HE ISN'T MYBROTHER

Pengirim Misterius



Pengirim Misterius

0Hidup bagaikan angka delapan. Gadis seperti Sellyn tak pernah berpikir jika hidupnya akan berjalan searah di mana kakinya selalu mengikuti garis angka itu.     

Pertama pertemuan dan di ujungnya berakhir penyatuan pada lelaki yang hanya ia jadikan pahlawan. Namun, ternyata takdir berkata lain.     

"Apa kamu masih gugup, Istri Kecilku?" tanya Regan saat sendok kedua telah berada di udara. Mereka berdua sedang berada di meja makan.     

Tentu bukan berdua. Mereka sedang bersama dengan keluarga Regan. Sellyn sedikit mengangguk malu, melirik ke arah Nino dan mama mertuanya yang tak kunjung melepas garis lengkung di bibir mereka.     

"Aku bisa makan sendiri, Bang, siniin," kata Sellyn berbisik. Sedaritadi lelaki berkaca mata itu tak henti-hemtinya bersikekeh ingin menyuapi Sellyn—istri kecilnya.     

Regan menggeleng, dia semakin memajukan suapannya. Sehingga mau tidak mau Sellyn harus menerimanya secara reflek.     

Perempuan bersurai hitam lurus berponi itu mengunyah makanan yang disuapi Regan. Ia yang dulu tak pernah memiliki malu, kini ia tiba-tiba dianugerahi kembali oleh Tuhan rasa itu. Rasa yang semakin membuatnya menciut dipantulan keluarga suaminya.     

"Tidak apa-apa, Sayang. Regan memang seperti itu. Tanya saja sama Nino tentang kebiasaan putra sulungku. Dia juga sering kok disuapi, benar kan, Sayang?" sahut mami Sarah yang membuat kedua manik mata Nino mendelik dan hampir keluar.     

Itu adalah masa kelam yang seharusnya tidak lagi diungkit maminya. Bagaimana kalau para fans Nino mengetahui, jika dirinya pernah disuapi Regan? Pasti harga diri dirinya jatuh berkeping-keping tak berbentuk lagi.     

"Mami, jangan katakan itu lagi. Nino sudah lupaa!" sengit Nino yang langsung menegak minumannya.     

Mami Sarah terkekeh dengan jawaban dari putra keduanya. Ia selalu saja senang membahas hal yang menggemaskan tentang kedua putranya, karena ia memang tidak mempunyai seorang putri. Tapi, dengan hadirnya Sellyn, ia bisa merasakan bagaimana memiliki seorang putri yang begitu cantik.     

"Begitulah, Sellyn. Mami hanya memiliki mereka berdua. Segala hal manis, hingga mereka berpelukan pun mami punya videonya. Kalau kamu mau, kita nonton bersama, bagaimana?"     

"Mammi."     

"Mami ...!"     

Regan dan Nino kompak memanggil wanita paruh baya itu dengan wajah memerah. Sedangkan mami Sarah dan Sellyn tertawa terbahak saat mendengar dan melihat betapa kompaknya kedua bersaudara itu.     

"Sepertinya menyenangkan, Mi. Sellyn mau lihat Abang dan Nino yang terlihat begitu garang di luar, tapi ternyata berhati hello Kitty," sahut Sellyn tertawa ringan seraya menoleh ke arah Regan yang tiba-tiba memakan cepat makanan yang seharusnya dia suapkan untuk Sellyn.     

"Kak, lo, gila? Itu makanan kenapa Lo habisin? Katanya sayang istri?" Perkataan Nino sontak membuat Regan menggigit sendok terakhirnya yang telah masuk ke dalam mulut. Lalu, memutar pandangan pada piring yang berada di depannya. Piring putih berukuran cukup lebar itu telah bersih, tidak ada satu butir masih pun tertinggal di sana.     

'Astaaga, aku jadi salah tingkah begini?' gumam batin Regan yang merutuki semakin malu dirinya sekarang.     

Mami Sarah dan Sellyn adalah satu kesatuan wanita yang bermulut pedas. Jadi, saat keduanya sudah disatukan menjadi mertua dan menantu. Regan hanya bisa gigit jari.     

"Ngga apa-apa, Nino. Kakakmu memang sedang lapar sepertinya. Kamu ini kayak ngga pernah makan banyak aja ..." ucap mami Sarah sesantai mungkin dengan menopangkan dagunya pada kedua punggung tangannya.     

"Oh iya, Menantu. Berhubung nafsu makan suamimu itu seperti tukang panggul. Kamu tidur dengan mami saja. Sepertinya dia akan hibernasi di dalam kamar kalian. Kamu pasti akan menjadi penghias ranjang saja," sambung wanita paruh baya itu lagi dengan mengusap tangannya dengan sapu tangan.     

Nino dan Sellyn tertawa terbahak mendengar perkataan mami Sarah. Kenapa ada ibu yang bisa mengatakan seperti itu kepada anaknya? Seandainya orang tua Sellyn seperti mertuanya, pasti hidup perempuan itu tidak semengenaskan seperti ini.     

"Enak ajaa! Tidak boleh. Aku mau membuat sepuluh anak. Supaya warisan mami jatuh di tangan anak-anakku." Regan langsung merangkul bahu kecil istrinya yang masih belum berhenti terbahak.     

"Kenapa ngga buat sebelas sekalian. Biar mami jadi wasit anak kalian."     

"Eh, benar juga." Regan menatap manik mata maminya dengan berbinar, lalu menoleh ke arah Sellyn. Tapi, perempuan itu menunjukkan tiga jari.     

"Yaah, sayang banget, Sayang."     

***     

"Kak, ada kuee di depan aprtemen. Ini kiriman dari siapa, yaa?" teriak Rachel keras. Berharap suaminya mendengar.     

Rachel yang tadinya hanya ingin memeriksa siapa yang menekan bell apartemennya berkali-kali saat Delon juga masih di dalam kamar mandi. Ia begitu terkejut saat tubuhnya hampir masuk, Rachel tanpa sadar melihat sebuah kotak coklat dengan pita biru terbentuk cantik sisi kanannya tergeletak begitu saja di bibir pintu.     

Perempuan cantik itu keluar dari pintu apartemnnya, menoleh ke kanan lalu ke kiri. Tapi, hasilnya nihil. Tidak ada seorang pun di sana. Lalu, ini dari siapa? Tidak mungkin makhluk gaib yang tiba-tiba menyukai Rachel bukan?     

Rachel mengangkat kotak tersebut yang tertata manis seakan memang sengaja ditata seperti itu untuk menarik perhatian Rachel.     

"Aku buka di dalam saja. Aku takut isinya bomi. Tapi, kalau lihat bentuknya seperti ini ... pasti bom pun juga tak akan muat," gumam Rachel yang memutar-mutar kotak coklat berpita biru itu seraya mencari jejak dari sang pengirim.     

"Tidak ada pengirimnya juga." Rachel mengendikkan bahu, berjalan kecil kembali ke dalam apartemenny. Ia masih berjalan ke arah kamar. Mungkin, suaminya juga sudah selesai mandi. Tapi, apa yang Rachel lihat sekarang? Hanya kamar kosong dan suara gemericik air yang menjatuhi lantai kamar mandi.     

"Diaa mandi atau bertapa sih? Lama banget," gerutu Rachel yang sudah melepas tubuhnya di kasur dengan keras. Tak lupa kotak itu masih perempuan itu genggam. Sehingga membuat Rachel mengingat barang itu kembali. Dan ingin segera membukanya.     

"Apa sih isinya? Gue juga penasaran. Siapa yang ngirim, siapa yang pencet bell. Apa dia satu?" gumam Rachel saat tubuhnya sudah mulai terduduk di atas ranjang dengan memangku kotak tersebut.     

"Chewy Brownies? Kenapa cake sukaan aku bisa ada di sana? Aku sudah lama tidak memakan kue ini ..."     

"Astaaga, mimpi apa aku hari ini." Lanjut Rachel dengan menyeka buliran kristal ya g sudah berada di ujung ekor matanya.     

Rachel begitu menginginkan kue ini. Bukan dari buatan tangannya, tapi ia memang paling suka buatan toko kue. Karena ada rasa yang berbeda dari sentuhannya dan sentuhan tangan cheff toko kue.     

"Kenapa, Sayang? Kenapa teriak begitu? Aku Sampai terkejut," sahut Delon yang kini sudah berada di depan pintu kamar mandi dengan rambut basah serta handuk kecil yang memperlihatkan betapa berkotak-kotaknya perut sexy itu.     

Tapi, penampilan yang menggiurkan bagi para kaum hawa itu menguar seketik saat Rachel mengingat cake yang masih berada di pangkuannya.     

"Kamu bawa apa?" tanya Delon saat istrinya sudah tidak lagi menatap dirinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.