HE ISN'T MYBROTHER

Ada Apa Lagi dengan Nino?



Ada Apa Lagi dengan Nino?

0Delon menarik tubuh istrinya ke dalam pelukan, memeluk erat. "Kamu bisa melakukan semuanya. Seperti dulu dan lebih manisnya, aku akan bersamamu," bisiknya.     

Rachel meremas kemeja sedikit robekan di beberapa bagian yang dipakai Delon Kareena diterkena ranting tumbuhan liar dihutan dan belum sempat untuk mengganti pakaian.     

Tidak berapa lama suara ketukan pintu kamar rawat Rachel membuat keduanya menguarkan pelukan.     

"Permisi, saya hanya ingin memeriksa bagaimana keadaan Nyonya Rachel."     

Suara itu membuat Delon dengan cepat berdiri tegap meninggalkan istrinya yang terduduk di senderan brankar. Lelaki tampan itu menyambut wanita paruh baya yang berbalut jubah putih dengan senyum ringan terlukis di sana.     

"Baik lakukanlah," jawab Delon dengan suara hormatnya.     

Rachel menarik napas dalam untuk menetralkan kesedihannya. Ia mulai mengulas senyum simpul meski hatinya masih sedih.     

Wanita paruh baya itu punulai mengayun langkah ke arah Rachel. Dan suster pembantu yang berada di belakangnya sudah menyiapkan kebutuhan sang Dokter.     

"Nyonya Rachel, bagaimana tidur Anda tadi malam?" tanyanya dengan ramah. Dokter itu mengkode suster yang berada di belakangnya untuk berpindah membantu pasien mereka untuk berbaring. "Sus, tolong dibantu Nyonya Rachel ya!" sambungnya yang diangguki Suster tersebut.     

"Baik Dok," jawabnya.     

Rachel pun dibantu untuk bisa berposisi berparing kembali agar bisa memudahkan untuk pemeriksaan keadaan tubuh perempuan cantik tersebut.     

"Tidurku nyenyak Dok," balas Rachel sembari melirik ke arah Delon yang masih menatap dirinya lekat. Dokter itu pun mengangguk sembari mengarahkan stetoskop di area dada Rachel.     

Pemeriksaan dimulai dan Delon memilih untuk mendengar dengan teliti apa yang dikatakan Dokter itu. Mulai dari larangan untuk berjalan tanpa pendampingan orang terdekat hingga semangat hidup yang membuat istrinya nampak lebih bergairah untuk menjalani dengan sisa kemampuan yang ia punya.     

"Kekurangan tidak untuk ditangisi, Nyonya. Percayalah di luaran sana masih banyak orang yang mengalami keadaan lebih berat dari Anda. Tapi, mereka mampu mengganti kekurangan dengan kelebihan. Dan saya yakin, itu semua akan terjadi pada Anda," tambanya setelah mengakhiri seluruh rangakaian pemeriksaan.     

Rachel hanya membalas dengan mengangguk, kemudia tatapannya beralih kembali pada Delon.     

"Bagaiamana dengan kondisi kedua lutut itu, Dok? Apakah itu juga mempengaruhi keadaan istri saya?" tanya Delon dengan gusar. Ia benar-benar takut jika luka itu akan semakin menambah buruk kondisi Rachel.     

Dokter itu mengembalikkan peralatan medisnya kepada Suster pembantunya. Tatapan berpindah pada lelaki tampan itu yang terlihat mengerutkan kening.     

"Sesungguhnya tidak. Luka ini hanya luka ringan saja. Tapi, luka ringan tidak boleh disepelekan, Tuan Delon. Nyonya Rachel harus berada dalam pantauan ketat, mengingat kondisi mental Nyonya Rachel masih belum pulih sepenuhnya ..."     

"Dan kita akan melakukan pertemuan untuk terapi bertahap." Dokter tersebut berganti menoleh ke arah pasiennya.yangbterlihat masih sedikit menyimpan rasa ketakutannya.     

"Apa Nyonya Rachel siap sembuh?" tanyanya yang diangguki Rachel dengan semangat. "Kita akan berusaha bersama. Seluruh hasilnya kita akan serahkan kepada Tuhan. Kita hanya harus berusaha lebih keras lagi," sambungnya.     

Delon mendekatkan tubuhnya dengan tubuh istrinya. Lalu mencium pucuk kepala Rachel dengan dalam. "Jadi, istri saya masih benar memiliki kesempatan untuk sembuh dan berjalan normal?"     

Dokter mengangguk.     

"Seluruh kemungkinan akan terjadi. Jika, Nyonya Rachel selalu berusaha dan semangat karena dua malaikat manis Tuan dan Nyonya sudah menunggu," balasnya dengan penuh semangat juga saat ia melihat seorang masuk dengan cara tiba-tiba.     

Delon dan Rachel sontak mengarahkan pandangan ke arah pintu yang terbuka. Dan benar senyum lebar dari dua bocah kecil mereka sedang berlari dengan penuh semangat.     

"Mama ... Papa, selamat pagi!"     

"Mama, Papa! Nefaa datang!"     

Rachel mengarahkan pandangan hangat pada dua buah hatinya yang telah ia lahirkan dengan pertarungan nyawa itu. Kedua tangannya sudah terbuka untuk segera bisa memeluk dua bocah kecil tersebut.     

Nathan sudah berlari ke arah Delon, lalu ia meminta Papanya untuk mengangkatnya ke atas brankar.     

Sedangkan Nefa tidak mengantre seperti Kakaknya. Gadis kecil itu justru menarik kain celana panjang yang dipakai Dokter tersebut.     

"Tante Dokter, Nefa mau naik ke atas," pinta Nefa dengan suara menggemaskannya. Kepala kecil itu masih menengadah memperlihatkan wajah cantiknya yang sengaja diubah menjadi memohon, namun jatuhnya terlihat begitu menggemaskan. Membuat siapa pun ingin mencium wajah gembul putih itu.     

Dokter itu tersenyum sumringah membalas permintaan Nefa. Ia mengangkat Nefa dengan begitu mudah. Tapi, gadis kecil itu tidak langsung diberikan kepada sang ibu. Dokter itu terlebih dulu menggoda Nefa hingga gadis kecil itu tertawa.     

"Berapa usimu gadis kecil?"     

Nefa menjawab dengan melebarkan kelima jemarinya. "Nefa sudah sangat besar, Dok. Apa Nefa juga bisa jadi Tante Dokter? Tapi Nefa nggak mau disuntik, maunya diperiksa begini," balas Nefa sembari memperaktikan pucuk jemrai yang dijadikan satu seperti sebuah alat stetoskop. Nefa meletakkan tangan kecilnya di depan tubuh kecilnya.     

Sontak seluruh orang tertawa melihat tingkah manis Nefa. Gadis kecil yang sudah terlihat garis kecantikan hasil dari turunan Rachel membuat siapa pun akan betah untuk berlama-lama bermain dengan Nefa.     

"Lalu kalau Nefa sakit bagaimana? Apa tidak mau disuntik?" tanya sang Dokter kembali yang ingin menyegarkan otaknya. Ia memang sudah biasa bermain dengan beberapa anak pasiennya. Namun, hanya Nefa yang membuat dirinya terpingkal dengan timah lucunya.     

Gadis kecil itu menggeleng. "Itu akan terasa sakit, Tante Dokter. Mama selalu memberi Nefa kertas ajaib. Dan sekali mama bilang 'panas jahat pergi, jangan ganggu putriku' Nefa sudah nggak sakit lagi," kata Nefa.     

Anita paruh baya dengan jubah putihnya itu menoleh ke arah Rachel yang sedang mengulum senyum mendengar perkataan putrinya.     

"Baiklah, mantra Mama memang yang paling terbaik. Tapi, Tante Dokter harus menyuntik Nefa lain kali kalau nakal ya?" Dokter itu meletakkan tubuh gadis kecil itu untuk duduk di samping saudaranya.     

Nefa menggeleng-geleng dengan bibir mengerucut. "Nefa tidak mau. Mama, Nefa nggak nakal 'kan? Nefa nggak mau disuntik," ucapnya dengan nada takut.     

Dokter dan Suster pembantunya membungkukkan tubuh untuk meminta permisi. Karena waktu pemeriksaan di kamar pasien lainnya sudah dimulai.     

"Tuan, Nyonya Jeeicho ... saya permisi untuk melanjutkan pemeriksaan lain. Saya sudah bisa mengizinkan Nyonya Rachel untuk pulang dalam jangka dua hari. Hanya untuk benar-benar memulihkan tubuh Nyonya Rachel," tambahnya yang diangguki Rachel.     

"Terima kasih, Dok. Anda selalu sabar menghadapi saya," kata Rachel sembari mengusap lembut kepala putrunya yang meminta dipeluk.     

"Sama-sama Nyonya Rachel."     

Dokter dan Suster pembantu itu pun keluar meninggalkan Jeno dan Martha yang sedang duduk di atas sofa. Tapi, tidak berapa lama tubuh mereka kembali bangkit dari duduk.     

"Papa dan Mama mau pergi dulu ya. Nathan dan Nefa libur sekolah karena weekand, mereka bisa menghabiskan waktu dengan kalian lebih banyak," ujar Jeno yang sudah bersiap untuk melewati sofa.     

"Satu lagi, kalian titip pesan apa buat Nino?"     

Ha, Nino?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.