang memijat dalam pada keningnya yang berkerut berlapis.     

Jeno benar-benar tidak menyangka ia sudah akan menjadi seorang kakek. Tapi, kenapa cucunya berasal dari anak tidak tahu diri itu? Kenapa? Padahal di luaran sana banyak lelaki yang begitu memuja putrinya, tapi kenapa harus Delon yang Rachel pilih?     

"Huhhh! Dia bukan cucukuu ... Diaa bukaan cucukuuu!" teriak Jeno kencang. Ia tidak mau mengakui janin yang sudah bertinggal sementara di dalam rahim Rachel adalah cucunya. Ia tidak akan pernah mengakui darah Dinu yang mengalir pada Delon sebagai cucunya.     

Anak itu harus tiada. Rachel harus mengiyakan permintaan Jeno apapun yang terjadi. Anak itu jangan sampai terlahir di dunia. Jeno tidak mau cucunya memiliki darah Delon.     

"Benar ... benar, Rachel harus bisa menggugurkan kandungannya. Anak itu tidak boleh terlahir dunia," lirih Jeno dengan manik hitam bergetar berjalan di tempat dengan perasaan sangat gusar.     

"Delon memang bedebaah! Beraninya menaruh benihnya pada rahim putriku!"     

Di sisi lain Delon sudah berada di sisi Martha dengan mengulas senyum tampannya melihat sang istri yang begitu lahap menikmati mangga muda. Jika mengingat perjuangan Rachel menahan ngidamnya selama seminggu, ini adalah pencapaian sang istri menahan selama itu.     

Rachel memang istri yang sangat pengertian terhadapnya. Perempuan itu tidak memaksa saat Delon benar-benar dalam keadaan sibuk seperti kemarin dan harus menggantikan dirinya dengan Regan yang menemani Rachel.     

Sekarang bisa melihat Rachel memakan buah masam itu sebanyak yang perempuan itu mau membuat Delon merasa bahagia. Meski akhirnya ia masih mendapati Jeno tidak ingin mengakui janin yang ada di dalam perut istrinya adalah bagian dari keluarga ini.     

Tapi, itu tidak masalah. Delon akan membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin, karena tidak ada yang bisa Delon percaya untuk menjaga Rachel kecuali keluarganya sendiri. Maka dari itu sebuah proses kebahagian memang tidak langsung mengahasilkan hasil yang sesuai. Harus mendapati proses yang panjang di dalamnya.     

Dan Delon menyukai proses itu.     

"Enak, Sayang, apa itu tidak terlalu membuat lidahmu mati ras?" tanya Delon dengan bergidik melihat satu piring besar telah hilang isinya. Semua sudah berpindah ke dalam perut perempuan yang kini mengulas senyum cantiknya ke arah Delon.     

"Nih, kalau kamu coba, Lon ... enak kok!" Martha memberikan satu potong buah irisan manggauda yang kini masih menguasai mood istrinya dengan terus mengulas senyum tanpa henti.     

"Biasanya dulu kalau mama ngidam pasti papa ikut ngidam. Mama dulu ngidam makan bawang putih, eee... papa malah muntah-muntah. Padahal enak.lo, bikin hangat di badan." Lanjut Martha yang tiba-tiba masukkan irisan buah mangga itu kedalam mulutnya.     

Baru saja satu gigitan, Martha sudah berteriak kencang hingga membuat Delon terseram dan Rachel malah tertawa terbahak.     

"Itu kan tidak enak, Ma," sahut Delon dengan memulai menggigit ujung irisan buah mangga itu.     

"Enak, kok. Kamu har—"     

"AAWWKHHH!"     

"Uhuk ...!"     

"Uhuk ...!"     

"Uhuk ... ada apa, sih, Ma?" tanya Delon dengan memukul-mukul lehernya sendiri merasakan potongan kecil itu langsung menghantam tenggorokannya. Apa lagi rasa buah itu, begitu masam rasanya mencekik leher lelaki itu. Padahal Delon baru makan ujung dari buah tersebut.     

"Hahaha... kenapa kalian malah mencobanya?" Rachel menunjuk ke arah Mama Martha dan Delon yang masih terbatuk dan membuang rasa masam yang begitu lengket di lidah kedua orang itu.     

"Ini hanya untuk bayiku. Mama dan Kak Delon tidak akan pernah tahan. Tapi, ini memang rasanya begitu enak kok. Mama, aku bawa semua, ya? Aku mau lanjut makan di rumah aja," sambung Rachel yang mendapat balasan dari Martha dengan kibasan tangan di udara dan juga masih terbatuk-batuk.     

"Memang ibu hamil muda itu begitu menyeramkan, Lon. Ini benar-benar masam, tapi istrimu bilang enak, benar-benar hilang akal kalau sudah seperti ini ..."     

"Mama saja rasanya sudah mau muntah makan mangga ini. Astaga, Racheel! Kamu ini doyan apa lapaar? Satu piring habis, benar-benar ya kamu?" sambung Martha yang mengangkat piring besar di depannya sudah benar-benar kosong tanpa penghuni satu pun di dalam sana.     

Rachel tersenyum dengan wajah yang sudah berubah menjadi memerah semu dengan menyabar pandangan ke arah Mama Martaha dan Delond dengan memutar jari telunjukknya di atas meja.     

"Tapi, Rachel ... masih kurang."     

"Ha, kurang?"     

"Ha, kurang?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.