HE ISN'T MYBROTHER

Suami Rasa Body Guard



Suami Rasa Body Guard

0"Kamu memang suami durhaka, Kak! Siapa itu yang kami puji haa?" pukulan bertubi-tubi Rachel berikan pada lengan kekar suaminya.     

Hahahaha.     

Sedangkan Delon tertawa tebahak tak terbantahkan melihat istrinya begitu kesal dengan guyonan pagi harinya. Lelaki itu selalu senang menggoda istrinya yang sekarang mudah percaya dengan apa yang dikatakannya.     

"Itu nenek yang tinggal di apartemen ini. Kamu ini ingin aku jewer lagi, Kak?"     

"Ampunn, Nyonya! Aku kan bicara jujur, Sayang. Lihat itu nenek sudah lebih dulu muda dari kamu. Jadi, aku benar kan?" ujar Delon yang membuat Rachel membuang wajah ke arah kaca. Ia tidak tahu harus menjawab apa karena apa yang dikatakan Delon memang benar.     

Tapi, cara Delon itu yang salah. Dia mengerjai Rachel lagi untuk kesekian kali. Benar-benar mengesalkan.     

"Tidak tahu. Kamu menyebalkan ... semoga aja kedua anakku tidak terkejut dengan kelakuhan papanya," ujar Rachel seraya mengulas senyum ke arah perutnya. Kedua tangannya tidak henti-hentinya mengusap perut yang nampak lebih besar dan perasaan bahagia ini tidak pernah Rachel bayangkan sebelumnya.     

"Anak kita. Aku yang sudah menanam saham di sana. Jadi, aku harus ikut andil dalam mengelus anakku juga," sambung Delon yang ikut mengusap perut besar Rachel. Lalu, tak lupa memberi ciuman hangat pada pipi istrinya kemudian turun ke arah perut.     

"Kalian berdua jaga mama ya? Jangan sampai ada lelaki lain yang berani godain mama, oke?" Delon berkali-kali mengecup perut Rachel dengan gemas. Ia tidak sabar ingin melihat malaikat kecil itu datang kedunia.     

"Siapa yang berani deketin aku kalau perutku sebesar ini, hem?"     

Delon memasang safebelt-nya, bersiap menyalakan mesin mobil. "Tentu banyak. Lihat tubuhmu bahkan tidak ada yang berubah bagiamana lelaki lain tidak menatapmu, Sayang?"     

Rachel terdiam dengan perkataan Delon. Nyatanya tubuh perempuan itu memang tidak berubah meski ia makan sudah makan seperti berpuasa tiga hari. Tapi, tetap saja kedua anaknya membuat tubuhnya begitu ramping dengan menampakkan perutnya saja yang membuncit.     

"Jangan pikir kamu bisa aman dari penglihatanku, Sayang. Kamu jangan lupa dengan Nino yang selalu ku letakkan di sampingmu ..."     

"Kalau kamu sampai terluka setitik pun. Aku tidak akan segan untuk membunuhnya," tambah Delon membuat Rachel membulatkan matanya terkejut. Ia tak percaya lidah suaminya itu begitu sangat jahat.     

Rachel mengangguk patuh menjawab aturan yang dibuat Delon. Ia memang tidak bisa lagi membantah tentang aturan yang memang harus ketat menjaga kedua anak mereka. Karena tidak sedikit orang yang masih menginginkan Delon terluka melalui orang terdekatnya.     

"Tapi, kamu bagaimana? Kenapa kamu kembali meeting dengan Jenny sih, Kak? Kenapa nggak kak Regan aja?" dengus Rachel yang membuat Delon menggegam tangannya.     

Rachel mengamati tangan mereka yang bergandengan saling bertautan erat. Bahkan ekspresi lelaki itu masih saja datar padahal mereka sudah seromantis ini.     

"Aku tidak bisa mengalihkan perkerjaankj selalu kepada Regan, Sayang. Aku melihat dia sekarang bekerja dengan profesional. Dia tidak pernah menyentuhku di mana pun itu kami berada, Sayang. Jadi, kamu harus percaya padaku," Jelas Delon dengan sejujurnya.     

Karena sejauh ini Delon bekerja dengan Jenny, perempuan itu tidak pernah menggangunya lagi. Mereka bekerja dan pulang dengan sewajarnya tidak ada yang penting dan harus dipermasalahkan.     

Rachel mendengus tak peraya dengan perubahan Jenny yang dikatakan Delon. Ia bahkan bisa bertaruh jika perubahan Jenny hanya topeng perempuan ular itu saja. Suaminya saja yang terlalu polos mau tertipu dengan tipu daya Jenny.     

"Hmm. Sayangnya aku nggak percaya." Dengan kasar Rachel melepaskan tautan tangannya yang dipegang Delon. Dan hal itu membuat lelaki itu menoleh ke arah istrinya dengan menghela napas panjang.     

Tidak berapa lama mobil mereka telah samapai di parkiran VVIP perusahaan Mauren. Kali ini Rachel turun sendiri tidak menunggu bantuan dari suaminya itu dengan bersusah menahan perut besarnya.     

Delon terkesipa saat tubuhnya sudah memutari mobilnya dengan cepat, ia malah melihat istrinya yang sudah berdiri di depan pintu mobil yang terbuka.     

"Kenapa kamu tidak menungguku, Sayang? Kan biasanya aku yang membukakan pintu untukmu," tutur Delon dengan lembut. Tapi, saat ia ingin menyentuh tangan istrinya. Perempuan itu menepis dan justru memanggil karyawan Jeno yang kebetulan sedang lewat di sana.     

.     

"Kak Intaan!" teriak Rachel yang membuat sang pemilik nama itu menoleh, lalu menundukkan kepala hormat. Sesuai dengan kode tangan anak Bossnya. Perempuan berkaca mata bening itu pun datang dengan sedikit berlari, ia takut kedatangannya memang sangat dibutuhkan.     

"Antar aku, yaa, ke ruangan papa. Aku ingin membawakan makan siang nanti. Ini bisa kok dipanasin," kata Rachel pada sekretaris pengganti Lina. Karena perempuan berkaca bening itu lebih bisa menjaga tampilannya agar terlihat rapi dan profesional. Pantas saja mamanya memilih perempuan yang ada di depannya.     

"Tapi, Nona—"     

"Ayo!" Rachel langsung mengaikatkan tangannya pada lengan kecil itu seraya berjalan hati-hati diikuti Delon yang berjalan di belakang memastikan tidak ada benda yang dapat membahayakan istrinya meski perempuan itu sedang marah padanya.     

Suara lift terbuka membuat sekretaris yang hanya tingginya lebih sedikit dari Rachel tidak terlalu kesusahan untuk menyeimbangkan tubuhnya. Ia mencoba memasukkan tubuh Rachel terlebih dulu baru dirinya, kemudian diikuti oleh Delon.     

"Sayan—"     

"Kak Intan, udah betah jadi sekretaris papa?" tanya tiba-tiba dari anak Bossnya itu mbuat Intan sedikit canggung.     

Bagaimana pun ia baru satu bulan bekerja setelah sekretaris lama membuat masalah di kantor. Jadi, ia belum terlalu mengenal bossnya seperti apa. Tapi, sejauh ini pekerjaan masih relevan dengan kamampuannya.     

"Betah, Nona. Tuan Jeno sangat baik dan profesional," jawabnya yang diangguki Rachel paham.     

Delon menyenderkan kepala di dinding lift dengan frustasi. Ia bagaikan seorang body guard yang menjaga dua perempuan. Tidak diperdulikan, hanya diperintahkan untuk menjaga. Seperti itulah dirinya hingga bunyi lift terdengar kembali.     

"Nona hati-hati. Lantai lift sedikit licin," katanya yang diangguki Rachel dengan mengukir senyum melengkungnya.     

Kedua manik mata Rachel membulat berbinar sempurna saat mendapati papanya memang sedang berada di luar kantornya sepertinya sedang bertanya tentang suatu dokumen.     

"Papaaa!" teriak Rachel antusias dan seketika membuat lelaki paruh baya itu mengangkat pandangannya dan dengan cepat senyum itu terukir di bibir tua Jeno. Sungguh sudah sangat lama panggilan itu tidak ia dengar.     

"Racheel! Stop di sana jangan berlari!" teriak Jeno yang membuat seluruh karyawan menatap ke arah Rachel yang bersiap untuk berlari.     

Rachel menundukkan kepala karena merasa tersimpu malu seluruh pandangan para karyawan menatap dirinya. Apalagi ia mendengar sayup-sayup tawa pelan dari belakang. Siapa lagi jika tidak tersangka yang membuat perutnya membuncit sebesar ini padahal usia kandungnya baru menginjak lima bulan awal.     

Rachel membalik tubuh menunjukkan dua jari tajamnya ke arah Delon.     

"Kau berusan denganku!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.