HE ISN'T MYBROTHER

Makanan Untuk Papa dari Nefa



Makanan Untuk Papa dari Nefa

0Martha pulang dengan tubuh lemas meski ia sudah bisa menemukan bagaimana putrinya akan segera bangun.     

Bahkan hanya beberapa pelayan rumah yang sempat ia jawab karena ketidak fokusan wanita paruh baya itu saat mengingat jawaban yang diberikan Delon padanya.     

Jeno yang baru saja menyelesaikan beberapa pekerjaan dengan Renar pun akhirnya menyerahkan sisanya pada asisten pribadinya yang baik hati. Selalu mengerti keadaannya di saat seperti ini.     

Lelaki paruh baya itu langsung menuruni anak tangga dengan langkah cepatnya. Rasa ingin tahunya lebih besar daripada kecepatan kakinya.     

"Maamaa! Sudah pulang?" tanya Jeno yang belum sampai anak tangga terakhir. Tapi, sudah berteriak tak sabar. Terkadang mulut tua Jeno selalu tidak sabar melihat wajah murung istrinya.     

Martha hanya memutar kepala, sedikit mengangkat kepala ke arah suaminya. Lalu, mengembalikan ke sisi semula. Ia menghela napas dalam.     

"Mama kenapa? Kurang makan?" Ulang Jeno yang sekarang berada di dekat tubuh istrinya belum terduduk.     

Tangan tua itu mengusap lembut kepala belakang Martha. Seakan ingin membagi kisah sedih itu padanya. Ia memang sudah berpikiran yang tidak-tidak tentang keadaan putrinya. Namun dengan cepat lelaki paruh baya itu singkirkan.     

"Rachel, Pa ...." Kalimat Martha sengaja dipotong. Ia menarik napas dalam kembali untuk memudarkan beban dalam hatinya. "Kemungkinan bisa cepat sadar," tambahnya dengan kalimat menggantung. Sehingga membuat Jeno menaikkan satu alisnya.     

"Bukannya dokter sudah bilang kalau Rachel memang akan sadar? Tapi, minimal sebulan," tanggap Jeno hanya mengetahui keadaan putrinya memang sedikit parah di benturan kepalanya.     

Bahkan dokter hanya bisa memprediksi kesadaran paling cepat Rachel.     

Martha mengambil gelas bening berisikan air bening hampir penuh. Wanita paruh baya itu menegak hingga tandas tak tersisa. Dan hal tersebut membuat Jeno membulatkan setengah mata.     

"Bukan begitu. Kemungkinan kalau Nathan dan Nefa datang pasti Rachel bisa cepat sadar. Tapi, Delon tidak setuju. Delon takut jika Nathan dan Nefa semakin tidak menerima dengan kondisi Rachel yang seperti ini. Dia taku—"     

"Apa yang dikatakan Delon memang benar, Ma. Ini baru hari ketiga Rachel dirawat. Jangan terlalu cepat membawa anak lima tahun ke rumah sakit ..."     

"Apalagi sampai melihat kondisi wajah Rachel yang diperban. Apa Mama pikir, mereka tidak akan takut?" sahut Jeno panjang lebar untuk menyadarkan sang istri yang terlalu bersemangat untuk bisa melihat senyum putrinya kembali.     

Martha terrdiam. Pandangan matanya masih tertunduk untuk memahami apa yang dikatakan suaminya.     

'Bukankah mereka sudah bersama dengan mama mereka beberapa tahun. Bahkan sejak lahir. Kenapa cucuku sampai tidak bisa mengenali mamanya sendiri meski wajah Ra hel terbungkus perban?' batin Martha bingung. Ia pun tak pernah mendapatkan peristiwa seperti ini.     

"Kenapa mereka harus takut? Bukankah mereka selalu bersama?"     

Jeno mengusap wajahnya kasar. Inilah yang tak disukai dari Martha. Sifat keras kepala sama dengan dirinya. Lelaki paruh baya itu mengambil kursi makan yang berada di sampingnya. Lalu menyeret hingga sampai di dekat Martha.     

"Astaga, Mama. Cucu kita masih bayi, Ma. Mereka hanya melihat wajah sempurna ibunya. Nggak tahu bagaimana kalau ditutup. Jangan buat keputusan yang salah." Lanjutnya berharap Martha paham.     

Anak seusia Nathan dan Nefa lehih mudah keakutan untuk melihat sesuatu yang berbeda di depan matanya.     

"Aku tidak tahu. Aku hanya ingin Rachel kembali ke kita. Aku tidak tega melihat cucu kita harus menangis terlebih dulu menunggu kedatangan Delon," sahut Martha menatap sendu ke arah Jeno.     

Jeno menghembuskan napas panjang. Ia meraih tangan tua istrinya lalu mengarahkan pada bibirnya. "Kita percayakan saja pada Delon. Dia tahu mana yang terbaik untuk putri kita."     

Sedangkan di sisi lain Delon sekarang sudah berada di rumah Regan lagi. Mami Sarahlah yang saat ini menggantikan Delon untuk menjaga Rachel di sana. Beruntung malam ini ia tidak menemukan Isak tangis yang memenuhi ruangan rumah besar ini.     

"Ke mana anak-anak gue?" tanya Delon pada Regan yang sedang bermesraan dengan Sellyn di depan tv.     

Lelaki berkaca mata itu langsung menunjuk ke arah kamar bermain. Pintu kamar itu terbuka lebar dengan dengan cahaya lampu yang begitu kentara hingga sampai di ambang pintu.     

"Di sana Pak Boss! Husstt!"     

"Jangan ganggu gue. Gue udah lama nganggurin permata hati gue," sambung Regan membuat wajah Sellyn memerah. Ia hanya ingin memberi keromantisan pada istrinya setelah pekerjaan yang mengharuskan Regan berhari-hari tinggal di luar rumah.     

"Lah, terserah. Gue nggak peduli," ucap malas Delon langsung beranjak ke arah pintu kamar tersebut. Ia sangat merindukan kedua malaikat hidupnya.     

Regan semakin tak peduli dengan balasan Delon. Ia sudah aman bisa berduaan dengan Sellyn. Ketika putrinya juga sedang bermain dengan Nathan dan Nefa.     

"Abang jangan gini. Nanti ketahuan anak-anak loh?" cegah Sellyn saat merasakan bibir basah suaminya di leher putihnya.     

"Dikit aja, Sayang. Mereka sedang main. Aku sudah lama nggak tidur bareng kamu. Lihat kamu semakin seksi aja," puji Regan semakin memancing gairah Sellyn dengan berbagai sentuhan tangannya.     

Sellyn menggeliat saat Regan sudah berhasil melepaskan kaitan branya dari dalam baju tidurnya. "Kamu hanya pergi lima hari, Abang. Dari mananya aku seksi?" tanya Sellyn terkekeh geli merasakan sentuhan jemari Regan memainkan pucuk sensitifnya.     

Regan memejamkan mata merasakan senjatanya sudah semakin mengeras. Ini adalah rekor dirinya bisa menahan sampai lima hari tidak menyentuh Sellyn karena pencariannya tentang wanita bertopeng itu.     

Sellyn menggeram dengan napas tercekat saat tangan lelaki yang berada di belakangnya telah sampai dibagian intinya.     

"Ab-ang, stop! Jangan," lirih Sellyn dengan leher yang sudah menegang. Tangannya memegang laju tangan lelaki berkaca mata tersebut.     

Regan menggeleng. Ia semakin memacu kecepatan jarinya. "Sampai kamu puas kita ke kamar. Aku ingin melihat wajah cantik istriku memerah. Aaagh... kamu sangat cantik, Sayang," tanggapnya saat merasaka remasan tangan Sellyn pada senjatanya sudah semakin mengeras.     

Di sisi lain Delon harus mendapati hubungannya dengan Nino sedikit merenggang karena amarahnya kemarin. Ia tidak harus memulai percakapan seperti apa dengan lelaki yang kini sedang bermain dengan putranya.     

"Papa mau makan? Tadi Nefa masak makanan. Apa Papa mau?" Gadis kecil itu berlari ke arah Delon dengan senyum sumringahnya.     

Delon memudarkan lamunannya, lalu mengecup kedua pipi gembul itu dengan gemas. "Sini, Papa makan. Sepertinta putri Papa memang pintar memasak," balas Delon yang lupa masakan apa yang dimaksud putrinya itu.     

Sedangkan Nathan dan Nino sudah mengulum tawa seraya mencuri lirik untuk melihat keterkejutan yang akan ditampilkan lelaki tampan itu yang duduk di pinggir ranjang.     

"Kita lihat ya, Om. Makanan enak Nefa," bisik Nathan dengan seringai kecilnya. Nino hanya cekikan ringan dibalik mainan besar yang kini berada di tangannya.     

"Papaaaa! Nefa dataang!" teriak Nefa yang sudah membawa nampan kecil berjalan dengan cepat ke arah Delon.     

Delon cemas saat melihat Nafa melangkah dengan langkah yang tak stabil. "Pelan-pelan, Sayaang!"     

Beruntung makanan itu telah siap di depan sang papa. "Taraaa! Ini buat Papa!"     

Delon meneguk ludah melihat sajian yang diberikan putrinya. Terlihat ada benda bergerak di bukittan yang disebut putrinya sebagai nasi.     

"Papa tidak bisa makan itu, Sayang. Karena ...."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.