HE ISN'T MYBROTHER

Kedatangan Dinu dan Marina



Kedatangan Dinu dan Marina

0"Lo gilaa?! Lo mau bunuh kita di sini?" Regan berseru tak percaya melihat Max yang seakan begitu mudah mengacungkan senjata.     

Max mengendikkan satu bahu kekarnya dengan mata memicing ke arah bidikkan lelaki itu. Bahkan Pistol berlaras pendek itu telah siap diluncurkan dengan sekali menarik pelatuk.     

"KALIAN AKAN SEGERA MATI! HAHAHA! BYEEE!" ucap Max dengan suara besarnya memenuhi ruang kamar tersebut.     

Regan dan Nino masih tak percaya dengan penghianatan yang dilakukan Max pada mereka berdua.     

DORRR!     

Max menirukan suara tembakan dengan mulutnya sembari menari-nari di tempat saat mendapati adik dan kakak di depannya sedang ketakutan sembari melindungi kepala mereka dengan punggung tangan.     

Nino membuka satu mata saat mendapati telinganya mendengar suara cekikkan begitu nyaring di telinga.     

Dan saat manik mata Nino menangkap Max sedang melakukan sebuah gerakkan di sana, ia pun Segeran memukul bahu lelaki yang masih ketakutan.     

Bugh!     

"Lihat, di depan Lo!" kata Nino yang membuat Regan membuka seluruh tangannya. Dan betapa terkejutnya Regan mendapati Max tertwwa terbahak.     

"Ini senjata mainan. Nggak ada peluru sama sekali. Terkadang pemimpin juga harus pintar mombodohi lawan. Tidak hanya tentang senjata asli terus. Hahaha!"     

"Bagaimana, kalian sudah ingin kencing di celana? Aku akan segera panggilkan Suter untuk segera menggantikan celan kalian." Lanjut Max yang akan segera mengayun langkah pergi dari ruangan Nino.     

Belum juga langakahnya sampai di depan gagang pintu. Mendadak lehernya sudah ditarik ke belakang oleh tangan lengan seseorang.     

"Aduuhhh... gilaa kau! Aku bisa gagal hidup kalau begini. Lepasin!" Lelaki bertubuh kekar itu masih saja berusaha untuk memberontak. Tapi, belum juga ia mengeluarkan perlawanan balik. Lelaki berkaca mata itu sudah lebih dulu membanting tubuhnya kembali di atas sofa.     

Regan berkacal pinggang menatap tajam kearah saudara tersebut. Ia dan Nino sudah ketakutan sejak tadi karena mereka memang tidak mempersiapkan senjata sama sekali.     

Sedangkan jika melihat riwayat Max yang pernah bekerja sama, mereka juga tidak pernah sepenuhnya menaruh kepercayaan pada Max sepenuhnya. Ia takut adegan yang baru saja membuat mereka lihat benar terjadi.     

"Lo benar-benar bikin gue jantungan. Lo jangan pernah lagi bercanda. Kita dalam kondisi darurat. Kita harus mendapatkan perempuan bertopeng itu dan beberapa senjatmu," ucap tegas Aster yang hanya diangguki Max merasa bersalah.     

Di sisi lain Delon masih tidak berkutik untuk tidak menatap wajah Alisha meski terbungkus dengan perban. Ia tak ingin sampai tak menyadari jika Istrinya bangun.     

"Chel, Nathan dan Nefa masih sangat membutuhkanmu, Sayang. Mereka tak akan bisa tidur jika tidak digendong olehmu," ucap Lelaki tampan itu yang masih berusaha untuk menyadarkan alam sadar Rachel di sana.     

Bahu kekar Delon bergetar kembali. Ia tak kuasa melihat tubuh itu tak juga tersadar. Bahkan dokter sudah mengatakan jika Rachel tidak akan bisa sadar dari koma dalam waktu dekat karena benturan keras dan serpihan kaca yang melukai kulit wajah.     

"Seharusnya aku tidak tidur, Sayang. Seharusnya aku mengantarkanmu. Maafkan aku, Chel. Maafkan aku," ujarnya lagi dengan nada sendu.     

Sesil dan Tio hanya bisa saling pandang saat masih mendudukkan tubuh di sofa. Sedangkan Tio masih duduk di atas kursi roda.     

"Andai kita masih memiliki Jenny di sini akan sangat menyenangkan bisa saling menyuatkan," gumam Tio lirih. Dan hal itu terdengar jelas di telinga Sesil.     

"Sudahlah jangan pernah membahas hal itu lagi, Pa. Dia yang memilih meninggalkan kita. Jadi, tak perl—" Kalimat Sesil terputus. Saat mendapati kepalanya berputar pada suara pintu kamar terbuka.     

Sesil dan Tio begitu terkejut mendapati ada tiga orang yang berada di ambang pintu.     

"Delon ..." panggil lirih lelaki paruh baya yang perlahan mengayun langkah ke arah punggung kekar yang terdusuk dengan sedikit membungkuk di sana.     

Delon masih belum menyadari kedatangan seseorang tersebut. Ia masih terfokus dengan tubuh istrinya. Seakan mengharapkan keajaiban datang pada Rachel untuk terakhir kalinya.     

Doa yang sama terus saja terlontar dari mulut atau bahkan dari dalam hatinya. Delon merindukan istrinya yang sering tertawa lepas.     

"Delon," panggilannya sekali lagi. Dan sentuhan hangat itu pada bahu kekar lelaki kekar itu membuatnya memutar kepala sembari menyeka air di kedua rahang tegasnya.     

Lelaki tampan itu melepaskan tatapan terkejutnya berganti dengan tatapan datar. Tangannya begitu saja menepis tangan tua berlapis kulit keriput tersebut dari bahunya.     

"Ada apa?" tanya dingin Delon yang kembali memutar kepala ke arah istrinya.     

"Papa dan mama, serta adikmu ingin menengok keadaan Rachel. Apa dia sudah membaik?" tanyanya kembali dengan nada cemas. Namun, Delon hanya membalas dengan berdecak dengan seringai tajam tertarik di sudut bibir.     

"Jangan panggil dirimu sebagai orang tuaku. Aku jijik mendengarnya. Bisakah kalian pergi saja? Aku tidak ingin berdebat di sini," tandas lelaki kekar itu masih dengan posisi semula.     

Marina sudah beranjak dari tempatnya untuk menyusul suaminya yang nampak begitu sedih dengan perkataan Delon.     

"Sayang, tidak apa-apa."     

"Delon, mama hanya ingin memberikan doa yang tukus kepada kalian. Meski kau masih marah pada mama dan papa. Mama harap kamu bisa lebih dewasa," sambungnya seraya mengusap bahu Dinu dengan lembut.     

Delon tak peduli dengan drama yang mereka tampilkan saat ini. Ia juga tidak menginginkan kehadiran Dinu sama sekali. Dirinya ingin sekali mengusir keluarga busuk itu dari ruang rawat istrinya. Tapi, untukelihat wajah mereka saja Delon sudah merasa mual.     

"Apa yang kamu maksud dengan dewasa sedikit?" Suara asing yang tiba-tiba masuk itu membuat Marina menoleh begitu pun dengan Ryan dan suaminya.     

"Apa? Apa ada yang salah dengan ucapanku? Perbuatan Delon sungguh tidak mencerminkan umurnya untuk menghormati ayah kandungnya sendiri. Maka jelas aku mengatakan hal tersebut bukan?" timpalnya tak mau disalahkan.     

Marina begitu jengah dengan berbagai penolakan yang dilakukan anak tirinya pada seluruh keluarganya. Pengumuman pada publik itu juga sudah cukup lama kenapa masih saja dipermasalahkan?     

"Dia bukan anakmu. Sekali pun mulutmu itu mengatakan 'Delon adalah anak tiriku' nyatanya dalam hati dan pikiranmu, hanya anakmu itu yang selalu kau perhatikan. Apa benar Dinu?" Sesil melempar pertanyaan ke arah lelaki paruh baya yang sedang menatap lekat ke arah bola mata hitam indah Sesil.     

Dinu terdiam di tempat. Lelaki paruh baya itu tidak bisa mengatakan apa pun. Sedangkan wanita yang berada di samping Dinu sudah menggeram kuat. Mendapati pertanyaan itu sepertinya dapat mempengaruhi suaminya jika tidak cepat ia menangani kekacauan ini.     

"Jangan mengatakan hal itu. Aku selalu memberikan kasih sayangku sama rata dengan Ryan maupun Delon. Tapi, memang caraku menyampaikan berbeda," tanggap Marina sembari tersenyum samar.     

Sesil melipat kedua tangan mendengar apa yang dikatakan Marina sembari terkekeh. Jawaban yang menurutnya sangat menggelikan.     

"Coba kalian lakukan katakan kembali kepada semua media jika Delon adalah anak kandung dari seorang Tuan Dinu yang terhormat. Dan mengembalikan apa yang telah menjadi miliknya. Bagaimana? Bisa?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.