HE ISN'T MYBROTHER

Nefa Mau Opa Di Sini



Nefa Mau Opa Di Sini

0"Dia pergi? Kenapa dia bisa pergi?!" tanya Rian terkejut mendengar wanita yang sudah berada di sampingnya justru pergi. Padahal ia sudah berbaik hati memberi kesempatan pada Yunita.     

Atmosfer ruang kerja itu tiba-tiba merubah menjadi lebih menyeramkan sejak asisten pribadi Rian mengatakan yang sejujurnya.     

"Nona Yunita adalah seorang model. Dia mengatakan tidak mau hidup susah dengan Tuan Rian. Apalagi tidak sedikit media yang menyoroti berita Anda," tambahnya yang semakin membuat Rian semakin murka.     

Rian menarik napas dalam, seluruh urat berkumpul di wajahnya dengan tegangang. Ia tidak menyangka, jika Yunita akan memilih jalan berlari dan bahkan tak menghubungi dirinya sama sama sekali hingga saat ini.     

"Dasar wanita murahan!"     

"Hentikan seluruh dana yang mengalur ke atamnya. Aku sudah tidak akan memberinya uang kembali," tambah Rian yang diangguki Asisten pribadi Rian—Zack.     

Zack ingin mengatakan berita yang paling terpenting dari seluruh berita ini. Tapi, melihat ekspresi wajah Tuannya ia urungkan. Ini mungkin akan menambah kesal lelaki itu.     

Rian menselancarkan jemarinya di atas papan keyboard. Ia ingin melihat sejauh apa berita yang tak bisa diredam anak buahnya karena kendala uang yang Rian miliki.     

Kedua iris hitam legam itu terbelalak saat mendapati berbagai media online begitu banyak memasang wajahnya dengan berbagai ulasan berita buruk. Ini seperti anak buahnya sama sekali tidak melakukan apa pun untuk membersihkan namanya.     

"Apa yang kalian lakukan tadi? Ini sama sekali tidak ada yang teredam ... apa kalian ingin mempermainkanku?" seloroh Rian memutar layar komputernya ke arah Zack yang seketika mencodongkan tubuhnya.     

Zack menggaruk kepala belakangnya. Ia bingung harus menjelaskan dengan mode seperti apa, karena memang berita itu datang dengan serentak. Hanya bisa beberapa di antara mereka yang menghentikan siaran mereka.     

"Inilah yang saya katakan tadi, Tuan Rian. Seluruh uang berada di perusahaan. Sedangkan uang yang Anda berikan tidak bisa menghentikan semuanya," jelasnya sekali lagi. Dan membuat Tuannya terdiam di sana dengan sorot mata beralih pada benda pipihnya.     

Rian benar-benar membenci Dinu. Seharusnya dulu ia tak perlu menyelamatkan lelaki paruh baya itu. Biarkan saja tubuh lelaki tua itu tenggelam di laut dimakan berbagai ikan di dalam sana beserta bangkai pesawat terbang.     

Jika para pengawal Dinu tidak memaksanya keluar di saat dirinya sedang mengadakan meeting penting dengan Devisi Keuangan, mungkin ini semua tidak akan terjadi. Dan ia bisa mengambil uang kembali untuk dirinya dan Mamanya.     

"Lalu sekarang aku harus apa?" tanya Rian frustasi. Ia tidak tahu harus melakukan apa jika sudah seperti ini. Ia memang berniat ingin membunuh Dinu dan Delon.     

Akan tetapi, seluruh persiapannya sungguh belum matang. Ia bahkan tidak mempunyai perusahaan. Hanya rumah besar ini dan beberapa aset saja. Dan tidak mungkin akan cukup untuk membangun sebuah perusahaan sepert perusahaan yang pernah ia pegang.     

"Tuan Rian tidak ingin menghubungi tuan Hernandes?"     

Rian menoleh tajam ke arah Asisten pribadinya mendengar nama Hernandes yang selalu ia hindari selama ini karena putri tunggal Hernandes begitu menggilai Rian selama ini.     

Hernandes berkali-kali datang ke perusahaan untuk membuat Rian setuju tentang perjodohan yang telah lelaki itu tawarkan padanya. Tetapi, Rian juga berkali-kali mengusir dengan cara yang tidak sopan. Padahal Hernandes adalah keluarga yang tidak bisa dipandang remeh. Dia juga masuk dalam sepeluh jajaran CEO tersukses tahun ini.     

Namun, sayangnya lelaki paruh baya itu memiliki putri yang cacat. Putrinya tak bisa berjalan dan berbicara dengan normal. Tapi, saat Rian tanpa sengaja menyapa Hernandes di sebuah restauran, ia tidak menyangka putri dari Hernandes langsung tertarik padanya.     

"Tuan Hernandes pernah akan memberikan Anda sebuah perusahaan jika Anda mau menikahi putrinya. Ini adalah kesempatan emas yang dapat Anda ambil, Tuan Rian. Mengingat sekaya apa seorang Hernandes," imbuh Zack. Dia mengingat dengan benar bagaimana tawaran-tawaran itu dilontarkan dengan mudah oleh Hernandes.     

Satu gebrakan meja membuat ruang kerja tersebut menggema dan juga tubuh Zack berjengit seketika. Ia memang tidak sekali dua kali melihat Rian semarah ini, tapi kenapa harus di waktu-waktu Zack sedang bangga dengan saran yang dia berikan kepada Tuannya itu.     

"Kenapa terkejut?"     

"Kau bodoh atau tolol, Zack? Kau tahu bagaimana aku mengusir Hernandes terakhir kali hingga dia memutuskan kontrak dan membayar pinalti. Seluruh kerja sama terputus, tak ada yang bisa menyambungkannya. Bagaimana aku bisa datang ke rumah itu?" Lanjut Rian dengan nada menekan di setiap kalimat.     

Zack mengelus dada bidangnya apa yang dikatakan Tuannya memang benar. Ia juga bingung bagaimana mengatasi semua ini. Mengingat Tuannya memang terlalu sombong waktu itu, dia melupakan jika ada masanya di mana Tuannya itu akan berada di bawah, terinjak-injak oleh orang lain.     

"Cari tempat favorit putri Hernandes, Tuan Rian. Jika Anda biaa mendapatkan hatinya, pasti tuan Hernandes tidak bisa menolak Anda."     

"Cari tempat favoritnya? Boleh juga."     

Sedangkan di rumah Delon dan Rachel, suara teriakan riang dan barang berjatuhan begitu nyaring di telinga. Nefa sedang mengeluarkan seluruh mainannya yang ditunjukkan pada Opa mereka. Sedangkan Nathan justru mengajak lelaki paruh baya itu untuk bermain catur dengannya.     

Jelas, sesekali Nefa berteriak kepada Nathan untuk membagi waktu Dinu secara bergantian dengan gadis kecil itu. Tapi, Nathan tetap Nathan. Bocah laki-laki itu tak peduli dengan teriakan dan tangisan yang akan mengguncang seluruh sudut rumah.     

"Kakak! Opa juga mau main dengan Nefa. Jangan pelit dong!" protes Nefa untuk kesekian kali. Dan jawaban yang terulang dari bibir Nathan masih akan tetap sama seperti lima menit yang lalu.     

"Bentar, Nefa. Ini aja baru main."     

Gadis kecil itu mengerucutkan bibir, kedua kakinya menghentak secara bergantian membuat Delon dan Rachel yang sedang melihat tingkah lucu kedua anak mereka menahan tawa.     

"Main sama Mama sini, Sayang!" teriak Rachel yang biasa bisa ampuh untuk bisa membuat gadis kecil itu tidak lagi merajuk pada Nathan, Kakaknya.     

Nefa yang mendengar suara Mamanya langsung menoleh, lalu memberi jawaban yang begitu mengejutkan bagi Rachel dan Delon.     

Nefa menggeleng. "Tidak mau. Nefa mau main sama Opa. Opa sudah lama nggak main sama Nefa. Nefa bosan kalau main sama Mama dan Papa. Nanti pasti teh yang Papa buat buat Mama ..."     

"Kalau Opa 'kan nggak. Opaa buat teh buat Nefa." Lanjutnya dengan senyum sumringah melangkah ke arah Dinu yang sedang membuka kedua tangannya lebar-lebar.     

Gadis kecil itu langsung berlari ke arah Dinu dengan tawa yang tergelak mengiringi langkah kakinya terayun.     

"Opaa, Nefa sangat kangen. Apa Opa akan terus tinggal di sini, bobok sama Nefa juga?" tanyanya dengan nada imut. Nefa menengadah untuk melihat Kakeknya yang begitu tampan seperti Papanya.     

Dinu mengalihkan pandangan ke arah Delon yang mengangguk di sela senyum tampannya.     

"Nefa mau Opa tidur di sini? Berapa lama?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.