HE ISN'T MYBROTHER

Merasa Sangat Bahagia (Delon)



Merasa Sangat Bahagia (Delon)

0Delon begitu bahagia mendapati istri dan calon anaknya dalam kondisi baik-baik saja. Ia sudah seperti hampir mati saat Rachel mengeluh kesakitan. Ini benar-benar di luar perkiraannya yang tidak pernah menghadapi perempuan hamil.     

"Kak, aku harus pergi ke super market. Bahan dapur kita habis." Delon menggeleng kekeh.     

Tubuh kekar itu masih saja memeluk dengan manja. Bahkan, hanya ditinggal Rachel ke kamar mandi saja lelaki itu kekeh menolak. Dan pada akhirnya Delon ikut mengekori sang istri. Rache ingin terbahak melihat Delon yang tiba-tiba manja setelah mendengar apa yang dikatakan tentang calon buah cinta mereka.     

"Kak, nanti kita ngga makan. Kamu mau?"     

"Bisa pesan. Atau aku akan memanggil Regan ke sini. Aku tidak mau kamu pergi, Sayang," balas Delon yang sudah menenggelamkan wajahnya di perut sang istri. Berkali-kali lelaki itu menciumi perut Rachel hingga ia merasakan kegelian sendiri.     

Rachel menghela napas ringan seraya mengelus rambut hitam legam Delon. Ia terpaksa akan pergi setelah suaminya itu tidak lagi terlalu manja.     

Tiba-tiba ia mengingat kuliahnya hari ini yang harus membolos karena ulah Rere yang mengesalkan. Tapi, sedaritadi ia tidak mendapatkan kabar dari room chat antara dirinya, Sellyn, dan Monica. Sebenarnya mereka berdua ke mana? Kenapa tidak ada yang membalas pesan Rachel? Jangankan dibalas, dibaca pun tidak.     

Kebingungan dari Rachel mencuri perhatian dari Delon yang sudah mendongak menatap perempuan itu yang sedang menaik turunkan layar ponsel.     

"Kenapa kamu?" tanya Delon yang sontak membuat Rachel menurunkan pandangannya dengan tatapan sendu.     

"Sellyn dan Monica, tidak ada yang membuka room chat. Mereka berdua sebenarnya di mana?"     

Delon dengan cepat meraih ponsel Rachel, membuang sembarang ke tempat tidur. Apa yang dilakukan Delon membuat Rachel mengernyit seraya mengikuti ke arah ponselnya yang mati dan terlempar jauh di belakang punggungnya.     

"Mereka tidak apa-apa," balas Delon seolah tahu apa yang ditanyakan Rachel padanya.     

"Aku hanya cemas. Apalagi, Monica seka—" Delon menghentikan kalimat Rachel dengan menyentuh bibir merah tipis itu. Sontak membuat Rachel memandang manik hitam legam itu dengan lekat kembali.     

"Kamu yang lebih tahu Nino, Sayang. Percayalah," kata lelaki. Rachel menghela napas panjang dengan menoleh ke samping.     

"Karena aku tahu Nino, aku menjadi lebih cemas."     

Rachel takut jika Niko akan membuat Monica sedih dan kecewa untuk kesekian kalinya. Ia tahu bagaimana Monica diselingkuhi oleh mantan pacarnya terdahulu. Perempuan itu hampir gila, bunuh diri, dan tak menginginkan hidup kembali.     

Ia hanya takut jika kejadian itu terulang kembali. Karena di balik kuatnya seorang Monica, tersimpan bekas luka yang teramat dalam yang baru bisa tertutup setelah beberapa tahun perempuan itu harus menutup dirinya.     

"Jangan cemas. Semua akan baik-baik saja." Delon mengusap lembut pipi putih Rachel, mencoba menenangkan kecemasan sang istri.     

Ia sebenarnya tidak tahu di mana keberadaan Nino. Lelaki itu hanya mengatakan akan menghandle perusahaan Delon setelah semua urusannya dengan sahabat Rachel selesai. Setelah itu, Delon juga tidak tahu di mana Nino pergi.     

"Baiklah, jaman terlalu cemas. Kita belanja, ya? Aku akan ikut. Aku tidak akan mengizinkanmu, jika aku juga tidak iku ...." Belum juga kalimat Delon terselesaikan saat merasakan tatapan berbinar sang istri. Tiba-tiba ponselnya bergetar dengan nama Dinu menghiasi panggilan masuk tersebut.     

Delon mengernyitkan keningnya melihat nama yang tertera di sana. Setelah ia menolak untuk menggantikan peran Dinu sebagai CEO di perusahaan lelaki paruh baya itu. Kenapa sekarang, tiba-tiba menelpon dirinya?     

"Kenapa tidak diangkat, Kak? Papa Dinu mungkin sedang merindukanmu, bukan?" kata Rachel yang membuat lelaki tampan itu masih senantiasa tertidur dipangkuan Rachel tanpa menggerakkan tubuh sama sekali.     

"Kak ... angkat. Apa aku yang harus mengangkatnya?" Rachel kembali bersuara dan mendapatkan gelengan dari Delon.     

"Tidak perlu, Sayang. Aku akan mengangkatnya." Lelaki itu langsung menggeser icon hijau dari layar ponselnya dan mendekatkan di telinganya.     

Delon tidak bisa mengangkat panggilan itu menjauh dari Rachel. Karena itu akan membuat perempuan mencurigainya. Bisa berbahaya jika Rachel tahu Delon sedang tidak berhubungan baik dengan Dinu setelah penolakan itu.     

"Hmm. Ada apa?" tanya Delon di ujung panggilannya.     

"Apa kamu melupakan orang tua ini setelah membatalkan kepergianmu ke Amerika?" Dinu terdengar dingin. Tapi, Delon tidak peduli. Apapun yang diinginkan Dinu pasti akan berakhir pada Rian yang menginginkan bertemu dengan istrinya. Delon tidak akan pernah mengizinkan hal itu terjadi.     

"Aku bukan membatalkan, hanya menunda. Aku punya alasan sendiri menunda ini semua," balas Delon tak kalah dingin.     

"Baiklah. Aku tidak akan menayakan hal ini lagi. Mamamu ingin bertemu denganmu, dia ingin bertemu dengan menantunya," ucap Dinu kembali membuat Delon meremas buku tangannya.     

"Pulanglah. Papa akan menunggu kalian."     

"Aku tidak mengatakan, iya." Delon dengan cepat menutup panggilan itu dengan malas. Lalu, ikut membuang begitu saja ponselnya ke arah belakang punggung Rachel hingga membuat perempuan itu kembali mengernyitkan dahi bingung dengan kelakuhan suaminya.     

"Apa yang dikatakan papa Dinu, Kak? Apa dia mengatakan sesuatu yang membuatmu marah?" Pertanyaan Rachel membuat Delon semakin dalam menenggelamkan wajahnya di perut Rachel. Perempuan itu bahkan meraskan bibir tebal Delon yang membasahi perut Rachel.     

"Kak ...."     

"Ayo berangkat belanja. Kamu masih mau berbelanja?" tanya Delon yang sengaja mengalihkan perhatian sang istri. Dan benar ampuh, Rachel langsung berteriak antusias saat perempuan itu akhirnya bisa kembali berbelanja setelah sekian lama Delon melarang dirinya pergi.     

"Iyaa, ayo! Aku akan segera berganti pakaian." Rachel memindahkan kepala Delon perlahan. Ia ingin segera mengganti pakaian dengan pakaian pergi yang simpel, tapi masih memberikan pancaran aura kecantikan perempuan itu.     

Delon mengulas senyum tampannya dengan melipat kedua tangan di bawah kepala sebagai bantal saat melihat sang istri yang terdengar mengeluarkan senandung dari bibir kecilnya itu.     

"Kenapa begitu senang? Ini hanya belanja, bukan jalan-jalan ke luar negeri," ucap Delon yang membuat senandung Rachel tidak terhenti saat dengan mudahnya perempuan itu mengganti pakaian di depan Delon tanpa rasa malu.     

"Kenapa mengukur kebahagian hanya dengan jalan-jalan ke luar negeri saja?"     

"Semua perempuan suka itu. Kamu dulu juga begitu senang saat papa Jeno mengajakmu perjalanan bisnis, bukan?" tanya Delon yang membuat Rachel mengangguk dengan posisi masih membelakangi sang suami.     

"Siapa perempuan yang tidak menyukai jalan-jalan? Semua pasti menyukainya, termasuk aku. Tapi, aku tidak berpikir kebahagian berasal dari jalan-jalan, Kak. Aku senang melakukan apapun yang membuatku bisa tersenyum ..."     

"Seperti saat ini ... Aku begitu bahagia bisa berbelanja berdua denganmu. Apa ada yang bisa menggantikan kebahagiaanku ini dengan selembar tiket berlibur? Meskipun, ada. Aku juga tidak akan mau." Lanjut Rachel dengan membingkai wajah tampan Delon, mengecup gemas di bibir tebal itu.     

"Benarkah?" Delon menatap lekat manik mata sang istri dengan genit.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.