HE ISN'T MYBROTHER

Seseorang Di Balik Ini Semua



Seseorang Di Balik Ini Semua

0Seorang lelaki berlari terpincang dengan luka di seluruh tubuh. Jantungnya berdegub begitu cepat untuk menghindari beberapa anak buah dari musuh Bossnya. Sesekali ia menoleh ke belakang untuk melihat pergerakannya ada yang mengikuti atau tidak.     

Lelaki itu sudah tidak memperdulikan mobil mewah yang diberikan Bossnya. Mobil itu sama-sama rusak tak berbentuk lagi seperti mobil yang sudah dia tabrak hingga meledak.     

Dia tidak tahu apa target yang diminta Bossnya sudah mati atau belum. Yang pasti ledakkan itu begitu dahsyat hingga tak tersisa sama sekali badan mobil tersebut.     

BRAK!     

Pintu tertutup dengan begitu rapat saat tubuh itu sudah muali masuk ke dalam. Jantungnya semakin berdegub tak beraturan saat punggungnya menahan papan pintu tua itu.     

"Bagaimana? Apa berhasil?" tanya seseorang yang tiba-tiba memunculkan dirinya di balik bangku beroda yang bisa diputar dengan begitu leluasa.     

Lelaki itu mengangguk. Ludahnya tertelan begitu sulit saat mendapati senyum lebar hingga deretan gigi putih itu terlihat.     

"Hebat juga kau bisa terlepas dari anak buah Delon. Aku akan memberimu beberapa bonus," katanya dengan nada kuasa yang tinggi. "Aku akan memerlukan tenagaku lagi. Setelah semua keadaan tenang. Hahaha." Lanjutnya.     

"Saya memang berhasil, Nona. Tapi, saya juga berhasil tertangkap oleh mereka. Beruntung saya mendapatkan obat bius asap yang Nona berikan pada saya," ucapnya yang sekarang ikut mengulas senyum kemenangan.     

Rumah tua yang dijadikan markas oleh perempuan itu tidak akan membuat siapa pun curiga tentang apa yang dia lakukan di sana. Bahkan seluruh tindakannya akan berjalan mulus jika seperti ini terus.     

"Nona Anita apa saya harus mengatakan keberadaan Anda pada nona Anin? Sepertinya nona Anin sangat mencemaskan Non—"     

"DIAM! TAU APA KAU!" sergah Anita dengan mata melotot tajam ke arah anak buahnya itu. "Jangan pernah kau buka mulut tentang keberadaan ku. Atau senjataku yang akan bersarang pada otak bodohmu!" sambungnya kembali dengan nada mengancam.     

Lelaki barpakaian hitam itu hanya bisa mengangguk berat dengan topeng tergulung yang masih menghiasi kepala botaknya.     

Anita mengusap-usap senjata apinya yang berwarna putih perak dengan warna pelatuk senada. Senjata yang sudah menemani dirinya mengarungi kehidupan selama ini. Dan juga sudah ribuan orang telah menjadi santapan dari peluru panas tersebut.     

"Ba-ik, Nona. Saya akan tutup mulut. Lalu, apa Nona akan berada di sini selalu?" tanyanya. Dia memang sedikit berani mengatakan hal yang menganggu pikirannya. Jika, melihat keadaan rumah tua ini sangat tidak layak untuk sebuah tempat persembunyian.     

Anita tidak memandang ke arah anak buahnya tersebut. Senyumnya selalu terlukis saat kain yang berada di jemarinya mengusap badan pistol itu.     

"Tempat ini sementara aman menampungku. Aku sudah menjadi buronan. Aku harus mengamankan diriku sebelum dendamku terlampiaskan pada dua laki-laki itu ..."     

"Antoni dan Delon. Aku harus membuatnya mati sebelum aku tertangkap oleh polisi," tambahnya dengan nada menekan pada dua nama terakhir itu.     

Anita telah membunuh setiap lelaki yang mencoba mendekatinya tanpa alasan apapun. Perempuan itu tidak menyukai lelaki yang mencoba memberinya cinta dan menyembuhkan dendam yang sudah ditahan sejak dulu. Maka dari itu, tidak akan ada yang bisa merubah pikiran Anita, termasuk Anin sekali pun.     

"Istrinya sudah mati. Sekarang aku akan memberi susulan luka untuk kedua anaknya yang sangat menggemaskan itu. Lebih baik lagi jika mereka menyusul ibunya!"     

Anita tertawa terbahak. Suara tawa menyeramkan itu sungguh membuat siapa pun pasti akan merinding. Begitu juga dia yang telah membuat Rachel terlibat kecelakaan.     

Di rumah sakit.     

Baru saja dokter keluar dari ruang rawat Rachel. Delon hanya bisa terduduk lemas kembali di sisi tubuh istrinya yang terbaring dengan perban di seluruh wajah dan kedua lengan tangannya.     

Linangan air mata tak sanggup lagi Delon tahan hingga detik ini. Meski berkali-kali seluruh orang menenangkan dirinya tapi tetap saja, rasa sedih itu tak bisa ia hindari.     

"Rachel koma, Ma ... harusnya aku saja yang berada di sana. Kenapa harus istriku? Lalu bagaimana Nathan dan Nefa memahami ini semua?" ujar lirih Delon, kedua tangan itu menangkup wajah tampannya yang sudah tak bisa terkontrol lagi untuk mengutarakan rasa kesedihannya.     

Seluruh orang di sana. Terkecuali Nino yang harus mendapatkan waktu istirahat untuk memulihkan seluruh luka yang diberikan Delon padanya.     

Martha memberi kecupan hangat pada pucuk kepala menantunya yang dulu sering ia lakukan pada Delon saat pemuda itu bersedih karena Rachel kecil sakit tak bisa melakukan apa pun.     

"Boy, tenanglah. Semoga saja Rachel akan segera sadar. Kita hanya perlu banyak berdoa. Apa kau sudah menangkap orang yang membuat Rachel seperti ini?" tanya menelisik Martha. Ia tidak terima dengan apa yang diterima putrinya.     

Wanita paruh baya itu ingin orang yang sudah membuat putrinya terbaring kesakitan di atas brankar harus mendapatkan luka yang setimpal.     

"Dia kabur, Ma. Anak buah Delon dan papa sudah menyebar ke seluruh tempat di kota ini. Dia pasti hanya bisa berlari di beberapa tempat di sekitar tempat lokasi kecelakaan Rachel," sahut Jeno cepat sebelum menantunya menjawab.     

Anak buahnyalah yang mengambil alih untuk mengamankan orang tersebut. Tapi apadaya, laki-laki itu ternyata membuat seluruh anak buahnya jatuh pingsan.     

Martha menggeram merasakan kekesalan dal hatinya. Ia benar-benar tidak rela jika putrinya kesakitan dan lelaki itu bersenang-senang dengan uang pemberian seseorang di balik ini semua.     

"Mama tidak mau tahu! Dia harus ditemukan bagaimana pun caranya. Mama akan menampar ribuan kali untuk membuat pipi itu kesakitan!" tungkas Martha.     

Jeno menghela napas panjang mendengar perkataan istrinya. Martha benar-benar membuatnya selalu terkejut dengan apa yang dia katakan. Setelah menampar pasti riwayat lelaki itu tak akan selesai sampai di sana.     

Delon masih menamatkan kedua mata sembabnya ke arah wajah Rachel yang hanya terlihat kedua kelopak mata saja.     

'Sayang, apa yang kamu rasakan sekarang? Apa kamu merasa sakit? Kamu dengar aku 'kan? Rasa sakit yang kurasa saat ini tak akan senanding dengan luka yang kamu rasakan pasti. Aku akan di sini sampai kamu tersadar,' batin Delon sembari menyeka kasar kedua rahang tegasnya yang selalu basah.     

Jeno dan Martha saling pandang. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi memberi ketenangan untuk Delon. Sudah terlqlu banyak luka yang pemuda itu rasakan. Dan sekarang luka itu tertoreh kembali.     

Tidak lama ketukan pintu menyadarkan kedua pasangan suami istri itu untuk berbalik badan. Sekarang kedua mata mereka tertuju pada sosok lelaki yang berada di ambang pintu sembari memberi lambaian tangan, mengkode untuk mereka berdua keluar.     

Jeno dan Martha pun menurut untuk keluar. Martha melingkarkan tangan tuanya di lengan tangan Jeno sembari kedua langkah kaki mereka mengayun ke arah ambang pintu tersebut     

"Om ... Tante, saya sudah mendapatkan beberapa tanda keberadaan dia."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.