HE ISN'T MYBROTHER

Penghancuran Apartemen Rere



Penghancuran Apartemen Rere

0"Mau bagaimana lagi? Kalau udah gak cocok bukannya lebih baik cerai, pisah setuntas-tuntasnya. Banyak lelaki tampan yang masih nunggu putri mama ..."     

"Begitu juga Delon. Dia pasti akan mendapatkan perempuan yang lebih baik dari kamu. Mungkin kalian tidak saling berjodoh. Mama sih tidak akan memaksakan kalian. Renar akan selalu siap kamu telpon, Chel," sambungnya dengan tersenyum lebar ke arah putrinya yang terlihat tercengang dengan iris coklat yang mengecil di ujung pandangan.     

Wanita paruh baya itu terkekeh dalam hati, meski wajahnya terlihat biasa saja saat ini. Ia ingin mengetahui sekuat apa ancaman yang diberikan putrinya kepada Delon.     

Martha bergumam kesal dalam hati. Merutuki keputusan bodoh putrinya. Baru menikah seumur jagung saja sudah memikirkan untuk bercerai. Mereka berdua harus diberi pelajaran, terutama Rachel. Selalu saja putri tunggalnya itu mengatakan apapun tanpa melihat sebab akibat ke depannya.     

"Surat cerai sudah ada, mama lupa mengatakan ini. Renar selalu datang ke kantor pengadilan kejaksaan Negeri setiap bulan sesuai dengan perintah mama. Jadi, dia sudah bersiap untuk mendaftarkan nama kalian berdua," sambungnya lagi yang tak kalah panjang. Kini ekspresi Rachel semakin dibuat muram saja, ia merasa salah telah menceritakan semua kepada mamanya itu.     

Rachel menarik tubuh perlahan dan kembali meletakkan kepala di atas bantal beralaskan waran biru langit senada dengan warna ruangan VVIP perempuan itu.     

Martha juga sudah meletakkan tubuhnya di atas kursi yang berada di samping brankar Rachel. Tangannya dengan hati-hati melepas kulit jeruk untuk Rachel seraya melirik terkekeh dari ujung matanya.     

Wanita paruh baya itu ingin sekali tertawa terbahak saat melihat tatapan putrinya yang terlihat kosong mengarah pada pintu kamar rawat itu.     

"Apa yang sedang kamu lihat, Sayang? Siapa yang kamu harapin masuk dari sana? Papa? Papa 'kan sedang tidur di sofa ... Delon juga tidak mungkin ke sini kan?" Suara Martha mengiringi suapan buah yang uadah masuk ke dalam mulut Rachel.     

Rachel yang mendengar pertanyaan itu, ia pun langsung mengalihkan pandangan ke arah langit-langit berwarna putih. "Siapa juga yang ngarepin dia datang. Gak datang pun juga gak masalah tuh," kilahnya.     

"Ah, masak sih? Buka mulutnya lagi," pinta wanita paruh baya itu dan spontan membuat Rachel membuka mulut, menerima buah kedua.     

"Kecut, Ma. Rachel gak mau lagi." Perempuan itu memiringkan kepala. Sekarang pikirannya penuh dengan pertanyaan di mana Delon sekarang. Apa yang sedang di lakukan lelaki itu. Kenapa sampai detik ini dia tidak memberi kabar kepada dirinya?     

Rachel takut apa yang dikatakan mamanya benar. Delon akan dengan mudah mencari penggantinya. Melihat Jenny juga masih berupaya penuh dengan cara liciknya membuat lelaki itu percaya. Dan seketika mematahkan perkatannnya kepada Delon.     

Kalau sampai cerai terus gimana? Gue janda dong?     

"Hmm... iya, Sayang? Kamu ngomong apa?" sahut Martha yang akan memasukkan buah jeruk yang tiba-tiba dikatakan putrinya kecut. Ia tiba-tiba mendengar suara kecil dari Rachel.     

Rachel mengangkat setengah alisnya, menoleh ke arah wanita paruh baya itu seraya memberikan senyum canggungnya.     

"Nggak, Ma. Rachel gak bilang apa-apa."     

Martha mengangguk-angguk saat buah jeruk itu sudah masuk ke dalam mulutnya. Dan seketika membuat wajah tua itu menoleh ke arah Rachel yang kembali termenung dengan memeringkan wajah.     

'Buah jeruk ini sangat manis kok. Kenapa Rachel bilang kecut? Apa orang sakit lidahnya juga bermasalah?' tanya batin Martha yang semakin gencar memasukkan satu persatu buah jeruk itu ke dalam mulutnya.     

"Waah... enaknya," puji Martha yang kembali mengambil buah jeruk baru.     

"Sayang, kamu gak mau lagi?"     

***     

Di sisi lain Rere benar-benar ketakutan saat apartemennya tiba-tiba banyak orang. Dan beberapa orang itu sama sekali tidak dikenali Rere sama sekali. Ia juga tidak merasa mengambil hutangan uang pada seorang rentenir ataupun lintah darat.     

Rere menggigit bibir bawahnya saat kepalanya memiring sedikit, untuk mengintip dari dinding salah salah tetangga apartemnya yang bisa bisa dijadikan sebagai tempat persembunyian sementara.     

"Sialan siapa mereka?" gumam Rere saat melihat seluruh barang-barang sudah mulai dikeluarkan.     

Rere menggeram kuat saat mengingat uang sewa apartemen itu masih berjalan hingga dua bulan ke depan. Tapi, kenapa kondisinya seperti dirinya diusir karena telat membayar sewa uang apartemen.     

Perempuan itu ingin masuk dan mencegah seluruh orang itu. Tapi, ia takut jika itu adalah suruhan dari Delon yang sudah membaca gerak-geriknya, meskipun dirinya sudah merusak CCTV di sana. Namun, tetap saja kekuasaan Delon tak bisa dianggap remeh Rere.     

Suara-suara penghancuran beberapa benda milik Rere terdengar. Lalu, tawa riuh juga terdengar nyaring di telinganya. Perempuan itu begitu penasaran apa yang sedang di lakukan beberapa lelaki itu pada barang-barangnya.     

Rere sedikit menjijit di ujung kakinya untuk melihat keadaan di sana. Dengan jaket hitam, dengan tudung hitam menutupi kepala. Perempuan itu bisa dengan leluasa berada di mana pun ia suka.     

"Hancurrr! Hancurr! Hancurr!" Suara itu lagi membuat Rere membulatkan mata. Seluruh barang-barang mahal yang diberikan pelanggan kelab itu telah hancur lebur dibawah kaki mereka. Dan beberapa di antara mereka juga memegang stik baseball—mengantam keras benda-benda berbahan kaca dan keramik milik Rere.     

"Itu komputer guee! Gilaa!" seloroh pelan Rere saat melihat salah satu benda yang hancur itu adalah komputernya yang berisiskan beberapa data tugas kampus dan beasiswa yang belum sempat dirinya copy.     

Tidak, tidak! Jangan lagi!     

Rere menggeleng saat melihat barangnya akan kembali dihancurkan dengan stik baseball yang sudah melayang di udara.     

Perempuan itu berlari kencang ke arah apartemennya. Ia lupa jika beberapa lelaki itu adalah, kemungkinan suruhan dari Delon. Tubuh Rere tanpa terasa sudah berada di depan barang-barangnya yang sudah remuk redam.     

Dan penampilan semua itu terlihat lebih menyeramkan saat dilihat lebih dekat.     

"Kalian siapa?! Kenapa barang-barang gue kaloan hancurin?" seloroh Rere yang menunjuk ke arah serpihan kasar yang sudah menghiasi marmer abu-abu itu.     

Mereka semua terdiam dengan tatapan penuh arti melihat targetnya sudah berada di hadapan mereka semua. Sesuai dengan perintah tuannya.     

Tidak berapa lama, suara berat membuat Rere mengalihkan pandangannya ke arah sosok lelaki yang perlahan keluar dari dalam apartemennya dengan membawa benda pipih yang dipermainkan di jemarinya.     

"Hallo, Nonaa! Apa aku harus menyapa kedatanganmu di sini?"     

Rere mengerutkan dahinya saat memandang lelaki bertubuh kekar itu semakin mendekat ke arahnya. Dan kini tubuh itu berhenti dengan jarak hampir dua meter dari Rere.     

"Siapa lo? Kenapa ponsel gue ada di tangan lo?" tanya tajam ke arah lelaki itu yang kini sedang berada menarik sudut bibirnya ke atas.     

Rere mengingat ponsel itulah yang ia gunakan untuk menunjukkan bukti Delon yang berdekatan dengan Jenny. Tapi, ia sedikit aman, karena benda pipih itu telah Rere pasang kode keamanan.     

"Aku hanya melihat video mengigit ini ... apa ini kau, Nona?" Lelaki itu menunjukkan sebuah video yang berada di ponsel Rere.     

Ke–napa bisa?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.