HE ISN'T MYBROTHER

Kiriman Semur Jengkol



Kiriman Semur Jengkol

0"Kak, apa kak Regan baik-baik aja? Aku kasihan sama Sellyn ... kamu juga berpikiran seperti itu bukan?"     

Delon mengangguk saat memeluk tubuh istrinya. Bagaimana ia tidak juga memikirkan keselamatan sahabatnya sendiri. Tapi, kepergian Regan juga tidaklah sendiri. Delon juga selalu memberi penjagaan yang ketat.     

"Tapi, kenapa sampai sekarang Sellyn tidak menghubungiku? Padahal aku sudah mengaktifkan ponselku," tambah Rachel yang memang sedaritadi selalu bolak-balik menatap layar ponselnya.     

Delon membelai anak rambut istrinya. Sekarang ia dan Rachel tengah berada di balkon kamar hotel. Udara di sini lebih hangat dari pada di bawah hotel. Dan juga Delon lebih memiliki privacy untuk bisa melindungi istrinya.     

"Tenanglah, Sayang. Mereka pasti sudah bertemu."     

Rachel melonggarkan pelukannya di tubuh Delon. Lalu, menengadahkan wajahnya karena Tinggi suaminya yang sangat jauh dari tinggi Rachel yang pendek.     

"Kok kamu bisa tahu? Memang mereka naik apa? Pesawat memang ada yang secepat itu langsung sampai?"     

Pertanyaan Rachel membuat Delon menelan ludahnya kasar. Ia keceplosan untuk mengatakan hal yang belum mampu Delon beritahu istrinya     

"Kak, memang ada pesawat yang cepat datang ke Belanda? Kamu aneh deh, pasti mereka juga belum saling bertemu. Makanya aku cemas dengan keadaan Sellyn ..."     

"Dia sudah lama berjuang sendiri. Padahal keluarganya mampu memberikan apa yang Sellyn mau. Tapi, sayangnya mereka terlalu berambisi membesarkan perusahaan," sambung Rachel yang terlihat murung saat menceritakan bagaimana keluarga Sellyn memperlakukan anak tunggalnya seperti anak tiri.     

Delon kembali meraih tubuh istrinya untuk tenggelam dalam pelukannya. Rachel memang perempuan hebat. Dia padahal memiliki masalah sendiri, tapi masih sempat memikirkan masalah orang lain.     

"Mereka akan menyesali keputusan mereka sendiri. Anak hebat adalah Anak yang selalu memaafkan kesalahan orang tuanya. Kamu jangan pernah membenci papa, Sayang ..."     

"Seperti apapun papa menentang kita. Dia tetaplah patner mama yang sukses melahirkan perempuan yang kini ada dalam pelukanku dan mengandung anakku juga," tambah Delon yang dibarengi dengan ringisan pula.     

Wajah Rachel langsung bersemu merah saat mendengar perkataan suaminya. Bagaimana bisa lelaki itu selu tidak mempunyai malu mengungkapkan kalimat yang tak pernah terpikir oleh Rachel.     

Rachel begitu gemas. Ia pun mencubit perut keras suaminya.     

"Dasaar suami mesum. Aku memang tidak pernah membenci papa, Kak. Aku hanya kesal dengan kalimatnya. Terkadang aku juga ingin bertemu, walau hanya bertanya kabarnya ... tapi, aku takut kalimat itu akan keluar lagi."     

Delon semakin memasukkan istrinya ke dalam pelukannya degan membenarkan selimut yang menutupi punnggung iatrunya. Ia merasakan ketakutan apa yang sedang Rachel pikirkan.     

"Aku sudah mengirimkan makanan untuk papa semoga mereka menyukainya."     

Rachel mengkernyitkan keningnya mendengar perkataan Delon. Makanan apa yang suaminya itu kirimkan? Selama ini Rachel sudah lama tidak memasak karena bayi-bayi dalam perutnya hanya menginginkan makan tanpa mau memprosesnya terlebih dulu.     

"Kak—"     

"Hahaha. Jangan bicara apapun ... kamu tahu aku ingin menahan tawa sejak tadi," sahut Delon yang sudah mengeluarkan tawa tak tertahannya.     

"Jangan jahil!" dengus Rachel ikut kesal.     

Sedangkan di rumah utama keluarga Mauren. Seorang lelaki paruh baya benar-benar menatap bingung sesuatu yang dikirimkan seseorang tanpa nama. Dan anak buahnyalah yang membawanya ke dalam rumah.     

Martha yang baru datang dari sebuah arisan yang selalu diadakan setiap bulannya itu merasa aneh dengan kelakuhan suaminya yang hanya berdiri di depan meja makan tanpa mau duduk.     

Kejanggalan tersebut membuat Martha mendekat seraya menyentuh lengan kekar suaminya.     

"Ada apa, Pa? Kenapa hanya berdiri? Apa papa mau masakan yang lebih hangat?" tanya Martha dengan lembut dan Jeno membalas dengan gelengan.     

"Kita mendapatkan kiriman makanan ini, Ma. Siapa yang mengirimkannya ya? Ini bukannya makanan yang selalu dimasak bi Rina setelah dia pulang kampung?"     

"Apa ini namanya, Mas? Aku lupa," tambah Jeno dengan menggaruk kepala yang tak gatal.     

Martha akhirnya menurunkan pandangannya ke arah masakan yang dimaksud oleh suaminya. Dan, benar. Bukan hanya suaminya yang terkejut. Tapi, dirinya juga terkejut dengan kedatangan makanan kesukaannya.     

"Semur jengkol?"     

Jeno menoleh ke arah istrinya saat nama masakkan itu tercetus dengan sempurna tanpa cacat. "Iya, itu! Kenapa ada yang mengirim makanan ini ... bukannya di rumah ini yang suka hanya kamu dan Rachel, Ma."     

Martha dengan cepat menarik kursi, lalu mendudukkan dirinya di sana disusul Jeno yang ikut duduk di samping istrinya. Tangan tua itu dengan cekatan membalik piring yang ada di hadapannya.     

"Siapa pun yang mengirim masakkan ini. Tolong suamiku berterima kasihlah melalui doa. Istrimu sudah dibuat sangat bahagia seperti ini, kamu juga harus membalasnya bukan?"     

Martha berbicara dengan suaminya tanpa menatap lelaki paruh baya itu yang dibuat bingung.     

Tapi, benar juga apa yang dikatakan istrinya. Ia tidak pernah mlihat istrinya sebahagia ini, padahal dirinya juga sudah mengajaknya berlibur. Tapi, tetap saja terkadang ia menemukan istrinya yang melamun sendirian.     

"Berdoa, Pa. Doakan yang baik-baik." Martah berbicara seraya melirik ke arah suaminya yang sudah mulai memejamkan mata denga tangan yang bertaut.     

Entah apa yang sedang dikatakan dalam hati. Martha berharap doa itu sebagai bentuk penebusan kesalahan pada mantu dan putrinya.     

Martha tahu siapa yang sengaja mengirim makanan itu. Dan tak mungkin perkiraannya salah dalam menebak. Dia adalah Delon.     

Putra angkatnya satu itu selalu bisa membuat dirinya bahagia walau kondisi dia sedang tidak baik karena pasti akan sangat repot mengurus cabang dan manjanya seorang Rachel.     

"Aku sudah membalas kebaikan siapa pun itu, Ma. Makanlah dengan baik ... kamu terlalu kurus saat kupeluk. Tapi, aku juga tidak mau memeluk wanita lain," ucap Jeno yang langsung mencium pucuk kepala istrinya dengan lembut.     

Martha mengangguk dengan melengkungkan garis di bibir tuanya.     

"Apa papa sudah mau bertemu dengan putri kita lagi, Pa?" tanya Martaha disela kunyahan makanan dalam mulutnya.     

Lelaki paruh baya itu mengangguk seraya meneguk air putih dalam gelas beningnya hingga tandas.     

"Aku ingin mengenalkan lelaki yang sudah kupilihkan. Dan dia juga sudah berkata telah bertemu dengan Rachel ..."     

"Apa mama tahu. Dia sungguh menyukai putri kita, Ma. Dia tidak peduli dengan statusnya. Tapi, dia menginginkan Rachel tanpa anaknya. Dia tidak akan memaksa Rachel untuk menggugurkan kandungannya. Tapi ...." Jeno menahan kalimatnya. Ia tahu ini akan mengundang kemaranan istrinya yang masih santai memakan makanannya.     

"Tapi, apa?" tanya Martha yang sebenarnya sudah ingin mengeluarkan kalimat-kalimat beracunnya sebagai seorang ibu yang ingin melindungi putri tunggalnya.     

Jeno menoleh ke arah istrinya yang nampak tak akan masalah jika dirinya mengatakan hal ini. Dan ini juga demi kebaikan Rachel. Jika, putrinya bisa menikah dengan pilihan Jeno pasti hidupnya akan lebih membahagiakan.     

"Dia ingin Rachel melupakan anaknya. Dan mengatakan kepada publik dia tidak pernah mempunyai anak."     

"APA!?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.