HE ISN'T MYBROTHER

Kekesalan Karen



Kekesalan Karen

0Antoni mengangguk sesuai dengan apa yang dikatakan asisten pribadinya. Ia lupa jika dirinya telah berubah, hampir saja Antoni ingin menggunakan caranya dulu.     

"Gunakan berbagai dokumen ini, Tuan Antoni. Saya telah mempersiapkan segalanya. Tapi, waktu yang Anda punyai tak akan lama. Jadi, manfaatkanlah Tuan."     

Asisten pribadinya menyerahkan sebuah dokumen yang berisikan berbagai data tentang kedekaan Antoni dan Anita. Serta Negara di mana mereka dilahirkan. Hal tersebut akan menjadi bahan pertimbangan pihak keamanan Negara itu untuk mengizinkan lelaki tampan itu masuk.     

"Kau memang bisa kuandalkan," ucap Antoni seraya membuka lapisan demi lapisan kertas putih berisikan ketikan huruf dan angka yang diperjelas dengan tinta hitam.     

Tidak berapa lama dokumen itu tertutup, lalu meletakkan di dalam genggaman tangan Antoni. Kaki panjang itu mulai terayun untuk mempersingkat jarak tubuhnya dengan ruang rawat Anita yang dijaga oleh dua lelaki bertubuh kekar itu.     

"Permisi, " ucap Antoni dalam bahasa Inggris. Dan membuat kedua penjaga itu teralihkan pandangan pada sosok lelaki berwajah asing dengan kemeja tapi di hadapan mereka.     

"Iya, ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satu dari mereka.     

Antoni mengulas senyum simpul hormatnya. Ia menyerahkan dokumen yang tadi diberikan oleh asisten pribadinya.     

"Saya ingin mengunjungi kerabat saya yang dirawat di dalam sana. Berbagai dokumen sebagai persyaratan sudah berada di sana," jelasnya membuat dua penjaga itu saling menatap saat salah satu dari mereka telah selesai membaca dokumen tersebut.     

Salah satu dari mereka mengangguk untuk memberi tahu rekan kerjanya bahwa Antoni berhak mengunjungi tahanan Negara itu.     

"Kami, akan memeriksa tubuh Anda terlebih dulu. Silahkan angkat kedua tangan ke atas," lanjut dari salah satu dari mereka lagi.     

Antoni menurut saja. Apa pun ia akan lakukan demi bisa bertemu lagi dengan Anita, meski nyawa adalah taruhannya. Sekitar lima belas menit tubuh kekar Antoni diperiksa, akhirnya polisi tersebut memberi kode pada rekan kerjanya lagi, jika Antoni lolos dari pemriksaan.     

"Silahkan masuk. Di dalam sana sudah petugas juga yang berjaga. Anda tidak diizinkan untuk membawa barang, jika saat ini Anda ingin memberi apa pun kepada tahanan, kami akan memeriksa terlebih dulu," ujar salah satu dari mereka kembali.     

Antoni mengiyakan saja perkataan mereka karena dirinya memang tidak sedang membawa apa pun. Mengingat depresi yang dialami Anita juga disebabkan oleh dirinya.     

"Saya tidak membawa apa pun, hanya berkas itu saja. Jadi apa saya boleh masuk sekarang?"     

"Silahkan."     

Salah satu dari mereka membuka membuka pintu ruangan tersebut, lalu kembali mempersilahkan Antoni untuk segera masuk.     

Langkah panjang itu terayun untuk bisa bertemu dengan Anita kembali setelah bertahun-tahun lamanya ia hidup dalam.bayang-bayang dendam dan pembalasan yang salah sasaran.     

Ingin rasanya Antoni memutar waktu untuk mengembalikan seluruh keadaan menjadi membaik. Di saat kedua orang tuanya masih hidup dan segala perbuatan yang telah ia lakukan kepada Delon.     

Seluruh dosa itu tak bisa termaafkan lagi. Antoni benar-benar seorang lelaki yang buruk yang seharusnya tidak lagi memunculkan wajah di depan Anita.     

Tubuh tegap itu mendadak terhenti di tempat. Saat kedua manik mata hitam legamnya merekam sosok wanita yang terduduk di atas brankar dengan memeluk kedua kaki jenjang yang terlipat. Tatapan itu terlihat kosong, punggung kecil itu bergetar.     

"Anita ...."     

Panggilan itu membuat sang pemilik nama mengangkat kepala. Bola mata itu hitam hitam kelam itu membuat jantung Antoni berdetak lebih cepat. Kenangan pertemuan mereka dulu, kembali menarik Antoni linangan air mata menetes begitu saja.     

Wajah cantik dan sikap ceria yang selalu melekat pada gadisnya kini seakan membuat hatinya terluka. Sayatan-sayatan luka baru kembali membuat luka yang dulu kembali menganga.     

"Anita ... apa kau masih mengingatku?" tanya Antoni sekuat mungkin menahan kesedihan hati melihat kepala wanita yang dia cinta menggeleng dengan bola mata bertar di sana.     

Tubuh Anita terlihat terseret kebelakang. Sedangkan Antoni semakin memperpendek jarak di antara mereka.     

"Ti-tidak, pergi ... pergi!" teriak Anita yang sudah menarik satu bantal berselimut putih untuk menekan wajah ketakutannya di sana.     

Satu orang petugas keamanan di sana memang tidak tahu arti dari yang diucapkan tahanan yang sedang dia jaga. Tapi, ia cukup bisa menyimpulkan dengan teriakan itu. Jika, wanita tersebut ketakutan dengan tamu kedua setelah saudara kembarnya.     

"Saya mohon untuk tidak membuat pasien ketakutan. Anda bisa berbicara dengan jarak, agar dia tidak ketakutan," ucap sang petugas keamanan Negara.     

Antoni akhirnya menurut sesuai dengan saran. Ia jua melihat tubuh Anita bergetar lebih dalam dari sebelumnya. Antoni tidak boleh lagi menyakiti wanita itu. Sudah cukup penderitaan Anita untuk menyimpan seluruh kepahitan hidup yang telah dia jalani selama ini.     

Lelaki tampan itu memundurkan langkah sebanyak tiga langkah. Tiubuh tegap itu akhirnya berdiri di sana.     

"Anita, ini aku Antoni... kamu pasti sangat membenciku atas perlakuan kedua orang tuaku. Sesungguhnya aku tidak tahu akan semua yang terjadi pada keluargamu ..."     

"Jika, aku tahu. Aku pasti akan mencegahnya. Seluruh kekayaan yang orang tuaku yang diambil dari keluargamu juga membuatku terluka. Aku tidak tahu harus melakukan apa lagi," sambung Antoni dengan kepala tertunduk lemas.     

Punggung kekar itu juga bergetar. Ia tidak bisa berbuat apa pun, karena fakta itu baru ia ketahui.     

"PERGI!"     

"PERGI! JANGAN DATANG DI DEPAN MATAKU!" Lanjut Anita dengan tawa terbahak. Bantal yang tadi menutupi wajah pucat pastinya terbuang begitu saja di atas lantai.     

"Kau dan keluargamu harus mati! Dan juga Delon!"     

***     

Setelah meeting besar terjadi, Rachel keluar dengan Delon yang berada di belakangnya mendorong kursi roda yang sekarang menjadi penompang tubuh ramping itu.     

Rachel tak henti-hentinya mengulas senyum bahagia melihat Delon sama sekali tidak pernah lekang memberi arahan kepada dirinya yang meraba kembali sebuah meeting penting yang sudah lama tidak ia rasakan.     

Namun, saat pasangan itu akan kembali masuk ke dalam ruang kerja mereka yang menjadi satu. Suara panggilan yang memanggil nama Delon membuat lelaki itu menghentikan langkah seketika.     

"Tuan Delon, tunggu dulu. Apa kita bisa membahas kembali sedikit bagian yang hilang dalam meeting. Karena beberapa staff saya yang ceroboh, saya merasa ada bagian yang belum dibahas tadi," katanya membuat Delon memijat kening yang telah berkerut.     

"Anda bisa membahasnya dengan sekretaris utama saya. Saya hari ini sangat sibuk, Nona Karen. Seluruh perubahan yang Anda minta akan segera dilaporkan kepada saya."     

"Saya harus segera menjemput kedua anak kami." Lanjut Delon dengan nada tergesa. Ia dan Rachel memang ingin segera menjemput Nathan dan Nefa di sekolah, mengingat keadaan Dinunmasih belum stabil.     

Wanita itu menggeleng tak percaya seorang CEO terpandang seperti lelaki tampan di depannya itu lebih mementingkan keluarga daripada bisnis mereka yang mengeluarkan jumlah trilliunan.     

"Anda sangat tidak profesional, Tuan Delon."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.