HE ISN'T MYBROTHER

Pertemuan Delon dan Hernandes



Pertemuan Delon dan Hernandes

0"Apa kau di sini sengaja ingin menemuiku?" tanya Abella dengan suara terbata. Karena keterbatasan wanita itu untuk berbicara membuat dia malas untuk berbicara dengan siapa pun, kecuali papanya.     

Akan tetapi, karena kehadiran Rian di dekat Abella membuat wanita itu sedikit membuka hatinya yang dingin tak pernah tersentuh oleh cinta dari lelaki lain kecuali Hernandes.     

"Nona, saya sesungguhnya memang sengaja selalu bertukar tempat dengan teman saya untuk bisa menemani Nona Abella berada di sini kembali ..."     

"Apa pemandangan di sini begitu indah, Nona ... sehingga Anda bisa kembali lagi di tempat saat saya menunjukkan kepada Anda." Lanjut Rian menempatkan pandangan tajam di balik kaca mata hitam itu pada rumpunan berbagai jenis bunga. Dan juga pohon besar rindang yang tertanam begitu apik.     

Rian melakukan pelacakan pada taman yang sering digunakan putri tunggal Hernandes hingga menghabiskan sejumlah uang yang tidak main-main. Namun, hasilnya begitu memuaskan. Dirinya sekarang bisa satu langkah lebih maju dari kemarin.     

Abella mendongak, lalu kembali menurunkan pandangan hangatnya. Ia begitu nyaman dengan kehadiran salah satu anak buah papanya itu. Setelah cinta yang pernah ia ungkapkan kepada Rian dulu, Abella menjadi semaki menjadi wanita murung.     

Dia tahu jika Abella bukan wanita sempurna yang bisa bersanding di samping Rian, seeorang lelaki tampan pemilik segalanya. Namun, segala penghinaan dan penolakan tak pernah membuat Abellaembenci sosok Rian yang sesungguhnya.     

Wanita itu bahkan percaya jika jodohnya adalah lelaki tampan tersebut. Dan dia juga yakin jika, Rian akan berubah untuknya.     

Akan tetaapi, perasaannya dibuat nyaman oleh lelaki yang berada di sampingnya. Semoga saja Abella bisa menjaga sikap profesional dengan statusnya yang tak biasa.     

"Kau bisa berada di sana? Aku akan melukis untukmu," ucap Abella dengan ketidak sempurnakan yang wanita itu miliki.     

Rian menoleh sedikit tercengang dengan permintaan Abella. Pasalnya ia tak pernah dilukis oleh siapa pun seumur hidup.     

"Iyaz berdirilah di sana. Aku tidak sedang meminta, tapi memerintah sebagai putri atasanmu. Apa pun penolakan yang ada di dalam hatimu. Aku tidak peduli."     

"Cepatlah." Abella mengganti canvas yang telah penuh denan coretan cat warna-warninya dengan canvas putih bersih yang akan siap menerima sentuhan dari tangannya kembali.     

Rian sedikit ragu untuk mengayun langkah, ia juga malu dengan tatapan dari beberapa anak buah Hernandes yang seprtinya sedang memperhatikan dirinya sejak acara pemberian bonus dari Hernandes.     

"Apa begini, Nona?" tanya Rian saat memposisikan tubuhnya berdiri tegap di depan bunga indah yang sedang bermekaran tersebut.     

Abella yang sedang menunduk mempersiapkan seluruh alat tempurnya sesuai dengan rencana warna yang telah tersusun di pikirannya.     

Abella masih tidak merespon panggilan dari Rian. Sehingga membuat lelaki itu kesal, ia benar-benar malu dengan para anak buah Hernandes yang menertawakan dirinya diam-diam.     

"Hemm, Nonaa. Apa seperti ini? Apa tidak jadi saya ya? Saya menjaga Nona Abella saja," imbuh Rian yang berniat mengayun langkah ke arah wanita cantik itu yang sedang sibuk dengan alat lukisnya.     

"Berhenti di sana!" perintah Abella dengan tangan yang terukur di depan tubuh untuk menghentikan langkah Rian semakin maju.     

Rian yang baru saja melangkah dua langkah akhirnya memundurkan lagi dengan kerutan bertumpuk di kening.     

Abella mengangkat kepala, dia menutup mulutnya saat melihat tubuh Rian terlalu kaku untuk dijadikan sebagai model seperti lelaki berpakaian dan bertubuh luwes yang berada di cover majalah.     

Rian sungguh jauh dari itu semua, lelaki bertubuh kekar itu justru seperti sedang seperti mengancam seluruh bunga yang berada di dekatnya untuk tetap.mekar selama dia ada di sana.     

"Tetap di sana dengan tangan berada di pinggang ... ya, seperti itu. Ambil satu bunga saja, letakkan di sela telinga."     

Perintah Abella begitu jelas terdengar di telinga Rian meski wanita itu berkata dengan terbata-bata. Namun, anehnya Rian sama sekali tidak protes untuk melakukan semua itu.     

Rian menurut dengan perintah Abella tanpa bantahan sama sekali.     

"Sudah seperti ini?" tanya Rian kembali yang diangguki Abella dengan senyum yang tergores di sana.     

Tangan Abella mengayun kuas dengan begitu lincah mencampurkan warna hingga menjadi warna gradasi yang menakjubkan. Wajah tampan dengan aling-aling kaca mata itu tergambar dengan begitu apik, tak kalah cantik dan sempurna dengan bunga-bunga yang bermekaran di sana.     

"Jangan turunkan tanganmu. Kau tidak boleh mengeluh lelah, kau bawahanku. Kau harus menurut apa yang kukatakan," ucap Abella kembali saat mendapati tangan Rian semoatdi turunkan.     

Abella mengeularkan tawa kecil saat melihat sudut bibir Rian turun. Ia tahu lelaki itu sangat tidak menyukai bunga, dan beberapa hal yang dia lakukan sekarang demi dirinya.     

Wanita cantik itu sedikit tidak peduli karena hanya anak buah papanyalah yang bisa membuat senyum Abella kembali lagi tertoreh. Setelah sekian lama dirinya mengukung diri dengan beberapa lukisan sebagai pengungkapan hatinya.     

"Apa sudah selesai, Nona? Saya pegaal!" teriak Rian.     

Sedangkan di sisi lain Hernandes tidak pernah membiarkan bola mata hitamnya telah menangkap sesuatu yang asing di pantulan matanya membiarkan saja hal tersebut terjadi.     

Abella di sana. Jika ada sesuatu yang berbahaya Hernandes tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.     

"Apa tuan Delon ada di dalam ruangan?" tanya asisten pribadi Hernandes pada seorang resepsionis.     

Wanita itu membuka sebuah buku agenda yang digunakan untuk mencatat berbagai pertemuan dan jadwal yang akan dia laporkan kepada Regan tentang pertemuan yang harus dihadiri Tuan mereka, Delon.     

"Tuan Hernandes ... Anda sudah ditunggu tuan Delon di lantai atas. Permintaan pertemuan telah disetujui oleh tuan Delon," jelasnya lagi membuat garis lengkung itu tercetak begitu jelas.     

Hernandes bukanlah sosok CEO yang selalu membanggakan apa dia miliki. Lelaki paruh baya itu selalu hidup dengan sederhana, meski ia harus dengan terpaksa menggunakan beberapa anak buahnya untuk menjaga dirinya dan Abella.     

Karena mengingat pertahanan di ruang bisnis yang begitu luas membuat siapa pun berani melakukan apa pun yang mereka ingin capai, termasuk menyingkirkan nyawa satu keluarga.     

"Apa kau sudah mengatakan kepada orang di sana untuk mengetat dan mendata kembali orang-orang yang menjaga Abella?" Suara berat itu membuat sekretaris Hernandes menoleh, lalu mengangguk.     

"Sesuai dengan permintaan Tuan Hernandes."     

Perjalanan lift tidak terlalu membutuhkan waktu lama untuk bisa sampai di ruangan Delon. Bebarapa karyawan Delon yang berpapasan dengan lelaki paruh baya itu selalu memberi salam hangat dan hormat.     

Hernandes begitu senang berkunjung di perusahaan Delon, karena merasa begitu dijunjung tinggi kehormatannya meski perusahaannya masih di bawah Delon.     

"Tuan Hernandes, selamat pagi ... Anda sudah ditunggu pak Delon. Pak Delon juga hal yang jngin dikatakan," ucap Regan yang berada di depan kantor Delon dan berpapasan dengan lelaki paruh baya tersebut.     

"Baiklah, aku akan segera bertemu dengannya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.