HE ISN'T MYBROTHER

Anita dan Persembunyiannya



Anita dan Persembunyiannya

0"Tato? Gue nggak lihat. Emang ada tato?" Regan bertanya dengan nada serius. Ia benar-benar tidak melihat gambaran itu di tubuh lelaki itu.     

Max mengangguk. Ia yang ikut dalam penyergapan lelaki itu tidak sengaja melihat tato tersebut dari sobekkan pakaian hitamnya.     

"Tato apa? Maksud gue bentuknya kayak apa?" sambung lelaki berkaca mata itu dengan rasa ingin tahu.     

Belum juga mulut Max bergerak untuk menjawab pertanyaan Regan. Suara sepantu pantofel bergerak semakin dekat ke arah mereka. Sehingga membuat kedua lelaki itu memutar kepala.     

"Tato? Apa itu clue dari mereka? Beberapa kelompok menandai para anak buahnya dengan tanda di salah satu bagian tubuh mereka. Dan mungkin apa yang dilihat Max adalah tanda mereka ..."     

"Katakan seperti apa." Lanjut Delon yang sudah meletakkan pantatnya menyentuh empuknya badan sofa di samping tubuh Regan meski ada jarak di antara keduanya.     

Max mengerjapkan mata untuk memudarkan keterkejutannya atas kedatangan Delon.     

"Rekaman yang kau lihat itu memang asli dari Antoni. Tapi, aku juga tidak bisa mempercayai lelaki itu setelah senjataku dicuri. Dan tato yang kulihat adalah kupu-kupu berwarna ungu," jelas Max.     

Delon dan Regan menaikkan satu alisn mendengar informasi tersebut. Mereka memang tidak pernah melihat tato semacam itu dari beberapa kelompok yang pernah mereka temui.     

"Ada yang aneh lagi. Tato kupu-kupu biru ungu itu ada lapisan merah di setiap lekuk sayapnya," tambah Max sembari mengusap dagu untuk memaknai semua hal yang telah ia lihat.     

Delon ikut menjadi penasaran dengan tato itu. Ia juga tidak merasa aneh dengan bentuk yang telah disebutkan Max. Apa ia benar pernah bertemu dengan ketua dari kelompok tersebut yang memiliki dendam bisnis padanya?     

"Apa mayat lelaki itu masih ada?" tanya Delon yang dijawab dengan anggukkan Regan.     

"Anak buah kita masih belum membuang mayat itu. Gue sudah berjaga-jaga kalau ada yang bisa diteliti dari mayatnya." Lanjut Regan.     

Delon merogoh ponselnya yang berada di saku celananya. Ia tiba-tiba mengingat sebuah pesan yang membuat jiwa iblisnya bergairah.     

Lelaki itu meletakkan ponselnya di atas meja kaca kotak kecil di depan mereka. Dan seketika membuat Regan dan Max mengarahkan pandangan ke arah benda pipih tersebut.     

"Apa?" Regan mengambilnya. Kedua mata itu terbuka lebar diikuti Max juga ikut penasaran. Mereka berdua membaca pesan yang dikirimkan oleh nomor yang tidak dikenal.     

"Dia pasti sepintar Antoni sampai bisa mendapatkan nomor Delon kan?" Max menyahut dengan pengalaman yang telah ia dapatkan saat menghadapi seorang Antoni.     

Regan masih diam ia mengutak-atik nomor itu sesuai dengan keahlian dalam menyadap sebuah nomor. Kedua mata yang teraling kaca bening itu masih dengan fokus mengamati ribuan angka yang memenuhi pantulan kaca mata beningnya.     

Sedangkan Delon selalu tidak pernah ambil pusing dengan mereka. Jika melihat keahlian Regan dan Nino cukup membuat dirinya sedikit puas.     

"Dia ada di ...." Regan menjeda kalimatnya saat jemarinya masih berkutat pada ponsel Delon. Sesekali lelaki itu membenarkan kaca matanya yang turun. "In-do ... Indonesia. Dia di negara ini," sambung lelaki berkaca mata itu yang sontak membuat Delon dan Max kembali mencodong tubuh mereka.     

"Berarti dia adalah wanita bertopeng itu. Pengirim pesan ini kemungkinan memang dia," tambah Regan penuh dengan keyakinan tinggi sesuai bukti yang berada di ingatannya.     

Max mengambil paksa benda pipih yang berada di tangan Regan. "Cari tahu tentang Anin dan kembarannya. Siapa tahu di antara mereka. Atau bisa keduanya."     

Sedangkan di sisi lain. Seorang wanita sedang berjalan terseok-seok di sebuah hutan. Tangannya sesekali menyentuh kaki kanannya untuk diseret mengikuti arah tubuhnya pergi.     

"Udah sejauh ini masih saja mereka mengikuti aku padahal aku sudah menghindar hingga ke luar kota. Benar-benar kekuatan Delon membuatku kehilangan tenaga. Apalagi, peluruh bodoh itu! Shit!" umpatnya saat merasakan kakinya yang tertembak peluru dari anak buah Delon semakin terasa sakit saja diajak untuk berlari lebih jauh lagi.     

Anin membutuhkan istirahat untuk memulihkan seluruh tenaganya. Setelah itu ia bisa kembali ke kota di mana Delon berada.     

"Heei, kau jangan lari! Di mana pun kau berada, kau tidak akan pernah bisa lari dari kami!" teriakan itu membuat tubuh Anin yang sudah mulai melemas langsung memutar kepala mencari tempat persembunyian.     

Anin menyeret kembali kakinya dengan susah apaya tiga langkah dari tempatnya berada . Di sana ada sebuah pohon besar yang sepertinya cukup untuk menyembunyikan tubuhnya untuk sementara waktu.     

Wanita itu menutup mulut untuk tidak mengeluarkan napas terengahnya yang dapat membuat para anak buah Delon mengetahui keberadaannya.     

Sepuluh orang sedang berkumpul dalam satu tempat. Sedangkan yang lainnya menyebar di dalam hutan tersebut. Meski malam, mereka tidak pernah terkendala dengan berbagai penerangan yang kelompok mereka punyai.     

"Sekarang dia benar-benar hilang."     

"Bagaimana ini? Kita harus mendapatkannya atau boss akan marah pada kita."     

"Sesuai dengan pemburuan kita dulu. Lakukan saja rencana B."     

Mereka saling bersaut untuk mengurangi kegelisahan kehilangan target mereka. Namun, hal ini sudah biasa mereka jalani. Kegagalan lebih dulu untuk mendapatkan kemenangan.     

"Planning B?" Ulang salah dari mereka yang diangguki salah satu dari mereka yang lain juga.     

"Kau bukannya sudah biasa ikut dalam misi boss Delon? Begini saja tidak tidak tahu," cetus yang lain dengan nada mengejek.     

Anin meluruskan tubuhnya dengan kedua tangan memegang tubuh pohon besar. Tubuhnya sebenarnya tidak bisa bertahan lama untuk tetap berdiri. Tapi, jika ia duduk darah dari kakinya akan terkena senter dari tangan salah satu dari mereka.     

Wanita itu memejam kelopak matanya berat. Sesekali ia membuka mata semabri melongok ke arah sepuluh lelaki yang berada di sana.     

"Cepat pergi sialan. Kau ingin melihat permainan ini berakhir? Dan balas dendamku sia-sia? Ck, jangan bermimpi. Anin pun tak akan bisa menghalangiku. Apalagi kalian!" ucap Anita dengan seringai tajam di bibirnya. "Setelah itu baru kuhancurkan Antoni." Lanjutnya.     

Dan benar, kesepuluh anak buah Delon yang sekarang berada di sana telah pergi dengan tangan kosong tanpa mendapatkan apa pun.     

Anita yang melihat pergerakkan mereka telah memudar. Akhirnya jemarinya menekan tombol di sisi samping jam tangannya. Hanya benda itu yang dapat membantu Anita sekarang. Ia tidak mempunyai pilihan. Sinyal dari ponselnya juga tiba-tiba menghilang.     

"Kalian jemput aku. Lokasinya sudah aku nyalakan, cek di ponsel kalian," perintah Anita yang langsung matikan jam tangannya. Benda dengan sinyal kuat seperti miliknya akan dengan cepat mereka lacak.     

Wanita itu melorotkan tubhnya di tubuh besar pohon tersebut. Ia kehilangan darah begitu banyak hanya karena tembakan yang sering ia terima. Tangannya menarik topeng hitam yang menutupi wajahnya dengan tiga berlian menghiasi di sudut mata. Ditariknya hingga sampai di atas kepala.     

"Jangan sampai aku mati di sini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.