HE ISN'T MYBROTHER

Siapa Pemilik Proyek Besar



Siapa Pemilik Proyek Besar

0Target Rian sudah di depan mata, meski jarak di antara mereka sangat jauh. Namun, setidaknya lelaki itu sudah bisa melihat kembali putri dari Hernandes yang begitu sulit ia sentuh beberapa hari ini.     

Lelaki yang memilih menutupi kepala dengan topi hitam, dan juga kaca mata hitam yang menghiasi kedua manik mata senada membuat tampilan Rian dan asisten pribadinya nampak seperti seorang dedetective asli.     

"Kenapa kita bisa tidak terlihat oleh mereka?" tanya Rian yang begitu aneh dengan hari ini. Ia memang mengikuti apa yang disarankan asisten pribadinya, tapi ia tidak menyangka jika hal ini akan berhasil.     

Asisten pribadi Rian menoleh ke arah Tuannya dengan untaian garis lengkung puas. Ia memang sengaja memberi seragam penyamaran yang ia padukan dengan pengawal dari Hernandes.     

Karena posture tubuh dirinya dan sang Tuan tak jauh beda dengan mereka.     

"Lihat, Tuan. Mereka masih mengira kita mempunyai strategi tersendiri untuk menjaga putri dari tuan Hernandes. Maka dari itu mereka membiarkan kita bersembunyi di balik pohon ini," kata asisten pribadi Rian.     

Rian mengangguk setelah mendengar apa yang telah di jelaskan oleh Zack. Kini tatapan Rian tertuju pada sosok perempuan berambut hitam legam dengan kulit putih susu sedang mencorat-coret sebuah canvas dengan berbagai warna yang ada di pallet.     

Wajah itu kaku tanpa seuntai garis bibir melengkung. Sedangkan ada dua orang yang senantiasa berjaga di samping perempuan itu dengan tampilan tak beda jauh dengan Rian.     

"Kalau Tuan menginginkan salah satu perusahaan dari tuan Hernandes, Anda hatus bisa ke sana dan membuat putri Abella kembali menaruh perhatian pada Tuan Rian," imbuh Zack sekali lagi dengan suara lirih.     

Rian sedikit menggerakkan kepala, sebuah tarikan sudut bibir membuat lelaki itu nampak serius dan penuh arti.     

"Kau ke sana. Lakukan sesuai dengan perintahku," perintah Rian yang diangguki Zack patuh.     

Taman yang sering digunakan putri tunggal Hernandes-Abella Hernandes selalu saja sepi tanpa pengunjung lain.     

Taman yang ditumbuhi berbagai jenis bunga dengan warna yang membuat mata segar melihat dan berbagai pohon rindang membuat tampilan taman tersebut pantas diklaim sebagai taman pribadi.     

Siapa yang tidak mengenal Abella Hernandes, putri seorang CEO terkemuka meski kekayaannya masih di bawah Delon Jeeicho sebagai CEO muda yang mendadak menggeser posisi CEO kawakan di beberapa perusahaan besar di Negara ini.     

Rian melihat Zack mencodongkan tubuh itu di kedua orang lelaki yang nampak memberi jawaban anggukkaan. Tidak lama kedua lelaki berpakaian rapi itu berjalan meninggalkan Abella.     

Abella tidak merespon apa pun. Dia masih asik menggoyangkan kuas di atas canvas yang telah dipenuhi oleh beberapa warna.     

Zack mengkode Rian dengan membenarkan topi hitamnya yang semakin di sesakkan di atas sana.     

Rian menoleh ke kanan-kiri untuk melihat situasi. Saat semua masih terlihat sama, lelaki itu menegakkan tubuh dengan tegap. Langkah panjang pasti itu berjalan sesuai manik mata hitam legam yang teraling kaca mata berwarna senada, menuntunnya.     

Jarak semakin dekat, tidak ada lagi keraguan untuk bisa mendapatkan hati Abella dan perusahaan yang akan menjadi kuasa Rian. Dalam hati lelaki terus saja tertawa melihat keberhasilan kali ini.     

"Selamat siang, Nona Abella ... apa Anda sudah merasa lelah?"     

Kalimat pertama kali yang keluar dari mulut Rian begitu ia benci. Karena selama ini semua oranglah yang harus menghormati dirinya.     

Bahkan ia hampir tak pernah menundukkan tubuh seperti ini di hadapan seorang perempuan. Apalagi perempuan itu jauh dari selera seorang Rian.     

Abella masih terlihat dingin, namun gerakkan salah satu anggota tubuhnya masih tetap sama seperti tadi.     

"Apa papaku sudah sampai?" balasnya kembali bertanya tanpa mengalihkan pandangan.     

Rian masih sedikit membungkukkan tubuh di depan kursi roda Abella. "Belum, Nona. Apa Anda ingin makan terlebih dulu?"     

"Tidak perlu."     

Rian mengaguk sebentar. Lalu ia melongok lukisan yang sedang perempuan itu buat.     

"Apa bunga-bunga di sini tidak membuat Nona bosan? Sudah beberapa lukisan Nona bertemakan bunga di sini," ujar Rian saat mengingat informasi yang dikumpulkan Zack padanya tentang Abella.     

Rian mengingat salah satu informasi tersebut yaitu lukisan ini. Mengingat lukisan yang diciptakan dari jemari lentik itu hanya berubah bentuk bunga-bunga di sini tanpa gambaran lain.     

Abella tiba-tiba menghentikan tangannya. Ia memfokuskan pada satu titik di depannya. Kerangka bunga dengan bubuhan warna kesukaan dirinya.     

"Untuk apa, aku suka di sini. Baru kau yang mengatakan bunga-bunga di sini membosankan. Wajar saja kalau kalau tidak menyukai semua ini," sahutnya seraya sedikit mengangkat hasil karyanya.     

"Saya memang tidak menyukai bunga, Nona. Tapi, Anda harus melihat tempat lain. Tidak hanya di tempat ini," sambung lelaki itu lagi membuat perempuan itu mengangkat pandangan.     

"Kau orang baru?"     

Pertanyaan itu membuat Rian dan Zack membulatkan mata. Mereka tidak boleh ketahuan terlebih dulu sebelum Abella menjadi ketergantungan dengan keberadaan dirinya.     

"Ka-kami ...."     

Sedangkan di lain tempat Delon tak pernah bisa lepas memperhatikan meja istrinya yang bersampingan dengan meja dirinya.     

Wajah putih dengan penuh keseriusan itu nampak begitu mempesona. Malam tadi memang dirinya dan Rachel telah menyelesaikan berbagai dokumen yang harus dikumpulkan dalam satu waktu.     

Sekarang, mereka kembali kedatangan beberapa dokumen kerja sama kembali.     

Delon benar-benar telah dibuat gila dengan pesona sang istri yang tak pernah luntur setelah memiliki buah cinta mereka.     

"Aku ingin sekali memanggil Rachel untuk ke sini. Tapi, jika melihat dia begitu bersemangat, rasanya aku juga tidak ingin mengganggu," gumam Delon menyanggah dagu tegasnya dengan salah satu tangan.     

Suara pintu terbuka membuat kepala istrinya terlihat terangkat. Senyum mengembang begitu cantik di sana menyapa Regan yang terlihat seperti sedang memberitahu sesuatu.     

"Ini tambahan lagi, Chel. Maaf di hari pertamamu kamu harus menanggung tugasku," ucap Regan merasa bersalah mengingat kejadian kemarin.     

Rachel kembali mengangguk, ia bahkan tidak masalah dengan berbagai tugas itum karena sebelum bergabung dengan Delon dirinya juga sudah pernah mengalami semua itu.     

"Tidak apa, Kak. Lalu, bagaimana dengan Sellyn dan Fira? Apa mereka sudah kembali?" tanya Rachel kepo. Dirinya begitu ingin tahu apa yang terjadi tadi malam.     

Regan menggaruk kepala belakang, garis melengkung canggung itu tergores alami di sana. Ia bahkan begitu malu untuk menceritakan kembali sikap konyol dirinya dan Sellyn.     

"Dia bohong, dia masih di rumah ... mandi dengan Fira. Padahal gue udah nangis-nangis di depan rumah orang tua Sellyn. Huh, gue dikerjain ibu sama anak," sahut lelaki berkaca mata itu.     

Rachel terkekeh kecil mendengar hal tersebu. Meski ia tahu jika Sellyn hanya mengerjai Regan. Namun, ia tidak tahu jika Sellyn memiliki ide seperti itu.     

"Ini pelajari, Chel ...." Regan memberikan dokumen kerja sama untuk kesekian kali. "Ini untuk daeadline dua hari lagi akan ada meeting besar di sini." Lanjutnya.     

Rachel pun begitu penasaran dengan meeting besar itu dan sepenting apa proyek kali ini. Dokumen itu telah dibukanya. Dan satu nama mencuri perhatian Rachel.     

"Karen ... siapa Karen, Kak?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.