HE ISN'T MYBROTHER

Pemilihan Jodoh (Jeno)



Pemilihan Jodoh (Jeno)

0"Papa ... kenapa kamu memilih berbagai foto lelaki muda? Apa kamu ingin membuka biro jodoh? Pakah perusahaan kita kembali bangkrut?" tanya Martha yang sekarang duduk di kursi depan meja kerja suaminya.     

Jeno hanya melirik sekilas ke arah pusat suara. Dan kembali memusatkan pandangan pada beberapa foto di tangan.     

"Itu tampan ... kenapa yang dua itu dipisah?" tanya Martha kembali saat melihat ada tiga foto yang sudah dipisah di samping lengan kanan Jeno.     

Jeno masih terfokus memilah-milah dengan begitu teliti. Mulutnya mulai terbuka untuk menjawabi rasa penasaran sang istri. Sebenarnya ia masih begitu kesal dengan apa yang dilakukan Martha di belakang Jeno sebulan terakhir. Ia baru mengetahui semua itu saat membaca diari sang istri yang menceritakan berbagai aktivitasnya mengunjungi Rachel dan Delon, begitupula dengan kehamilan yang sedang terjadi pada putri mereka.     

"Jangan pandang mereka. Kau selalu jika melihat yang muda mata itu selalu terlihat lebih segar," sahut lelaki paruh baya itu yang membuat Martha mengulas senyum cantiknya. Senyum yang selalu dicandukan oleh seorang Jeno, lelaki parub baya yang masih terlihat begitu gagah dan tegap di usia setengah abad lebih itu.     

"Kamu sudah tidak marah lagi, Mas?" Wanita paruh baya menyanggah dagunya seraya menatap berbinar pada sosok yang begitu tampan dipantulan mata Martha.     

Jeno hanya mengarahkan pandangan ke arah sang istri dengan wajah datar seperti biasa. Perlahan beberapa foto itu dijejer dengan begitu rapi. Dan apa yang dilakukan Jeno selalu menarik perhatian Martha. Kedua manik mata menamati satu persatu lelaki muda tampan itu.     

"Aku tentu masih marah. Lalu, kenapa kamu maih bertanya?" tanya kembali Jeno tanpa melihat sang istri.     

Dengan cepat wanita paruh baya itu mengambil salah satu foto tersebut yang sengaja ditata berurutan oleh Jeno.     

"Apa yang kamu lakukan?" Jeno membulatkan mata tuanya ke arah sang istri.     

"Katamu aku sangat menyukai daun muda? Maka dari itu aku memilih salah satu dari mereka ... seperti aja masih tanya. Aku tahu perusahaanmu pasti sedang terjun bebas 'kan? Apa pekerjaan biro jodoh seperti ini dapat membuat para pekerja rumah kita kenyang?"     

"Mungkin saja, itu pekerjaan yang tidak membuat tanganku kotor. Pasti akan membuat mereka kenyang. Mereka mampu membayar berapa pun. Tapi, aku sedang tidak melakukan hal itu," balas Jeno santai.     

Wanita paruh baya itu mengernyitkan kening mendengar apa yang dikatakan suaminya. Jika, tidak untuk menambah penghasilan dan mengganti hasil perusahaan yang menurun, lalu untuk apa suaminya mengumpulkan begitu banyak foto? Jangan ... jangan selera suaminya sudah berubah, akibat terlalu menentang pernikahan Rachel dan Delon?     

"Kamu ngga—"     

"Aku masih normal. Tadi, malam saja saat kamu menggodaku, bukankah tenagaku masih begitu berprima? Jangan berpikiran yang tidak-tidak," sahut Jeno bernada ketus.     

Jeno begitu kesal dengan apa yang sedang dipikirkan istrinya. Apa begitu terlihat wajah tampan itu berubah haluan tak lagi menikmati surga dunia? Apa karena foto ini semua Martha jadi meragukan kemampuanku di ranjang? Padahal wanita itu baru saja kelimpungan mengahdapi dirinya tadi malam dan baru berakhir jam 3 pagi tadi. Tapi, masih bisa mengeluarkan pertanyaan itu.     

"Aku hanya bertanya."     

"Tidak perlu diungkit masalah memalukan itu. Aku juga tidak sadar menggodamu," sahut sebal Martha dengan menutupi wajah tua cantiknya dengan satu foto yang ia rebut dari sang suami.     

Jeno terkekeh dalam hati melihat wajah istrinya cantiknya memerah merona. 'Suruh siapa mengungkit keperkasaanku. Jika, aku pindah haluan sejak dulu, pasti Rachel tak akan ada,' batin lelaki paruh baya itu.     

"Kenapa wajahmu memerah begitu? Sudah tahu aku sedang marah kenapa kamu malah menggodaku? Aku belum memaafkan kamu yang diam-diam pergi ke apartemen Delon. Jangan harap aku bisa melupakan itu."     

Martha memutar bola mata jengah mendengar apa yang dikatakan Jeno, membuang foto yang berada di tangannya dengan keras, hingga membuat Jeno meletakakkan beberapa foto tersebut.     

"Jangan terlalu membenci mantu kita. Ingat ada cucu yang harus dijaga," kata Martha dengan mata melotot tajam ke arah sang suami.     

"Cucu apa yang kau maksud?"     

"Aku sudah mengatakan aku tidak akan mengakui anak itu. Siapa juga menginginkan cucu dari Delon. Aku sudah mengatakan dari dulu, jangan terlibat cinta dengan saudara atau yang berhubungan dengan keluarga kita, terkecuali Jenny yang memang memiliki penyakit jantug dulu ... sebelum akhirnya kutahu gadis itu hanya membohongi kita saja."     

"Tapi, tetap saja akan membuat malu jika sepertu itu, mencinitai adiknya sendiri dan akhirnya memiliki anak. Apa kamu tidak tahu betapa malunya aku dihadapan para kolega? Delon bukan anak kemarin sore dalam dunia bisnis, namanya ada, dan itulah yang membuatku tidak suka. Karena di belakang lelaki itu ada aku," tambah Jeno dengan tatapan yang dalam ke arah istrinya. Ia ingin Martha tahu, ini juga sulit ia lakukan.     

Wanita paruh baya itu mengulurkan tangan untuk meraih tangan sang suami. Bukan satu dua tahun mereka sudah hidup bersama dan memahami karakter satu sama lain. Bahkan sebelum adanya pernikahan ini, mereka juga harus menghadapi permasalhan yang sama dengan yang dihadapi Delon, pertentangan restu oleh orang tua Martha yang begitu mementingkan kebahagian sang putri dengan memilih calon suami yang kaya raya tanpa cacat sedikit pun.     

"Jangan tutup matamu dengan kebencian seperti itu ... lihatlah perjuangan Delon seperti apa. Dia menjaga putrimu tanpa kekurangan apapun. Kita masih melihat senyum itu ada di sana dengan begitu cerah, bahkan dia rela datang kembali dengan resiko besar kau menolaknya, Pa. Itu semua karena ngidam yang dialami Rachel ..."     

"Apa seperti itu juga kurang untukmu?" sambung wanita peruba baya itu dengan mengusap lembut punggung tangan Jeno dengan jarinya.     

Lelaki paruh baya itu masih menatap dalam sang istri dan juga mendengarkan apa yang dikatakannya. Jeno masih tidak bisa menerima Delon, ini adalah buntut dari penyerangan Dinu. Maka Delon harus merasakannya, pikir Jeno.     

"Jangan membuatku pusing, Ma ...." Jeno melepas perlahan genggaman tangan Martha.     

"Aku sudah mempunyai seseorang yang bisa membuat pikiran putri kita berubah. Jangan membela Delon terus. Dia akan cepat meninggalkan Rachel juga, jika Rachel sudah menemukan lelaki yang tepat ... tanpa bayinya itu," tambah Jeno yang membuat napas Martha naik turun tak beraturan. Ia tak habis pikir dengan Jeno yang masih saja bersikekeh membuat kandungan Rachel tiada.     

Kakek dalam perwujudan sanga suami begitu buruk. Martha tak bisa membayangkan bagaimana cucunya nanti tumbuh dan mulai mengenal dunia, lalu mendapati sang kakek yang tak pernah menerima kehadirannya.     

"Jadi itu semua ...."     

"Benar. Ini semua usahaku untuk memilih siapa yang pantas untuk putri kita. Dan dia pasti tidak akan menyesali dengan pilihanku." Jeno menatap istrinya dengan yakin, tak ada kebohongan di sana.     

"Pa, aku akan menggalkan semua ini. Usahamu dan segalanya!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.