HE ISN'T MYBROTHER

Dia Sudah Kuusir (Delon)



Dia Sudah Kuusir (Delon)

0"Chel, di sana ada gerobak sate. Mungkin aja sama sotonya."     

Rachel nampak begitu berbinar dengan apa yang dikatakan Aster saat ini setelah mobil putih mewah itu berkeliling hingga membuat kepala perempuan itu berdenyut.     

"Ayo, ke sana, Kak! Gue udah laper banget!" teriak antusias Rachel yang begitu tak sabar melihat gerobak itu memang benar ada di depan manik matanya sekarang.     

Bahkan Rachel sampai rela membuka kaca mobilnya untuk melambai ke arah lelaki paruh baya itu yang sedang membawa peralatannya untuk dikembalikan ke dalam gerobaknya.     

"Jangan lakukan apapun sebelum mobil berhenti sempurna, Chel. Itu bisa berbahaya," kata Aster yang entah didengar atau tidak oleh perempuan cantik itu.     

Karena melihat ekspresi Rachel yang seakan seperti melihat sebuah buruan di pantulan manik matanya.     

"Chel, sepertinya kita terlamba—" Sebelum kalimat itu lengakap terucap di bibir Aster. Ia nampak begitu terkejut saat melihat tubuh Rachel sudah berada di depan mobilnya sedang berbicara dengan lelaki paruh baya itu di sana.     

Aster mengerjabkan matanya melihat tubuh itu. Kapan perempuan itu keluar mobil? Kenapa Aster sampai tidak mendengarnya? Astagaa, Rachel benar-benar selalu mengejutkan dirinya.     

Dengan cepat lelaki itu langsung keluar dari mobilnya untuk menyusul perempuan itu. Tapi, baru saja lelaki itu ingin keluar. Tiba-tiba sebuah cekalan tangan membuatnya berhenti.     

Kedua mata Aster begitu terkesiap saat melihat pemilik tangan itu mencoba memberinya peringatan tajam.     

Di sana terlihat Rachel yang sudah menangkupkan kedua buku tangannya di depan dada untuk meminta penjual sate ayam itu mengerti dirinya yang seorang ibu hamil yang ingin melunasi keinginan sang calon anak yang begitu kasihan.     

"Tapi, Non ... itu sate terakhir dan—"     

"Saya mohon, Pak. Saya sedang hamil muda. Karena sudah terlalu lama saya berkeliling mencari penjual sate. Tapi, tidak ada. Saya mohon beri saya setengah saja. Saya tidak apa-apa," jelas Rachel yang nampak membuat lelaki paruh baya itu dilema dengan wajah lelahnya.     

Sebenarnya sate itu untuk anaknya yang sedang sakit. Tapi, melihat raut kasihan Rachel membuat kepala itu mengangguk. Dan seketika membuat Rachel nampak berbinar dengan mengulas lembut perut yang nampak sedikit buncit itu.     

"Terima kasih, Pak. Saya sangat berterima kasih atas kebaikan, Bapak." Rachel membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat. Jika, penjual sate itu menolak Each bisa saja. Karena ia melihat raut wajah itu nampak begitu yakin bahwa sate terakhir untuk seorang yang begitu penting.     

"Non duduk dulu. Bapak akan siapkan satenya dulu ..." katanya dengan begitu ramah. Rachel pun mengangguk mengiyakan perkataan lelaki paruh baya itu dengan topi bertali yang terikat di leher tuanya.     

Rachel pun menunggu dengan tangan yang masih mengusap perutnya menunggu dengan rasa tidak sabar. Ia melupakan Aster yang belum juga menyusul dirinya duduk di sana.     

Asap dari kipasan sate itu begitu membuat lidah Rachel bergoyang. Bahkan tidak jarang perempuan cantik itu mensesap kembali air liurnya untuk menormalkan rasa kesdarannya kali ini.     

Tidak berapa lama piring berukuran sedang dengan potongan lontong di sana menambah selera ibu hamil itu tak sabar ingin menghabiskan satu yang mang tidak terlalu banyak. Namun, bisa membuat Rachel memenuhi keinginan sang calon anak yang terus saja merengek.     

"Bapak, tahu di mana yang jual soto malam-mala seperti ini?" tanya Rachel di sela tarikan daging yang terhimpit oleh tusukkan kayu.     

Penjual sate itu pun memutar tubuhnya sejenak menanggapi pertanyaan sang pelanggan terakhirnya.     

"Di ujung jalan sana ada, Non. Apa Non juga ngidam soto?" tanyanya kembali dan Rachel hanya menjawab dengan anggukan disela mulutnya yang penuh akan makanan yang sedang perempuan itu kunyah.     

Rachel menepuk-nepuk bangku di sampingnya untuk membuat lelaki paruh baya itu duduk di sampingnya. Perempuan itu benar- benar tidak ingin makan ini sendrian. Ia ingin ada yang menemani.     

"Tidak perlu, Non. Badan bapak bau asep sama keringat. Nanti, Non keganggu sama bau badan bapak," tolaknya yang tidak enak mengiyakan permintaan dari perempuan cantik itu yang jelas-jelas terlihat dari keluarga yang berada.     

Penjual sate itu cukup tahu diri untuk tidak membuat pelanggannya merasa tidak enak dengan aroma tubuhnya yang sedari siang mengais rezeki di pinggiran jalan hingga dini hari seperti ini.     

"Tidak apa-apa, Pak. Saya nggak masalah kok. Memang wajah saya menakutkan ya? Padahal saya mau ditemani makan. Teman saya nggak ke sini-sini. Saya jadi sedih makan sendirian," bujuk Rachel sepertinya melunakan hati lelaki paruh baya itu itu.     

Lelaki paruh baya itu memang berjalan mendekati Rachel. Tapi, dia memilih untuk duduk di sebuah kursi kecil di depan Rachel bukan di samping perempuan itu.     

Rachel mengangkat sedikit kedua alisnya melihat apa yang sedang dilakukan lelaki paruh baya itu. Tapi, itu tidak masalah. Yang terpenting Rachel tidan makan dengan begitu menyedihkan saat melihat suaminya sendiri saja tidak peduli.     

"Sate setengah buat pelanggan bapak ya? Emang malam-malam kayak gini dia masih mau makan ya? Maksud saya, apa dia masih bangun?"     

Lelaki paruh baya itu nampak sedih saat ingin membuka mulutnya untuk membalas perkataan Rachel.     

"Bukan, Non. Dia bukan pelanggan saya. Dia anak saya. Tadi, istri saya telpon kalau anak saya tiba-tiba panas tinggi dan di rumah tidak ada makanan. Jadi, istri saya menyuruh untuk tidak menjual semua sate," jelasnya membuat Rachel terdiam.     

Perempuan itu tidak lagi melanjutkan kunyahannya, menggerakkan bola mata itu turun ke arah dua tusuk sate yang tersisa.     

"Jadi ini lauk untuk istri dan anak bapak? Ya Tuhan, begitu jahatnya saya, Pak. Saya minta maaf. Karena ngidam saya, istri dan anak bapak jadi makan sedikit," ujar Rachel dengan rasa bersalah yang begitu besar.     

Rachel tidak menyangka jika kenyataan hidup seperti ini masih membuat seorang tetap kuat menjalani kehidupan.     

Banyak orang di sekeliling Rachel yang selalu menyia-nyiakan uang dan tidak melihat ke bawah. Ada sosok seperti penjual sate ini di sana, mungkin tidak hanya penjual sate ini yang begitu harus membagi segala penghasilan kecil itu untuk menutupi keadaan yang semakin mencekik di leher.     

"Bapak, saya—"     

Rachel menghentikan kalimatnya saat merasakan pelukan hangat dari seseorang yang begitu familiar Rachel selama ini.     

"Terima kasih, sudah memberi kebaikan untuk istri saya, Pak." Suara itu juga membuat Rachel menoleh ke arah pusat suara tersebut.     

Kedua manik mata Rachel membulat seketika saat mengetahui pemilik suara itu dan mobil Aster juga sudah tidak ada lagi di sana.     

"Di mana ..." gumam Rachel yang membuat Delon memasukkan kepala istrinya di dalam pelukannya.     

"Tidak masalah, Tuan. Saya juga senang bisa menolong istri, Tuan," jawabnya yang sekaligus pamit untuk membereskan kembali gerobakknya.     

Delon mengangguk, lalu mengarahkan pandangannya ke bawah melihat manik coklat bening itu masih mencari-cari keberadaan mobil Aster.     

"Dia sudah aku usir."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.