HE ISN'T MYBROTHER

Kembali Ke Rumah Sakit



Kembali Ke Rumah Sakit

0Delon melangkah pasti ke arah kamar rawat istrinya. Melewati beberapa pengunjung rumah sakit yang masih beberapa terjaga. Di depan kamar rawat Rachel ia juga melihat Regan dan Max yang tiba-tiba berdiri dari duduk mereka.     

"Boss! Kami sudah menyuruh om dan tante pulang." Regan berkata dengan penuh hormat.     

Delon mengangguk. "Bagaimana keadaan Nino?" tanyanya. "Apa tubuhnya memang selemah itu sampai tidak mau melawanku."     

Regan yang mendengar pertanyaan Delon langsung menoleh ke arah Max yang hampir membuat tubuh Nino benar-benar lemah tak berdaya.     

"Begitulah, Boss. Dia sudah membaik. Mungkin besok sudah bisa pulang," jawab Regan kembali.     

"Hanya luka memar seharusnya nggak usah lebay. Gitu aja pakai dirawat segala," sahut Max dengan nada remeh.     

Bugh!     

Pukulan keras berhasil mendarat pada perut kekarnya. Kening tegas itu berkerut tebal menahan kesakitan yang sulit ia katakan.     

"Enak?" tanya lelaki berkaca mata itu yang terkekeh melihat tubuh Max yang lebih besar darinya meringkuk.     

Delon mengebaskan kepalan tangannya. Lalu, meletakkan tangan itu pada bahu kekar Max. "Lain kali olag raga yang benar. Atau kondisimu tak akan jauh beda dengan Nino."     

Max memutar kepala memandang punggung kekar Delon yang terlihat begitu menyeramkan. Pantas saja seorang Antoni tak sanggup merobohkannya.     

"Kau manusia atau jelmaan raja iblis, hah?" seloroh Max yang masih merasakan sakit dibagian perut. Ia sampai tidak bisa meluruskan tubuh karena otot perutnya juga terasa kram di sana.     

"Tepat! Dia itu seperti itu. Ayo masuk! Gue mau tidur, ngantuk. Seharusnya gue bisa meluk Sellyn. Memang sialan wanita bertopeng itu," tandas Regan sembari melenggang bebas melewati tubuh Max yang masih terdiam di tempat.     

"Tunggu aku—" teriak Max yang langsung menutup mulut karena melihat beberapa pengunjung melototi dirinya.     

Lelaki itu hanya tersenyum bersalah membalas mereka yang terlihat kesal padanya. Dan dengan cepat gerakkan kakinya membawa dirinya menyusul Redan dan Delon di dalam sana.     

Delon sudah berdiri di samping Rachel. Ia melihat istrinya masih saja dalam keadaan terpujur lemas. Kedua kelopak mata yang sering ia beri kecupan setiap pagi masih juga tertutup erat.     

Lelaki itu mengulas senyum simpul penuh lukanya. Ia bersyukur masih bisa diberi kesempatan bersama dengan Rachel meski tubuh perempuan itu masih saja tidak memberi respon apa pun.     

Delon mencodongkan tubuh ke arah telinga Rachel. Bibir tebal itu masih saja mengukir senyum simpul tepat berada di depan telinga istrinya.     

"Sayang, aku kembali. Di sini sudah jam dua belas malam. Apa kamu merasa udara terasa sedikit dingin? Tenang saja Aku akan menghangatkanmu. Menggunakan selimut di sini, Sayang. Tenang aku tahu tempat kok." Delon terkekeh mendengar perkataannya yang sering diberi cubitan Rachel.     

Sekarang, ia hanya bisa kembali berlinangan air mata dengan senyum simpul bergetar yang masih ia tahan sekuat tenaga.     

"Kamu pasti penasaran bagaiaman Nathan dan Nefa tidur malam ini bukan? Kedua anakmu benar-benar membuat seluruh orang di rumah pusing. Mereka menangis, menginginkan kamu yang menggendong mereka, Sayang. Mereka sama denganmu dulu. Aku baru saja bisa menidurkan kedua anak kita. Mereka terlihat menggemaskan dengan iler yang selalu tak bisa lepas dari wajah Nathan. Apa kamu juga tertawa di sana? Aku sampai tidak bisa menahan, hingga perutku sakit." Lanjut Delon bercerita panjang lebar tentang apa yang terjadi pada kedua anak mereka.     

Delon menutup mulutnya dengan erat. Kedua bola mata hitamnya sudah berubah menjadi memerah berkaca-kaca. Ia tak sanggup untuk tidak terisak.     

'Maafkan aku menangis, Sayang. Aku tidak sekuat dirimu,' batin Delon mencoba mengambil napas dalam untuk menormalkan emosinya.     

Sedangkan Regan dan Max hanya bisa menatap dari sofa yang berhadapan langsung dengan brankar Rachel. Tempat yang sempat ditempati Sesil dan Martha.     

Delon kembali menggerakkan kepala untuk memberikan kecupan selamat malam untuk Rachel. "Selamat malam Istriku," ucapnya dengan nada bergetar.     

Bibir tebal itu menyentuh perban putih bersih. Sedangkan tetesan linangan kesedihan lelaki tampan itu masih saja tidak bisa dihentikan.     

Delon menatap lekat wajah istrinya. Lelaki itu membulatkan mata saat melihat genangan air mata mengalir dari sudut mata Rachel.     

"Sayang kamu jangan menangis." Delon menyeka lembut sudut mata basah Rachel. "Semua dalam keadaan baik-baik saja. Kami menunggumu. Pulanglah, Nathan dan Nefa ingin bermain dengan mamanya," sambungnya dengan nada tercekat.     

Regan mengangkat kaca mata beningnya. Ia menyeka lelehan haru dengan ujung dasi kotak-kotak. Ia tidak pernah menyangka kisah Romeo dan Juliet juga dihadapi boss sekaligus sahabatnya. Ia sudah mendapat kabar dari Sellyn yang sedang menjaga kedua keponakannya.     

"Kau kenapa?" Max menyenggol lengan Regan saat mendapati hal aneh terjadi, terlihat di sudut mata.     

"Sedihlah. Lo nggak ngerasain gimana punya istri. Makanya nikah! Gue aja udah tobat, Lo justru malah masih tinggal di jalan tanpa ujung," sahut lelaki berkaca mata itu dengan kesal. Ia benar-benar sedih, tapi Max justru terlihat begitu tak berpengaruh.     

Max mengendikkan kedua bahu kekarnya. "Kalau Antoni sudah mengembalikan senjata-senjataku. Aku baru bisa memikirkan hal itu. Aku bisa kaya dengan menjual mereka. Tidak hanya satu wanita ... lima wanita pun aku sanggup menikahi." Max berucap dengan angkuh. Kekayaan lelaki kekar itu memang tidak bisa dianggap remeh.     

Regan menoleh, menatap Max dengan berdecak.     

Sebenarnya tidak menunggu senjata dari Antoni pun, Max bisa mendapatkan kelima wanita itu untuk menjadi istrinya. Namun entah kenapa senjata itu terlalu penting untuk Max, batin Regan.     

"Lo 'kan udah lihat tadi. Antoni nggak mau ngembaliin senjata Lo. Udahlah, ikhlasin aja," balas Regan malas.     

Max menggeleng tegas. Ia tidak akan semudah itu melepasakan senjata rakitannya sendiri. Bisa berbahaya jika disentuh oleh orang lain.     

Termasuk Antoni. Karena Max tidak tahu rencana Antoni yang sesungguhnya. Senjata Max sangata ampuh untuk menembak dari jarak jauh dengan sasaran tepat membidik objek.     

"Mulutmu bisa saja ditembak Antoni tanpa kau sadari. Jangan berpikiran semudah itu. Apa kau percaya sepenuhnya dengan perkataan lelaki itu?" todong Max yang merasa Antoni menyimpan kebohongan dari ucapannya tadi. Beruntung anak buah Delon bergerak cepat untuk memperoleh data Antoni yang telah berubah.     

Regan menggeleng. Ia pun juga tidak sebodoh itu untuk mempercayai apa yang dikatakan Anntoni. Beberapa kejujuran telah diubah menjadi kebohongan dan begitu juga sebaliknya.     

"Tenang aja. Senjata Lo akan segera kembali. Tapi, Lo masih hutang sama gue ... bantu tangkap wanita bertopeng itu." Regan menatap tajam Max. Ia sudah melakukan perjanjian ini dihadapan Delon. Tapi, dirinya juga ingin memastikan saudaranya benar-benar menamparku janji itu.     

"Buktikan dulu. Seorang Max tidak akan ingkar janji," sahut Max sembari mengambil gelas bening beiriskan air putih di sana. Ia meneguk setengah gelas. "Apa kau melihat tanda tato di tubuh lelaki yang menabrak mobil Rachel?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.