HE ISN'T MYBROTHER

Aku Tidak Akan Menerima Hartanya



Aku Tidak Akan Menerima Hartanya

0Delon mendorong kursi roda istrinya untuk masuk ke dalam rumah setelah ia berhasil membuat Marina pergi dari rumah mereka. Terlihat Nefa sedang menyanyi di atas pangkuan Rachel dan Nathan berjalan di samping Delon.     

"Papa tadi oma kenapa ke sini?" tanya Nefa setelah ia bibir kecil itu sepertinya sudah lelah untuk bersenandung lagu kesukaannya.     

"Hanya menanyakan tentang Papa. Lain kali Nefa dan Nathan tidak boleh dijemput orang lain, kecuali Papa dan Mama. Okay?"     

Delon mengkode dengan menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinya kepada kedua anaknya. Nathan dan Nefa membalas sesuai dengan kode yang ditunjukkan Papa mereka.     

"Baik, Pa!"     

"Oke, Papa!"     

Rachel memilih tidak menanyakan apa pun. Ini semua pasti juga sulit untuk Suaminya memaafkan dan menerima segala hal yang terjadi.     

Jika, dirinya tidak lumpuh pasti ia bisa merebut kedua anaknya dari Marina dulu. Segala peristiwa terjadi begitu cepat. Seakan seperti angin yang menghempas kasar tubuh Rachel.     

"Nefa, extrakulernya bagaimana? Apa Putri Mama masih sangat pintar?"     

Nefa yang mendengar pertanyaan Mamanya langsung mengangguk cepat. Tubuh kecil itu sedikit berbalik untuk menautkan tangan kecil itu ke dalam pelukan Rachel. Menyadarkan kepala kecilnya dengan manja di sana.     

Rachel membelai sayang kepala putrinya. Perasaan seorang Ibu selalu saja peka dengan apa yang sedang dirasakan putrinya saat ini. Keadaan tidak baik-baik saja pasti telah dialami Nefa hari ini.     

"Ada apa, Sayang? Ada yang nakal lagi padamu?" tanya Rachel yang dibalas gelengan oleh Nefa. "Lalu apa? Putri Mama mau apa?"     

Nefa memainkan anak rambut Rachel yang terjatuh. "Nefa mau ketemu Nenek dan Kakek. Nefa kangen, Ma ... pasti di sana nyamuknya banyak. Nefa mau bawa selimut lagi," balas Nefa dengan suara kecil syarat akan sendu.     

Rachel mendekap erat tubuh kecil itu. Ia juga merasakan rindu yang teramat sangat pada kedua orang tuanya. Seandainya ada yang bisa Rachel lakukan untuk mengeluarkan mama dan papanya. Pasti Rachel akan lakukan itu.     

"Besok setelah pulang sekolah, kita berkunjung bertemu kakek dan nenek. Jangan sedih lagi," sahut Delon sembari mengusap lembut kepala putrinya.     

Sedangkan Nathan hanya bisa terdiam menatap Adik dan Mamanya. Ia diam-diam juga berusaha untuk mencari celah untuk menemukan bukti. Tapi, sampai saat ini dirinya juga belum bisa menemukan bukti itu. Apalagi ditambah dengan pengakuan yang diucapkan kakek dan neneknya.     

Hal tersebut membuat hukuman mereka semakin berat.     

"Kamu kenapa, Nak?" tanya Delon yang sudah mendudukan dirinya dengan satu lutut menyentuh dinginnya lantai. Kini tatapan Anak dan Papa itu bertemu.     

Nathan mengulas senyum simpulnya. Lalu, menggeleng.     

Delon meletakkan tangannya di atas bahu Nathan. Sedikit menepuk lembut di sana. "Jangan pernah lakukan apa pun. Jika, waktunya tiba semua pasti akan berakhir baik."     

Nathan mencoba mencerna perkataan Papanya yang sangat membuatnya berpikir keras. Seketika, bola mata kecil itu terbuka lebar saat rahasia yang selalu ia tutupi sepertinya sudah tercium oleh papanya.     

'Astaga, Papa sengaja nyindir aku?' batin Nathan mengarahkan pandangan ke arah punggung kekar Papanya.     

Delon terkekeh melihat wajah terkejut putranya di sela ia kembali mendorong kursi roda Rachel hingga sampai di mana Bi Rina sudah menunggu mereka di dekat anak tangga dengan senyum sumringah.     

"Selamat siang, Tuan ... Nyonya!"     

"Selamat siang Nona dan Tuan Muda!" sambungnya membuat Nefa membalas dengan senyum menggemaskannya.     

"Selamat siang, Bibi Rina. Bibi kangen sama Nefa?" Gadis kecil itu menunjuk ke arah tubuhnya sendiri. Hal tersebut jelas membuat tawa seluruh orang di sana pecah saat mendengar suara genit Nefa.     

Wanita paruh baya tersebut mencodongkan tubuhnya ke arah Nefa yang masih mengulas senyum menggemaskannya.     

"Kita 'kan baru ketemu tadi pagi, Nona Muda. Tapi, Bibi memang selalu kangen senyum cantik Nona Nefa. Sekarang kita cuci-cuci, terus makan siang. Mau?" Bibi Rina sudah mengulurkan kedua tangannya untuk menyambut gadis kecil itu ikut dengannya.     

Nefa mengangguk, ia menguarai pelukan Mamanya. Kemudian mencium kedua pipi putih Mamanya. "Mama, Nefa mau ikut ganti baju dulu ya!" katanya.     

"Baiklah, Sayang. Jangan lupa makan ya!" Nefa kembali mengangguk, lalu sudah melebarkan kedua tangan ke arah Bi Rina.     

"Bibi permisi, Tuan dan Nyonya!" Wanita paruh baya itu membungkukkan tubuh meminta izin. "Ayo, Tuan Muda!" Lanjutnya.     

Rachel dan Delon mengangguk melihat putranya juga sudah mengikuti Bi Rina. Sekarang tiba-tiba ia merasakan dua lengan tangan kekar memeluk leher Rachel dengan sayang.     

"Sayang, apa kamu tahu apa yang kudengar tadi?" tanya Delon yang dijawab perempuan cantik itu dengan gelengan kepala sembari mengelus lengan tangan suaminya.     

Delon mengecup pucuk kepala Istrinya. Kemudian meletakkan rahang tegas lelaki itu di sana.     

"Dia mengatakan, kalau akan mengambalikan seluruh harta yang diambil oleh anak wanita itu. Apa kamu pikir aku akan menerimanya?" ujar Delon. Ia ingin menumpahkan seluruh keresahan hatinya kepada Rachel. Dialah sahabat sekaligus Istri yang sempurna.     

Delon tak pernah menceritakan hal seperti ini kepada Regan atau Nino. Ia lebih suka membagi seluruh cerita hidupnya kepada Rachel.     

"Jika itu sudah menjadi hakmu maka akan menjadi hakmu, Kak. Sekalipun Rian telah merebutnya darimu. Aku tahu keadilan akan muncul ... kamu sudah terlalu mengalah," tanggap Rachel. Seluruh kesabaran Suaminya sudah seharusnya pantas mendapatkan hak sebagai anak Dinu.     

Rachel yakin meski Delon tidak meminta hal tersebut, Dinu juga tidak akan tinggal diam. Lelaki paruh baya tersebut juga mengalami tekanan batin yang sangat luar biasa, dia bahkan sedang dalam pengaruh ancaman Rian untuk menyakiti dirinya dan kedua anaknya.     

Maka dari itu, Dinu harus mengorbankan dirinya dan kebahagian Delon untuk menjamin keselamatan Nathan dan Nefa agar hal gila Rian tidak akan terjadi kembali.     

Sayangnya kebenaran yang telah Dinu katakan padanya tidak bisa katakan pada Delon, sebagai bukti janjinya. Ini terasa berat bagi Rachel, tapi apa boleh buat ... dirinya harus menempati janji itu.     

"Aku tidak akan menerimanya, Sayang. Aku tidak butuh harta lelaki itu," tolak Delon mutlak tak terbantahkan.     

Delon tidak akan menerima harta yang telah disentuh oleh tangan Rian. Itu sama saja seperti dirinya sebagai anak yang terbuang oleh Dinu, dan sekarang ia kembali dipungut. Sungguh menggelikan.     

Rachel memaklumi dengan keputusan yang telah dibuat Delon. Ini memang bukan hal mudah untuk lelaki itu. Tapi, sekarang dirinya hanya bisa mendukung sampai kebenaran terungkap dari Dinu.     

"Jangan terlalu membenci, ingat saat kamu begitu sulit mencari Papa. Kamu hanya perlu ingat itu, dan kamu juga pernah bahagia terlepas dari harta itu. Cinta juga juga bukan soal harta bukan?" tambah Rachel yang mendapat serangan kecupan pada pucuk kepala itu.     

"Bahkan kamu selalu mencintaiku saat aku miskin ... apa saat aku jelek kamu juga akan mencintaiku seperti sekarang, Sayang?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.