HE ISN'T MYBROTHER

Perebutan Perusahaan Kembali



Perebutan Perusahaan Kembali

0Tawa Rachel terdengar begitu nyaring di telinga. Begitu pun Delon yang menaikkan satu alis untuk bisa memahami kenapa Istrinya justru tertawa bukan membalas pertanyaannya.     

"Sayang, Suamimu sangat cemas padamu. Apa kamu tidak merasakan apa pun? Sakit mungkin?" imbuh Dinu yang ikut cemas.     

Rachel mengalihkan pandangan pada Delon kembali mendapati tatapan lelaki tampan itu membuang begitu dalam. Hal tersebut justru membuat Rachel merasa bersalah. Mungkin Delon memang benar sedang mencemaskan dirinya. Tapi, kenapa?     

"Kak," panggil Rachel lembut. "Rachel nggak apa-apa. Nggak ada luka juga, tapi kenapa kalian begitu cemas?" sambung Rachel seraya menyebar pandangan ke arah mereka semua.     

"Kita sedang di kantor polisi, nggak mungkin ada yang mau mencelakai Rachel kan?" imbuhnya membuat Delon langsung membawa wajah cantik itu ke dalam pelukannya.     

Delon takut, ia tidak tahu lagi harus melakukan apa jika Rian benar-benar nekad menarik pelatuknya. Sedangkan ada seribu alasan lelaki itu bisa saja membunuh Rachel karena dirinya.     

"Ada bahaya meski kita berada di tempat aman, Sayang. Jangan menganggap semua orang baik dengan tampilan luar. Kita bahkan harus lebih berhati-hati di tempat seperti ini."     

Rachel mendengarkan dengan seksama apa yang dikatakan Delon. Ia baru mengingat sosok lelaki misterius yang berada di belakangnya. Apa yang dimaksud mereka lelaki itu?     

Kecupan hangat berlabuh pada pucuk kepala Rachel. Delon sangat bersyukur bisa melindungi Istri tercintanya. "Kita pulang, pasti Nathan dan Nefa sangat senang Opanya datang dan akan tinggal bersama mereka," ucap Delon yang diangguki Rachel sembari menerbitkan senyum cantiknya.     

"Papa, selamat datang. Terima kasih mau tinggal bersama kami," ujar Rachel yang menoleh ke arah Dinu. Lelaki paruh baya itu menjatuhkan linangan air matanya.     

Dinu mengulurkan tangannya di atas kepala perempuan cantik tersebut. "Bukan kamu. Tapi, seharusnya Papa yang sangat berterima kasih. Sejak awal kamulah yang membuat Papa bertahan, dan sekarang Papa sudah tidak bisa lagi melihat kedua cucu Papa tersakiti," balasnya.     

Rachel mengangguk mengiyakan apa yang telah ia dengar. Karena memang hanya Rachellah yang tahu perasaan gundah atas segala sikap Delon yang selalu tak mau menerima kehadiran Dinu waktu itu. Sekarang Rachel ikut bahagia dengan penyatuan Papa dan Anak tersebut.     

"Apa yang kalian katakan?" Delon mengernyitkan kening saat mendengar kode yang begitu jelas di antara Istri dan Papanya.     

Delon mengalihkan pandangan ke arah Dinu yang terlihat sedang menyeka kedua rahang tuanya dengan mengulum senyum. Sedangkan Istrinya juga sama.     

"Kalian sudah bekerja sama sejak awal. Dan mengetahui semua ini ya?" tambah Delon membuat Rachel kembali tak bisa menahan tawa terpingkalnya.     

"Salah sendiri suka banget marah!" sahut Rachel semakin membuat Delon memeluk gemas Istrinya.     

Sedangkan di sisi lain Rian sedang mengendarai mobilnya ke arah rumah yang telah sah menjadi Marina dan dirinya. Suara mengaduh membuat Rian berkali-kali menengok ke arah bangku belakang untuk memastikan wanita paruh baya itu tidak mengalami luka yang serius.     

"Apa ada luka yang serius, Ma? Kenapa tadi tidak menghindar?" tanya Rian sedikit kesal dengan sikap tak berdaya Mamanya.     

Padahal sudah beberapa kali Rian mengatakan untuk selalu menjadi wanita kuat dan tak mudah ditindas Dinu. Tapi, apa yang ia lihat sekarang? Justru tubuh wanita paruh baya itu mengalami luka karena terkeran goresan bebatuan kecil.     

Marina tidak menoleh ke arah wajah putranya yang menatap ke arah aktivitasnya saat ini. Ia masih sibuk memberikan obat merah pada lukanya sebelum nanti akan membekas dan membuat kulit putihnya ternodai.     

"Diam, Rian! Mama sedang fokus. Kamu fokus saja pada stirmu. Kalau kita kecelakaan bisa bahaya," seloroh Marina membuat Rian berdecak.     

Rian akhirnya kembali memfokuskan arah pandangnya pada luas jalanan raya aspal hitam. Ia mengingat Rachel yang berada di atas kursi roda, dirinya juga tak benar-benar tega mengarahakan senjata itu pada perempuan cantik tersebut.     

Namun, jika mengingat Rachel yang menolak dirinya beberapa tahun lalu membuat perasaan benci itu muncul kembali . Padahal dirinya lebih segalanya daripada Delon yang hanya memiliki anak perusahaan saja.     

Tapi, sekarang justru dirinyalah yang berada di bawah. Rian bahkan tak punya wajah yang bisa ia tunjukkan pada Rachel.     

"Kenapa bisa seperti ini ... aku tidak pernah menyangka jika aku telah ditipu lelaki tua itu!" Monolog Rian sembari memukul kendali stir hingga membuat mobil tersebut kehilangan arah.     

"Riaan! Kau kenapa? Kita bisa mati beneran kalau begini!" seloroh Marina saat duduk harus tergeser paksa. Dan seluruh obatnya terjatuh di atas lantai mobil.     

Rian tidak menjawab pertanyaan Mamanya. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan yang begitu tinggi seolah dia tidak sedang membawa seorang perempuan di dalam mobil.     

"RIAN!" teriak Marina dengan kencang. Perutnya sudah merasa mual karena ulah Rian yang seperti seorang pembalap.     

Mobil yang dikendarai Rian telah sampai di depan halaman rumah. Mobil mewah itu hanya memerlukan waktu lima belas menit untuk sampai dengan selamat di rumah.     

Rian masuk terlebih dulu dan di belakangnya sudah ada dua pelayan yang sedang memapah tubuh Marina yang benar-benar tak kuat menahan pusing dan mual karena mobil yang dilakukan oleh Rian.     

"Bawa Mamaku ke dalam kamar," perintah Rian pada dua pelayan tersebut dan dirinya berlalu ke arah ruang kerjanya.     

Rian harus segera merencanakan kembali bagaimana mengalihkan nama perusahaan itu dengan namanya kembali. Ia tidak peduli dengan nyawa Rachel jika memang dirinya harus membunuh perempuan itu.     

"Selamat siang, Tuan Rian," sapa asisten pribadi Rian yang sudah berada di depan ruang kerja sesuai dengan perintah Rian.     

Rian mengangguk, lalu mengkode asisten pribadinya untuk ikut masuk bersama dirinya. Dia pun menurut, mengayun langkah beriringan dengan sang Tuan.     

"Apa beritaku yang diusir itu telah menyebar ke seluruh media?" tanya Rian seraya mendudukkan tubuhnya di bangku kebesaran yang biasanya diduduki Dinu.     

Asisten pribadi Rian nampak ragu untuk mengatakan yang sejujurnya mengingat berita itu begitu heboh. Dan pengusiran yang dilakukan dengan cara tidak hormat tersebut telah membuat seluruh media gempar dengan memasang wajah Rian sebagai cover utama.     

Rian membuka komputernya. Ia tidak sabar hanya menunggu asisten pribadinya mengatakan kejujuran yang ia yakini telah menjadi buah bibir seluruh masyarakat di Negara ini.     

"Kau punya mulut atau tidak? Apa aku harus mengulang untuk kedua kalinya?" Ulang Rian dengan nada sarkas.     

Asisten pribadinya itu pun mengangkat kepala, perlahan membuka mulut dengan takut-takut. "Berita Anda yang telah diusir dan terjatuh di depan perusahaan membuat seluruh media cetak maupun online memasang hot trending," jelasnya.     

Rian terdiam, ia mengkode jemari yang terayun di udara pada asisten pribadinya untuk kembali bercerita.     

"Kami telah mencegah semampu kami. Tapi, kita perlu uang terlalu banyak untuk membuat seluruh media menghentikan semuanya, Tuan." Lanjutnya kembali.     

"Apa respon Yunita tentang ini?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.