HE ISN'T MYBROTHER

Teka-Teki Perempuan Bertopeng



Teka-Teki Perempuan Bertopeng

0"Katakan apa yang kau ketahui. Om ingin sekali membunuhnya di tempat." Jeno berapi-api saat melndengar laporan yang baru ia dengar dari mulut lelaki berkaca mata bening itu.     

"Tante juga ikut. Tante ingin membunuh lelaki itu!" tambah Martha yang ikut merasa hatinya terbakar oleh ingatan beberapa luka yang diderita Rachel.     

Regan melirik ke arah Max yang berada di sampingnya. Max mengangguk untum memberi kode kepada Regan untuk mengatakannya.     

"Kami tidak melihat keberadaan Antoni. Tapi, ada seseorang di balik jaket hitam yang berlari dari sebuah rumah tua di pinggiran kota ..."     

"Dan salah satu anak buah yang berada di sana adalah orang yang membuat Rachel hampir terbunuh," jelas Regan dengan hati-hati. Ia takut jika kedua orang paruh baya itu akan beraksi lebih saat mendengar berita yang akan ia sampaikan lagi.     

Jeno mengangguk, lalu majukan dagu tuanya untuk meminta penjelasan kembali. Meski bibirnya tidak mengatakan apa pun.     

"Dia memakai topeng. Kami kesulitan menangkapnya. Dan sialnya, dia menembak lelaki itu untuk menghilangkan jejak. Menurut saya itu seorang perempuan. Tetapi, sejauh ini tidak ada musuh Delon seorang perempuan," tambah Regan kembali sesuai dengan perintah Jeno.     

Dan hal tak terduga terjadi. Martha jatuh pingsan di atas lantai. Jeno membulatkan kedua mata melihat istrinya yang sudah tidak sadarkan diri.     

"Mamaa!" teriak Jeno yang langsung mempong istrinya, berlari menemui salah satu suster. Regan dan Max juga ikut di belakang Jeno untuk memastikan mereka berdua baik-baik saja.     

Salah satu suster terkejut saat tubuhnya didorong oleh sesutu dari belakang saat dirinya telah selesai memantau keadaan pasien di salah satu ruangan.     

"Ada apa, Pak?" tanyanya gusar melihat wanita paruh baya yaang berada digendongan Jeno terlihat begitu lemas.     

"Pingsan, Sus. Tolong beri pertolongan kepada istri saya," kata Jeno dengan suara bergetarnya.     

Suster tersebut mengangguk cepat tangannya menguluru ke udara untuk memanggil kawannya yang sedang membawa kursi roda kosong menuju ke arah mereka dengan mendorong cepat.     

"Letakkan istri Anda di sini, Pak. Biarkan rekan saya membawa ke ruang rawat. Anda bisa menanganinya," kata sang Suster yang diangguki cepat Jeno.     

Suster itu mengkode rekan kerja lelakinya untuk segera mondorong, dan ikuti Jeno di belakangnya.     

Regan dan Max hanya bisa menungggu di luar ruang rawat. Inilah yang dihindari Regan untuk tidak memberitahu keadaan yang sebenarnya. Sekarang mereka sudah tidak memiliki bukti te yang keberadaan perempuan di balik topeng tersebut.     

"Ini gimana, Re? Aku nggak ikut-ikut kalau jantung tante Martha keluar dari tempat," ucap Max seraya menjauhkan jarak di antara mereka berdua. Sehingga sekarang jarak di antara Regan dan Max begitu jauh.     

Regan berdecak menadapati perbuatan bodoh yang dilakukan Max. Wajahnya saja yang seperti palyboy profesional. Tapi, otaknya seperti jauh dari itu.     

"Ke sini Lo!" Lelaki berkaca mata bening itu mengayun langkah ke arah Max. Lalu, menariknya begitu saja hingga sampai kedua berdampingan kembali.     

"Gue nggak doyan sama Lo! Jijik gue!" tandas Max sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada kekarnya.     

Dan hal tersebut cukup mengundang beberapa suster untuk melihat adegan mereka yang seperti sepasang kekasih sedang merajuk satu sama lain.     

Para pengunjung rumah sakit tersebut menutup mulut untuk tidak tertawa saat lewat di depan Regan dan Max. Namun salah satu dari pengunjung ada yang berani mengungkapkan perilaku yang sedang diperankan Max.     

"Mas, badannya macho banget. Tapi, kok melehoy juga."     

Regan tertawa terbahak saat mendengar satu kalimat itu yang cukup mengubah keadaan mencekam ini menjadi lebih menyegarkan pikirannya.     

"Siaalan kau! Apa mbak mau lihat belalai panjangku haah?" seru Max tak terima.     

Max yang merasa sudah menakhlukkan berbagai jenis wanita di berbagai penjuru Eropa, kini integritasnya terasa diinjak-injak.     

"Makanya nggak usah terlalu sok! Yok, sekarang ikut guee. Gue mau lihat kondisi adik gue masih bernyawa atau nggak." Regan langsung menarik kerah baju Max dari belakang untuk mengikutinya dengan berjalan terbalik.     

Max berusaha memberontak dari tarikan lelaki berkaca mata itu. Tapi, ia baru menyadari jika ternyata Regan jauh lebih kuat dari tubuh itu.     

Aktivitas itu tidak bertahan lama. Regan akhirnya melepaskan Max dan berjalan normal. Ia tidak suka ditatap penuh arti oleh beberapa orang yang melintasi dirinya dan Max. Hingga sampai di ruang rawat Nino.     

BRAK!     

MALING!     

Regan mendobrak begitu saja pintu ruangan Nino hingga orang yang berada di sana begitu terbelalak atas kedaangam kedua lelaki tampan itu.     

"Lo berdua kenapa ke sini? Gue nggak bilang gue ada di sini," seloroh Nino yang kesal dengan kedatangan kakaknya yang hampir membuat tubuhnya terjatuh dari atas brankar.     

Max membuang tubuhnya di atas atas sofa kecil yang berhadapan dengan brangkar Nino. Sedangkan Regan sudah duduk di kursi di samping Nino.     

"Gue Kakak Lo! Jelas gue tahu Lo di mana. Apa Lo mau istri Lo tahu?" tawar Regan yang langsung dilempar bantal oleh Nino ke arah wajah yang teralingi kaca mata bening itu.     

Bhugh!     

Wajah Regan terlempar begitu saja oleh pemberian Nino.     

"Adik nggak tahu diri memang lo! Udah untung gue mau berbaik hati ngasih pulsa gue buat nelpon istri Lo. Gue nggak akan nanggung kalau gara-gara muka Lo yang kayak korban operasi itu bikin Monica berpaling ke Max," goda Regan sekali lagi membuat Nino hanya membalas dengan berdecak kesal.     

Lelaki berkaca mata bening itu mulai bersikap serius kali ini. Menurutnya sikap jahilnya sudah cukup untuk mencairkan suasana hari ini.     

"Dia udah mati."     

Nino menoleh ke arah Kakaknya saat mendengar kalimat itu. "Apa Antoni?"     

Regan menggeleng. "Gue juga belum benar-benar mastiin. Dia bisa mengendalikan senjata. Bahkan perluru yang ditembakkan di kepala orang itu tepat sasaran ..."     

"Sedangkan Antoni terkadang ceroboh. Bentuk tubuhnya juga mengarah pada seorang perempuan. Nggak mungkin Anin kan?" sahut Regan mengangkat kepala ke arah Nino yang juga sedaritadi menatap lelaki berkaca mata tersebut.     

"Kalau satunya!" sahut Max yang membuat adik dan kakak itu langsung memandang ke arah pusat suara.     

Max yang ditatap pun mengendikkan bahu. "Aku nggak kenal siapa kembaran si Anin itu. Tapi, menurutku kalian perlu waspada. Karena kita juga nggak tahu di mana dia sekarang. Bahkan saudara kembarannya saja nggak tahu. Benar bukan?" Lelaki itu menjelaskan praduganya dengan panjang lebar.     

Regan dan Nino masih mendengarkan dengan apa yang menjadi dugaan Max.     

"Tapi, apa mungkin? Menurut Delon Anita adalah perempuan lemah lembut. Bagaimana bisa dia bisa ahli dalam senjata? Lalu untuk apa dia datang ke Indonesia?" ujar Regan masih merasa begitu bingung dengan teka-teki yang sedang mereka hadapi.     

Max mulai bangkit dari duduknya sembari mengayun langkah ke arah mereka berdua. Tangannya terulur ke belakang punggung. Lalu, mengambil dan mengarahkan ke arah kepala Regan dengan tatapan memicing.     

"Aku selalu menyiapkan ini ... apa kalian juga menyadarinya?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.