HE ISN'T MYBROTHER

Kecelakaan Mobil Rachel



Kecelakaan Mobil Rachel

0Hari ini Rachel tidak berangkat dengan Delon. Karena lelaki tampan yang telah menemani hidupnya hampir lima tahun ini masih memejamkan mata di atas tempat tidur.     

Hal iti tidak Rachel permasalahkan. Karena memang Delon baru tidur ketika ayam tetangga Regan berkeluruk. Ia terpingkal jika mengingat betapa lucunya tetangga Regan yang satu itu.     

Beruntung Bi Rina bisa Rachel minta untuk datang dan menjaga kedua anaknya yang masih belum bangun juga. Karena hari ini mang hari libur mereka.     

Seharusnya Rachel mengajak mereka berdua jalan-jalan, tapi apadaya. Di tengah ujian semesternya yang sedang sibuk-sibuknya menyiapkan berbagai materi belajar.     

"Lo kenapa ikut masuk, Sell? Bukannya Lo dapet jadwal siang?" tanya Rachel saat mobilnya telah diambil alih di tangan sahabatnya itu.     

Sellyn menerbitkan senyum sumringahnya yang akhirnya mendengar pertanyaan Rachel yang sedaritadi hanya tersenyum dan tertawa kecil dalam diam. Ia takut untuk bertanya kepada Rachel. Karena mereka kini tah memiliki urusan rumah tangga masing-masing.     

"Numpang ke super market. Gue mau masak makanan kesukaan abang. Sebagai permintaan maaf. Lo tahu sendiri gimana ganasnya gue tadi malam," balas Sellyn yang kini kembali memusatkan pandangan ke arah jalanan.     

Rachel mengangguk-angguk memahami apa yang akan dilakukan Sellyn. Ia sepertinya juga harus melakukan seperti sahabatanya sebaai permintaan maaf dan juga untuk menjenguk Tio juga.     

"Gue nitip deh. Nanti gue kasih bahan-bahan yang mau gue nitip tmke Lo. Gue nggak sempet kalau harus mampir," sahut perempuan cantik itu sembari menyodorkan uangnya.     

Tanpa berbaik hati lagi. Tangan Sellyn menarik dengan cepat. "Bonus buat jajan ya?" tanyanya dengan kedua alis yang terangkat secara bersamaan.     

Rachel terkekeh melihat ekspresi Sellyn yang tak pernah berubah meski sudah mempunyai anak. "Yaa! Kapan Lo nggak minta upah jajan," balasnya dengan setengah kesal.     

Tidak menunggu lama. Mobil hitam Rachel sudah berhenti di depan super market mereka berganti posisi.     

Sellyn melambai ke arah pintu kaca mobil yang senagaja Rachel buka. "Inget jangan beli skinare. Beli bahan makanan, inget!" Rachel menekan kalimat yang terakhir yang disambut dengusan kesal Sellyn.     

"Baik, Ibu Negara. Lihat warganya cantik aja nggak boleh!" gerutu perempuan berambut pendek itu.     

Rachel tersenyum kecil menanggapi Sellyn yang merajuk. "Yaudah sana pergi. Mau apalagi? Gue bukan nyokap Lo. Kalau mau uang tambahan, bawa botol minuman bekas isi baru kecil."     

Saran yang diberikan Rachel benar-benar dipikirkan Sellyn. Ia masih bingung dengan apa yang dikatakan sahabatnya tersebut. Jika, benar. Ini akan lebih menguntungkan untuk dirinya menambah uang membeli skincare. Atau merawat tubuhnya di salon.     

"Gue masih bingung, Chel. Tapi, bener bisa 'kan? Berapa uang yang gue dapat?" tanyanya dengan antusias. Berharap uang ia dapat akan lebih banyak dari bulanan yang diberikan Regan padanya.     

"Banyak kok. Tinggal performa Lo."     

"Performa?" Ulang Sellyn yang dijawab dengan anggukkan kepala Rachel.     

"Lo, cari botol bekas. Kalau udah ketemu, Lo bisa masukkin beberapa batu kecil ke sana. Terus, goyang aja tuh botol sambil nyanyi," jelas Rachel yang seketika membuat Sellyn melepas sendal yang sedang ia pakai sekarang.     

Drummm!     

Terlambat. Mobil hitam mewah itu telah melaju lebih cepat daripada lemparan sendal yang akan di arahkan Sellyn pada perempuan cantik itu.     

"Emang sahabat nggak warasss!" umpat Sellyn yang masih mengangkat sendal itu di atas udara. "Cantik-cantik gini disuruh ngamen. Lah, yang bener ajaa! Sialan beneer Racheel!" sambungnya kembali.     

Rachel benar-benar senang pagi ini. Ia tidak bisa melewatkan ulah mulutnya untuk tidak jahil terhadap Sellyn. Nyatanya, mulut itu tak cukup sarapan hanya dengan dua lembar roti bertumpuk itu.     

"Sorry, Sell. Gue lagi menyegarkan hari," gumamnya saat kedua iris mata coklatnya tiba-tiba melirik ke arah spion mobil. Di belakang mobilnya ternyata ada sebuah mobil yang mengikuti gerak tubuh mobilnya.     

"Sialan, siapa yang berani membututi gue." Rachel meningkatkan kecepatan mobilnya hingga laju mobil mewah itu seperti angin. Tapi, mobil hitam dengan garis hitam itu masih saja mengikuti dirinya.     

Rachel masih mencuri pandang ke arah spion dan benar. Bahkan mobil itu berada di belakangnya persisi. Satu, dua dorongan dari belakang membuat tubuh Rachel terguncang.     

Perempuan itu tidak mau mati konyol dengan perbuatan seseorang tang tidak dikenalnya itu. Rachel mengambil ponselnya, lalu mengetik beberapa kalimat kepada Nino untuk segera datang ke arah mobilnya berada.     

"Ya Tuhaaan! Siapa sebenarnya dia!? Gue harus cepat sampai ke kampuss." Lanjut Rachel yang kembali melakukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Meninggalkan mobil hitam itu di belakangnya. Namun, jarak kampus masih terlalu jauh. Rachel takut jika tidak bisa sampai dengan tepat waktu.     

BRAK!     

"Aagggghhh... tidakk!"     

Mobil itu menabrak sengaja bagian belakang mobil Rachel hingga perempuan itu kehilangan keseimbangan dalam mengendalikan stir mobilnya yang berputar dengan sendirinya.     

BRAK!     

BRAK!     

BRAK!     

Suara hantaman terdengar tiga kali di telinga Rachel, meski keadaan mobilnya tertabrak pohoh besar. Kesadaran Rachel masih terkumpul. Ingatannya juga masih begitu dalam mengingat bagaimana mobilnya terasa begitu panas dan asap mobil sudah membubung tinggi memenuhi kaca mobil depan.     

"Gue harus keluar!" Rachel bergegas melepas safebelt yang melingkari tubuhnya. Ia tahu setelah ini tidak akan ada nasib baik.     

Kucuran darah segar memenuhi keningnya. Beberapa area kulit tangan terkena serpihan kaca mobil, di sana luka juga terlihat begitu jelas membuat sumber darah segar.     

Tubuh perempuan itu terjatuh dengan begitu keras dari dalam bangku kendali mobilnya. Rachel mundur dengan merangkak mundur, kedua iris matanya masih menatap lekat asap hitam yang semakin membubung tinggi di sana.     

Tidak menunggu lama. Suara dentuman terdengar begitu jelas, dan membuat Rachel berteriak sekencang mungkin, menutup wajah dengan lengan tangan penuh luka.     

DUAARRRRRR!     

Rachel menangis mendengar suara itu terjadi dua kali. Mobil itu adalah kesayangannya sejak dulu. Hadiah dari Jeno saat ulang tahun pertamanya. Dan sekarang ... aagghh! Jahat!     

Rachel menagis tersedu saat mendapati mobilnya sudah menjadi api yang membara begitu besar. Apa jadinya jika dirinya berada di sana, dan tidak bisa keluar? Apakaha Rachel harus berpisah dengan suami dan kedua anaknya?     

Rancana apa lagi yang sedang kau rencankan pada keluargaku, Tuhan? Apa kau memang berniat memisahkanku secepat ini?     

"Aku tidak boleh berakhir seperti ini. Aku masih ingin melihat kedua anakku tumbuh dan sama-sama memilih pasangan. A-ku ti-da-k bi-sa," ucap Rachel terbata di akhir kalimat saat tubuhnya mulai berdiri dan berjalan dengan terhuyung. Pandangannya sudah kabur. Ia hanya melihat ada tiga orang di sana berada di atas aspal.     

Seseorang terlihat berlari ke arah Rachel dengan tergesa. Rachel mengarahkan pandangan lemahnya pada dua tangan besar yang kini memegang bahu kecilnya.     

Rachel menerbitkan senyum terluka. "Siapa pun kamu. To-lo-ng bantu aku untuk tetap hidup bersama suami dan kedua anak—ku."     

"Nonaaa! Banguun!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.