HE ISN'T MYBROTHER

Memahami Satu Sama Lain



Memahami Satu Sama Lain

0Rachel memeluk tubuh tua itu dengan erat seakan ingin menumpahkan segala ketakutan yang sedang dirasakan oleh wanita paruh baya tersebut. Ia tahu, jika masalah sebesar ini seharusnya tidak Jeno dan Martha hadapi. Mengingat usia mereka yang sudah tidak muda lagi.     

"Rachel dan Kak Delon berusaha untuk membuat Anin memberi maaf. Mungkin kita akan kehilangan seluruh harta ..."     

"Tapi, lebih baik seperti itu. Aku lebih memilih Papa dan Mama daripada seluruh harta itu." Lanjut Rachel berbisik pada Martha yang tak henti-hentinya mengangguk di sela Isak tangis.     

Delon menatap sndih kedua wanita itu. Ia tidak bisa melakukan apa pun kecuali membayar pengacara. Anin sudah tidak bisa dibujuk oleh siapa pun, termasuk Max.     

Ditambah Antoni juga tidak bisa ia temukan, sungguh membingungkan masalah yang membelit keluarganya saat ini.     

"Mama tahu, Sayang. Mama bersyukur masih ada kalian di sini," ujar Martha setelah pelukan di antara mereka berdua telah terurai.     

Rachel menyeka lembut linangan air mata Martha. Hatinya ikut terluka melihat kecuran kesedihan membasahi wajah tua yang selalu memberi kebahagiaan untuk Rachel.     

"Jangan nangis lagi. Mama jelek kalau nangis. Kalau nggak percaya, tanya aja sama Papa," kata Rachel sembari menoleh ke arah Jeno yang sedaritadi memang sedang menatap dua permata hatinya.     

Jeno mengangguk seraya mengulas senyum simpul. "Mamamu memang cengeng," timpalnya membuat seluruh orang di sana tertawa bersamaan, termasuk Martha.     

"Awas ya, kamu Pa!"     

Setelah pertemuan mereka sore itu, Rachel tidak mengizinkan Jeno dan Martha untuk pulang. Mengingat senja telah berganti gelap, dan sekarang mereka memilih untuk tidur bersama Nathan dan Nefa.     

Rachel hanya bisa melihat dari kejauhan kedua orang tuanya terlelap dalam damai saat memeluk kedua anaknya. Ini bukan waktu tidur Nathan dan Nefa, tapi jika bersama dengan Papa dan Mamanya mereka berdua bisa sangat tenang.     

"Apa Istriku tidak mengantuk?"     

Pertanyaan itu sontak membuat kepala Rachel menoleh, kemudian menengadah. Seulas senyum cantik jelas tergambar di sana saat pucuk rambutnya dikecup lembut oleh lelaki tampan itu.     

Rachel menggeleng. "Ini masih jam delapan, Kak. Mana bisa aku mengantuk," jawabnya setelah mencuri lirik ke arah jam tangan yang terpasang di pergelangan tangan Delon.     

Delon ikut mengulas senyum tampannya seraya mengusap gemas pucuk kepala Istrinya. Tanpa membalas perkataan Rachel, ia sudah mengambil alih laju kursi roda itu.     

Rachel membolakan mata saat merasakan jalur yang sedang Delon arahkan bukan ke arah kamar mereka, melainkan ke arah luar rumah. Perempuan cantik itu semakin bingung ke mana Delon akan membawa dirinya.     

Ia melihat dirinya dari atas hingga bawah, sama sekali tidak pantas untuk bisa keluar rumah. Apalagi dengan kondisi kakinya yang berada di kursi roda. Itu akan sangat memalukan untuk Delon membawanya keluar.     

"Kak, kita mau ke mana? Jawab aku!" desak Rachel karena sedaritadi lelaki tampan itu tak menjawab pertanyaannya. Sehingga membuat Rachel harus sedikit meninggikan nada bicaranya.     

"Kita akan mengunjungi Nino. Bukannya kamu sedari tadi malam merengek ingin ke sana?" jawab Delon sembari membuka pintu mobil, lalu berjalan kembali ke arah Rachel yang masih terdiam.     

Delon ingin menggendong tubuh Istrinya, tapi mendadak Rachel menyentuh lengan tangannya. Lelaki tampan itu mengerutkan kening saat melihat wajah perempuan di depannya terlihat ragu.     

"Aku belum siap, Kak. Aku belum siap bertemu dengan Monica. Dia pasti masih kesal padaku karena apa yang terjadi pada Nino," kata Rachel sendu. Manik mata coklat itu tiba-tiba terlihat redup. Tak lagi mau menatap dirinya lagi.     

Delon menderatkan kecupan pada kening istrinya. Kemudian mengkode Pak Yono untuk kembali menutup mobil dan gerbang.     

"Baiklah kita buat adik untuk Nathan dan Nefa saja ya?" Delon menggendong tubuh Rachel untuk berlari di dalam gendongannya. Ia sudah mengkode untuk kedua kalinya kepada lelaki paruh baya di belakang Delon untuk mengantar kursi roda Rachel ke kamar mereka.     

Rachel menjerit di tengah jalan mereka karena tubuhnya diajak Delon berlari kencang. Ia bahkan tak bisa merasakan degub jantungnya berdetak wajar.     

"Kaaak! Nanti anak-anak bangun!" .     

Delon hanya mengulas senyum tampannya, ia tidak peduli dengan perkataan Rachel. Ia hanya ingin segera sampai di kamar mereka, kemudian memeluk tubuh itu hingga Rachel memukulnya.     

Brak!     

Suara pintu terbuka paksa karena tendangan sedikit memaksa itu terdengar begitu jelas di telinga mereka berdua. Rachel menutup kedua matanya untuk menutupi rasa malunya karena begitu merasa begitu diistimewakan seperti saat mereka masih berpacaran.     

"Aaggh! Kau memang jahat, Kak!" seru Rachel saat tubuhnya terpental di atas tempat tidur mewah itu. Sedangkan tak berapa lama ia merasakan tubuhnya kembali terpantul karena Delon juga melempar tubuh kekarnya.     

Delon benar-benar melakukan apa yang ia inginkan tadi. Ia memeluk tubuh ramping itu erat seakan tidak membiarkan jarak seinci pun menjadi penghalang di anatara mereka berdua.     

"Kaak, kamu mulai lagi! Aku nggak bisa napas ini!" protes perempuan cantik itu saat wajahnya ditekan Delon di dada bidang lelaki tampan tersebut.     

Delon tertawa terbahak, kemudian ia melepaskan begitu saja tubuh indah istrinya. Ia sudah cukup menghirup dalam-dalam aroma tubuh Rachel dan detak jantung mereka yang bersahutan.     

"Kamu kalah! Aku sudah bilang jangan memberontak kalau kamu nggak mau gini ...." Delon dengan cepat mengakat tubuhnya, mencium seluruh inci wajah cantik Istrinya hingga berakhir pada kecupan dalam di permukaan bibir lembut menggoda tersebut.     

Rachel mengerucutkan bibir, mengusap wajahnya yang sudah basah karena ulah Delon. Setiap malam lelaki itu selalu saja mencium wajahnya dengan gemas. Sebenarnya apa yang membuat wajahnya begitu menarik menjadi sasaran empuk dari bibir tebal suaminya?     

Delon menangkup wajah dengan kedua buku tangannya saat melihat ekpresi menggemaskan Rachel.     

"Jangan pasang wajah seperti itu, Sayang. Aku berniat memakanmu sebagai santapan malam nanti. Kalau seperti ini mana bisa aku menahannya," kata lelaki tampan itu seraya memeringkan tubuh melingkarkan tangan kekarnya di perut rata Rachel.     

Delon mengusap lembut permukaan halus tersebut, meski masih terhalang oleh baju tidur Rachel. Perlahan tangan Delon sudah menelusup ke dalam kain tersebut.     

"Sayang," panggil Delon dengan suara mulai memberat. Kedua bola mata hitam itu mulai sayu menatap ke arah bola mata coklat madu itu.     

Rachel mengusap dagu tegas Delon. Ia juga sangat merindukan suaminya. Apalagi sentuhan yang diberikan lelaki itu sungguh membuat otak Rachel berkabut tebal. Ia sudah melupakan kekesalannya.     

"Boleh, ya?" tanya Delon saat jemarinya mulai menyentuh area sensitif di bawah sana. Tubuh Rachel melonjak saat jemari Delon semakin gencar menambah kecepatan untuk membuat dirinya semakin lupa segalanya.     

Peremlaun cantik tersebut mengangguk dan langsung meraup bibir tebal suaminya dengan liar. Gejolak api hasrat di antara mereka sudah begitu membawara ingin saling memberi kebahagian.     

"Aku akan melakukan dengan lembut, aku ingin menikmati seluruh malam ini bersamamu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.