HE ISN'T MYBROTHER

Ancaman Datang



Ancaman Datang

0"Sedang apa kau di sini?" Pertanyaan penuh makna itu membuat sosok wanita paruh baya di depan mereka mengulas senyum tajam di bibir.     

Dinu melangkah dua langkah di depan Delon. Sekarang tatapan berkilat Dinu telah bersatu dengan tatapan remeh wanita itu.     

"Apa yang kau cemaskan? Bukankah kau percaya aku tidak akan melakukan apa pun?"     

Dinu semakin menggeram mendengar perkataan itu. Sepertinya niatan melihat Marina berubah akan jadi angan yang sia-sia.     

Wanita itu tidak lagi menatal ke arah Dinu, sekarang tatapannya beralih pada Delon yang juga sedang menatap wanita paruh baya itu tak kalah tajam.     

"Jangan menatapku seperti itu, Nak. Kau ingat aku yang menyelematkan Papamu itu. Dan hanya harta seharusnya tidak masalah untuk Papamu bukan? Tapi, dia justru mengkhianatimu ...." Marina merogoh benda pipih yang berada di tasnya. Jemari itu dengan lincah berjalan tanpa hambatan.     

Tidak berapa lama wanita paruh baya itu menunjukkan sebuah foto pada ketiga lelaki di sana.     

"Yaa, kalian benar! Sungguh kasihan bukan?"     

"Anakku harus diusir dengan tidak hormat hanya karena kepemilikan perusahaan itu telah berubah. Padahal, Rianlah yang membuat perusahaan itu semakin maju. Tapi, apa balasan lelaki ini?" sambung Marina sembari menunjuk tajam ke arah wajah Dinu.     

Marina menarik kembali ponselnya setelah mereka bertiga bergeming melihat foto lelaki yang mirip dengan Rian dipukuli oleh beberapa lelaki berpakaian hitam ketat saat tidak ingin menuruti apa yang mereka perintahkan.     

"Kesakitan putraku!" pekik Marina.     

Dinu menampik jari telunjuk Marina. Sorot matanya semakin tak bisa berbaik hati lagi. Perasaan nyaman itu telah ia kubur dalam. "Jangan berkata bernada tinggi padaku!"     

"Apa kau ingat berapa perusahaan harus menanggung rugi karena putramu? Apa kau masih melupa tentang kerja sama dengan perusahaan Tio? Harus berapa dollar aku menanggung semua itu?" sarkas Dinu.     

Ingatan lelaki paruh baya itu masih begitu segar hingga detik ini mengenai berbagai kejahatan yang sengaja ia tutupi demi menjaga hati wanita di depannya. Tapi, sepertinya ia tak perlu menyembunyikan lagi karena melihat ekspresi yang ditunjukkan Marina, pasti seluruh kejahatan itu telah dia diketahui.     

"Itu semua adalah keuntungan setelah menjalankan perusahaanmu. Apa itu salah? Putraku pantas mendapatkan semua itu, Dinu. Sedangkan putramu? Dia hanya bisa melihatmu tersiksa tanpa bisa melakukan apa pun."     

Marina menyeringai tajam di garis bibirnya. Ia sangat puas melihat Dinu dan putranya hanya bisa terdiam di tempat.     

"Kau seharusnya sadar, hanya aku yang mencintaimu. Bukan dia!" Marina berucap sembari mengalihkan pandangan tajam ke arah Delon.     

Dinu menggeleng menolak apa yang dikatakan Marina. Ia bahkan lebih merasakan cinta dan sakit hati dari putranya daripada hidup bersama dengan Marina dan Rian.     

"Kau terlalu banyak bicara Marina. Sebaiknya kau pergi, apa yang perlu dibicarakan lagi? Seluruh hutang nyawaku telah kubayar," sahut lelaki paruh baya itu yang sudah menggegam pergelangan putranya untuk meredam emosi yang sedang diredamnya.     

Marina tergelak dengan usiran Dinu. Wanita paruh baya itu meletakkan kedua tangannya di kedua bahu tua Dinu.     

"Jangan buru-buru, Sayang. Kita belum benar-benar berpisah, kita masih menjadi sepasang suami istri. Lihat di sana ...." Marina berbisik seraya menunjuk ke arah seorang perempuan di atas kursi roda sedang menunggu di ruang tunggu tepat di atas kepalanya sudah ada moncong hitam senjata api yang sudah siap menembus kepala Rachel.     

Delon membulatkan mata mendengar perkataan Marina. Ia mengarahkan pandangannya pada Istrinya yang sedang melambai ke arah Delon dengan senyum cantik.     

"Kau berani menyentuh Istriku, aku akan membunuh putramu!" ancam Delon yang sudah mengambil paksa baju depan Marina, meremas dengan sedikit mengangkat dengan geram.     

Marina menoleh ke arah Rachel yang masih tersenyum ke arah mereka.     

"Lihat Istrimu bahkan tidak menyadari bahwa putraku ada di belakangnya. Sepertinya ajal Istrimu memang sudah dekat, Delon," tanggap wanita paruh baya itu.     

Marina mendorong keras dada bidang Delon, tetapi pemudanya begitu kuat mencengkram secumput kain bajunya.     

"Kau tidak akan pernah ke mana-mana sebelum kau masuk ke dalam penjara. Apa kau pikir aku tidak mempunyai bukti saat kau menculik kedua anakku?" Delon semakin memperlihatkan dirinya yang begitu menyeramkan.     

Lelaki tampan itu tak akan pernah membiarkan siapa pun untuk mengganggu keluarganya. Termasuk Marina ataupun Rian!     

"Kembalikan perusahaan itu atas nama putraku. Aku akan membiarkan keluargamu hidup tenang dan juga Papamu. Bukankah kau ingin hidup bersama dengan lelaki itu?" kata Marina dengan melirik ke arah Dinu yang masih menatap ke arah mereka berdua.     

"Jangan berikan, Delon. Itu perusahaan dari Mamamu! Papa sengaja mengorbankan apa pun demi perusahaan itu," sahut Dinu mencoba mengubah pikiran Delon.     

Dinu meyakini jika perusahaan itu diberikan pada mereka pasti Rachel akan benar-benar dilepaskan. Tetapi, semua itu salah besar! Ia tahu bagaimana Rian yang begitu terobsesi dengan Istri putranya. Dan tak mungkin semua itu terjadi. Membiarkan hidup tenang adalah pembuatan Marina saja.     

Delon mengangguk dan jawaban itu membuat wanita paruh baya itu senang. Marina tak lupa memberikan lirikan remeh pada mantan suaminya tersebut.     

"Katakan, pada semua orang tentang keinginanmu memiliki perusahaan itu! Cepat!" tandas Delon yang langsung membalikkan tubuh Marina membelakangi dirinya. Senjata yang sengaja Delon tutupi di bagian pinggang Marina membuat wanita paruh baya itu melebarkan mata.     

"Sejak kapan kau memiliki senjata, hah?" Pertanyaan bodoh itu semakin membuat moncong senjata Delon semakin kuat menekan pada posisi ginjal Marina.     

"Katakan pada putramu untuk pergi dari sana, atau kupecahkan seluruh ginjalmu. Hingga kau mati di tempat!" jawab Delon dengan nada menekan tepat di samping telinga Marina.     

Marina mengalihkan pandangan takutnya pada sosok lelaki yang memangakai jas hitam berdiri tepat di belakang Rachel. Dan masih menjulurkan tangan untuk mengancam Delon. Marina mengerjapkan mata beberapa kali saat merasakan senjata itu semakin didesak saja di dekat tubuhnya.     

'Shitt, brengsek mereka!' batin wanita paruh baya tersebut.     

"CEPAT!" Ulang Delon hingga membuat Marina menjawab dengan terbata.     

"I-iya, sebenatar!"     

Marina mengkode dengan tangan yang ia kebaskan di udara ke arah putranya. Sedangkan di sana Rian mengumpat lirih saat mendapati posisi tangan Delon yang begitu strategis mengancam mamanya.     

"Hei, kau siapaa?!" teriak Rachel saat mendengar umpatan itu terdengar jelas di telinganya. Dan di saat dirinya memutar kepala lelaki itu berlari kencang.     

Delon pun yang melihat Rian pergi langsung mendorong kasar tubuh Marina hingga tersungkur di atas tanah. Lelaki tampan itu pun berlari cepat ke arah Rachel yang terlihat kebingungan. Disusul Dinu yang dibantu Bardi untuk sedikit berlari.     

"Brengsek!" umpat Marina sekali lagi sebelum Rian datang dan membawa tubuh penuh luka kecil itu pergi dari sana.     

"Sayang, kamu tidak apa-apa?"     

"Apa ada yang terluka? Katakan padaku!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.