HE ISN'T MYBROTHER

Hampir Bertemu Dengan Dinu



Hampir Bertemu Dengan Dinu

0Rachel nampak menatap sendu pada wajah tua papanya. Ia tidak bisa menyentuh wajah itu karena terhalang pemisah kaca, apalagi saat melihat Mamanya menangis menatap dirinya dan Delon. Rachel ingin rasanya menerobos begitu dinding kaca di depannya.     

"Papa baik-baik saja di sana?" tanya Rachel yang sebenarnya tak mampu mengeluarkan pertanyaan tersebut. Mengingat keadaan Jeno dan Martha sungguh tak terlihat seperti itu.     

Delon menoleh ke arah Istrinya. Tangan itu terulur untuk mengusap lembut pada bahu kecil tersebut.     

"Sayang, kita harus gunakan waktu lima belas menit ini," ucap Delon mencoba mengingatkan Istrinya bahwa mereka hanya diberi waktu sebentar dan mereka harus bisa memanfaatkan hal tersebut.     

Jeno menggegam tangan Martha. Wanita paruh baya itu menyeka linangan air matanya yang telah membasahi kulit tuanya.     

"Papa dan Mama baik-baik saja di sini, Sayang. Mereka semua baik. Dan tidak ada yang membuat kami sedih," jawab Jeno dengan mengulas senyum. Senyum yang mencoba menenangkan putrinya jika dirinya dan Martha dalam keadaan baik.     

Rachel mengusap begitu saja air mata yang sama berjatuhan tak terkendali oleh dirinya sendiri. Ia mengulurkan tangan untuk menyentuh dinding kaca itu.     

"Rachel akan datang lagi dengan Nathan dan Nefa. Rachel tidak bisa membawa Nefa karena hari ini cucu Papa dan Mama sedang ujian ..."     

"Tapi, janjilah pada Rachel kalau kalian akan selalu baik-baik saja," ujar Rachel yang merasa waktu berkunjungnya telah befakhir karena kode yang diberikan satu polisi yang berada berdiri di sampingnya.     

Jeno dan Martha mengangguk dengan senyum yang masih terulas di sana. Mereka bahkan tak pernah membayangkan mereka akan berpisah dan terhalangi oleh dinding kaca seperti ini.     

"Papa dan Mama berjanji. Kalian bisa datang ke sini kapan pun itu. Dan jangan lupa bawa kedua cucu Papa dan Mama ... kamu sangat merindukan mereka," balas Martha yang juga meletakkan buku tangan tuanya di depan dinding kaca, berhadapan dengan buku tangan Rachel.     

Kehangatan dan saling merindu sangat jelas di terasa, meski kulit mereka tak saling bersentuhan satu sama lain. Rachel dan Martha sama-sama tak bisa menahan linangan air mata yang semakin deras terjatuh dari pelupuk mata mereka.     

Rachel yang semenjak kecil selalu membuat wanita itu marah padanya dengan segala tingkah nakal dan jahilnya. Rachel ikut mengulang itu saat Martha berlari mengerjarnya juga. Perempuan cantik itu tak kuasa menahan kesedihan dan kekecewaan hatinya, Rachel ingin berteriak dan mengatakan semua ini tidak adil bagi keluarganya.     

Namun, semua telah telah menjadi bubur. Perbuatan akan bertemu dengan hasil. Inilah yang kedua orang tuanya tanam.     

"Mama Rachel akan ke sini lagi. Tunggu, ya!" Rachel berkata dengan menahan Isak tangis yang sudah tersedu. Pelukan Delon bahkan tak mampu menahan kesedihan dirinya.     

"Delon berharap semua akan berakhir cepat," tambah lelaki yang berada di samping Rachel. Jeno dan Martha mengangguk kembali sebelum seorang polisi menyentuh kedua bahu mereka.     

Seorang polisi itu mengarahkan Jeno dan Martha kembali ke tahanan mereka masing-masing. Sedangkan Rachel langsung mengarahkan gerakkan tangannya yang menyentuh dinding kaca tersebut. Seiring dengan kepergian kedua orang tuanya yang menatap dalam ke arah Rachel dan Delon.     

"Kita akan bertemu lagi, Sayang," bisik Delon sembari menderatkan bibir di pipi basah perempuan cantik tersebut.     

Rachel mengangguk, namun Isak tangis tersedu itu tak bisa ia hentikan saat Jeno dan Martha harus memakai baju orange dengan bertuliskan 'Tahanan' mendadak dada Rachel begitu sesak.     

Delon yang mengetahui napas Rachel mulai tak terkontrol ia pun langsung meminta waktu pada petugas di sana sebentar. Kemudian Delon memeluk tubuh ramping itu, lalu meletakkan bibirnya telinga Rachel.     

"Sayang ikuti aku. Jangan sampai dadamu sakit ... tarik napasmu, kemudian keluarkan. Lalukan lagi seperti itu. Ayo!" bisik Delon yang diikuti Rachel.     

Perempuan cantik itu mengikuti sesuai dengan arahan Delon hingga tiga kali tarikan. Dan perlahan napasnya sudah mulai normal.     

Kecupan mendarat lembut pada kening kecil Rachel.     

"Bagus, Sayang. Kamu memang sangat hebat. Ayo kita pulang, dan menjemput Nathan dan Nefa," tambah Delon yang diangguki Rachel.     

Sedangkan di sisi lain Dinu yang melihat kedatangan Delon yang akan mengarah ke arah dirinya langsung menyembunyikan tubuhnya. Ia belum siap untuk bertemu dengan mereka. Seluruh sikap dari Marina membuatnya tak punya wajah untuk bertemu dengan putra kandung Dinu.     

"Kenapa, Tuan Besar? Apa Anda merasa ada yang ketinggalan?" tanya sang Supir yang merasa aneh dengan sikap majikannya yang sedang membalikkan tubuh.     

Dinu tidak menjawab. Hanya kepalanya yang terlihat menunduk. Hal tersebut semakin membuat kedua alis sang Supir saling bertautan.     

Sang Supir mengendikkan bahu. Ia memilih untuk duduk sembari menunggu anterean. Tapi, baru saja dirinya mendudukkan diri, tiba-tiba ia mendengar namanya dipanggil oleh seseorang.     

"Bardi?"     

Kepala Supir tersebut memutar untuk mencari orang yang memanggilnya. Ia tidak sedang bermimpi, tapi dirinya memang benar mendengar panggilan tersebut.     

"Nyonya?" panggil Bardi tak kalah terkejut saat melihat perempuan cantik yang sedang terduduk di atas kursi roda sedang tersenyum ke arahnya.     

Bardi tidak mengatakan apa pun pada Dinubtentang kepergiannya. Bardi sungguh lupa, ia sudah terlalu senang bertemu kembali dengan perempuan baik hati itu.     

Rachel menengadah, menatap lelaki sepantaran Suaminya sedang tersenyum ramah padanya. "Kau sedang apa di sini? Apa kau juga ingin mengunjungi seseorang?"     

Bardi mengangguk. Ia mengarahkan tatapan hormat pada Delon yang juga menatapnya lekat. "Saya sedang mengantar Tuan Besar Nyonya," jawabnya membuat kening Rachel berkerut.     

"Kata Tuan Besar ada kerabatnya yang sedang berada di sini. Saya juga ingin ikut daripada di dalam mobil, tidak asik." Bardi semakin memperlihatkan raut wajah bahagianya.     

Bardi selalu senang bertemu dengan Rachel. Perempuan cantik berhati malaikat itu telah menyelamatkan Ibunya. Nyawa Ibunya tertolong karena operasi yang dibiayai oleh perempuan cantik tersebut. Karena uang gajinya waktu itu telah dirampas Marina yang beralasan untuk menutup hutang dirinya kepada Dinu.     

"Apa bersama Papa?" tanya Rachel kembali dengan menelisik. Dan Bardy juga kembali mengangguk mengiyakan. "Kenapa kau tidak memakai seragam supir?"     

Pertanyaan Rachel membuat lelaki itu menundukkan pandangan dengan sedih. Ia mengingat proses untuk datang ke sini tidaklah mudah. Hingga Dinu menyerahkan berkas perceraian tersebut kepada pengacaranya.     

"Tuan Besar akan bercerai dengan nyonya besar, Nyonya. Sekarang Tuan Besar bahkan tidak tahu harus ke mana ... saya tidak bisa pergi meninggalkan Tuan Besar dengan keadaan terpuruk seperti ini," jelas Bardi kemudian ia menceritakan kekacauan yang telah terjadi di rumah besar tersebut. Hingga Marina yang menyumpah serapah keluarga kecil Delon.     

"Berapa uang yang dia bawa?" sahut Delon yang tadinya hanya diam dan mendengar. Kini ia pertanyaan itu terdengar syarat akan kecemasan.     

Bardi mengendikkan bahu. "Tapi, tadi kami makan di Rumah Makan Padang. Dan Tuan Besar hanya memesan makanan yang sederhana."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.