HE ISN'T MYBROTHER

Pukulan Melayang



Pukulan Melayang

0"Lon, gue ngomong sama lo! Sialan banget Lo ngerjain gue!"     

Regan tidak henti-hentinya menganggu Delon yang sama sekali seperti tak peduli dengan protesan lelaki berkaca mata itu.     

Hentakkan sepatu pantofel sudah menyebar di ruangan itu. Beberapa tumpukkkan dokumen juga sudah Regan banting di depan tumpukan berkas baru Bossnya, tapi lelaki itu masih tetap sama, tidak mau menggubris dirinya.     

Akhirnya Regan menyerah. Dengan napas terngos-ngosnya, lelaki itu berjalan terhuyung ke arah sofa coklat mewah tepat di depan meja kantor Delon.     

Delon mengangkat wajah, mengarahkan pandangan pada Regan yang masih mengumpat dirinya di sela napas yang hampir habis.     

"Kau tidak perlu mengerjakan dokumen-dokumen itu, nanti akan ada yang datang untuk membantumu. Dia akan menjadi wakilmu sementara," kata Delon yang hanya dibalas Regan dengan lambaian tangan di udara.     

Delon meraih benda pipihnya yang baru saja bergetar. Lengkungan senyum terbit di sana. Lelaki tampan itu bangkit dari duduknya, menyahut ponsel yang tadi ia sempat letakkan sementara di atas meja.     

Lelaki itu sedikit berlari untuk segera melewati batas ambang pintu kantornya meninggalkan Regan dengan kaca mata beningnya yang telah turun.     

"Ada apa dia, kenapa sesemangat itu?" Monolog Regan yang tak pernah menemui Delon seantusias itu saat keluar dari ruangannya. Bahkan ia bisa melihat senyum iblis tergantikan dengan senyum tampan.     

Delon berjalan cepat untuk bisa menjemput seseorang yang sepertinya sudah berada di depan perusahaannya. Tubuh kekar itu masuk dengan tak sabar ke dalam lift. Bahkan, tombol lift ia tekan beberpa kali.     

Apa yang dilakukan Delon mengundang beberapa karyawannya yang juga penasaran kenapa boss mereka begitu gugup hanya untuk sekedar turun ke lantai bawah. Mereka saling berbisik hingga wajah boss tampan mereka tertutup sempurna.     

"Astaga kenapa aku jadi segugup ini bertemu dengan dia," gumam Delon sembari mengusap-usap buku tangannya seperti seseorang yang sedang mencari kehangatan di tengah dinginnya kulit buku tangan itu.     

TING!     

Bunyi lift terbuka dengan cepat membuat Delon juga dengan cepat berlari untuk segera menyambut permata hatinya.     

Hembusan angin menerpa dasi dan rambut hitam legamnya hingga melambai-lambai di delan lobby perusahaan. Senyum tampan itu tergores di saat ia melihat mobil hitam pekat baru saja sampai akan memperlambat laju kecepatan.     

Seseorang terlihat keluar dari mobil tersebut, dan disusul supir yang perlahan berlari ke arah bagasi. Delon tidak ingin hanya menunggu, lelaki itu berjalan dengan antusias ke arah pintu mobil belakang yang terbuka.     

"Selamat siang Istriku," sapa Delon dengan lembut, kedua tangan itu terulur untuk sedikit menarik ke arah dirinya yang akan memberi kecupan hangat di kening kecil Rachel.     

"Siang, Kak. Kenapa di sini? Aku bilang bisa naik sama Papa kok," protes perempuan cantik itu yang merasa telah merepotkan Delon di saat waktu kerja seperti ini.     

Delon meraih dua tangan Rachel, ia satukan punggung tangan tersebut membawanya di depan permukaan bibir tebalnya.     

"Bukankah ini, bukan hal yang pertama, Sayang? Kenapa kamu protes sekarang?"     

Jawaban Delon membuat Rachel hanya bisa tersenyum dicampur dengan merajuk.     

Ia merasa dispesialkan setiap hari, maka dari itu Rachel tidak mau sampai merepotkan suaminya kembali di saat dirinya ingin mempelajari berbagai urusan kantor kembali. Meski ia sudah mempunyai dasar, tapi ia harus tetap kembali mempelajarinya dari awal.     

"Dasar! Aku ini karyawanmu, bukan lagi Istrimu," kata perempuan cantik itu di saat tubuhnya sudah beralih di dalam gendongan Delon.     

Delon terkekeh sembari mengecup gemas pipi putih Istrinya. Langkah panjang itu mengarah pada kursi roda yang telah disediakan oleh Pak Yono.     

"Di sini masih di luar perusahaan. Kamu masih tetap Istri tercintaku," tanggap Delon seraya melatakkan tubuh ramping itu perlahan.     

Rachel membalas dengan senyum simpulnya, ia tidak tahu lagi harus mengucapkan apa untuk berterima kasih kepada Suaminya, setahun ini Delonlah yang mengurus segalanya hingga Rachel hanya bisa ternganga tak percaya.     

"Terima kasih, Suamiku," ucap Rachel.     

"Tidak gratis, Sayang. Upahnya nanti malam," balas Delon yang langsung mengambil alih kursi roda Rachel. Di samping Delon sudah ada Dinu yang mengulas senyum melihat kemesraan putranya.     

"Papa akan di sini bersama Rachel atau nanti akan pulang dijemput pak Yono?" tanya Delon di sela kakinya yang mengayun bersamaan dengan kursi roda Rachel.     

Dinu mengangkat tangan kanannya, mengarahkan pandangan pada jarum jam yang berjalan.     

"Papa akan pulang bersama Rachel. Papa juga sudah menyelesaikan beberapa berkas perceraian yang masih kurang kemarin," tanggap Dinu yang sudah memasukkan tubuh tuanya di lift bersama dengan Delon dan Rachel.     

Delon pun mengangguk paham, ia senang kalau Papanya sebentar lagi akan terbebas dari ikatan pernikahan yang seharusnya bisa membuat Papanya bahagia.     

Hanya beberpa menit mereka menunggu akhirnya lift kembali terbuka. Seluruh karyawan terkejut dengan kedatangan Rachel yang tersenyum ramah ke arah mereka semua.     

Mereka tidak menyangka kabar yang mengatakan Istri dari Tuan mereka benar-benar lumpuh adalah benar. Tapi, kecantikan Istri Tuan mereka begitu menawan. Mereka hampir melupakan kondisi fisik yang sedang dialami Rachel.     

.     

"Apa ada kak Regan, Kak?"     

Delon mengusap lembut pucuk kepala Istrinya. "Ada, dia yang paling protes ketika aku memilihmu sebagai wakil sekretarisnya," balasnya.     

Rachel hanya membalas dengan senyum simpul yang belum juga pudar dari wajah cantiknya.     

Hanya tinggal beberapa langkah, Rachel merasakan roda kursi rodanya berhenti di tempat. Ia mengangkat pandangannya pada pintu kayu besar di depannya.     

"Selamat datang, Sayang!" Pintu terbuka lebar membuat Rachel dan Dinu memicingkan mata melihat tampilan mengerikan di depan mata mereka saat ini.     

Delon bingung dengan ekspresi yang ditunjukkan Istrinya saat ini. Kerena tidak biasanya Rachel akan diam tanpa membalas ucapan darinya.     

"Ada apa, Sayang?" tanya Delon yang juga mengarahkan pandangan ke arah Dinu. "Kenapa, Pa? Ada yang aneh?" Lanjutnya.     

Dinu menunjuk ke arah pintu, dan seketika lelaki tampan itu mengikuti arah tunjuk Papanya.     

Delon terperangah melihat di sana Regan sedang berdiri di depan pintu dengan dasi teracak, rambut berantakkan, dan ditambah lagi kaca mata yang sudah tak sesuai tempat.     

Ada apa lagi ini? Ia pikir kondisi Regan akan membaik setelah ia membawa Istrinya untuk membantu sahabatnya tersebut.     

"Kenapa kau jadi orang gila seperti ini?" tanya Delon yang seketika mendapatkan hantaman sepatu pantofel dari Regan. Beruntung Delon bisa menghindarinya dengan begitu ahli.     

"Ada apa Kak? Nggak gajian?" tanya Rachel yang seakan tahu kebutuhan akhir bulan seperti ini. Apalagi jika melihat gaya hidup Sellyn sang mantan model.     

Regan yang mendengar suara Rachel, langsung berlari ke arah perempuan cantik itu dan memeluk dengan tubuh bergetar.     

Kedua iris coklat Rachel membulat seketika menerima pelukan dari Regan.     

"Ada apa, Kak? Ada masa—"     

"Brengsek, jangan peluk Istriku!" Pukulan keras menghantam rahang Regan hingga tersungkur.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.