HE ISN'T MYBROTHER

Tante Jahat



Tante Jahat

0Suara gemertak pensil yang berada digenggaman tangan mengiringi setiap kata yang terdengar jelas di telinga Rachel. Ingin rasanya ia melangkah dan menampar keras pipi Karen.     

Rachel melirik ke arah suaminya yang terlihat terpaku menatap ke arah wanita di depannya setelah mendengar permintaan dari wanita itu. Ia masih menunggu, kalimat apa yang akan terlontar dari mulut Delon.     

"Iya, di sini ... kita bisa letakkan nama Tuan Delon dan saya, sebagai bukti kerja sama yang pernah terjalin." Lanjut Karena saat mendapati tatapan Delon berbeda.     

Delon yang hampir mengeluarkan kalimat mematikannya langsung menutup dua sisi bibirnya yang telah terbuka. Punggung kekar itu juga kembali tersender di senderan bangku kebesaran lelaki itu.     

"Sepertinya tidak perlu berlebihan seperti itu Nona Karena. Anda bisa melihat ada nama dari perusahaan saya yang akan tercantum dalam sertifikat kepemilikan pembuatan hotel Anda nanti ..."     

"Hal tersebut sebagai bukti tanggung jawab saya sebagai pemimpin. Anda bisa komplain apa pun tentang metode pembuatan dan jika ada bangunan yang tidak kokoh. Tapi, menurut saya itu tidak akan mungkin terjadi," imbuh Delon dengan suara hormatnya.     

Karena mengulas senyum simpulnya untuk menanggapi penolakan Delon pada tawaran Karen. Baru kali ini ada lelaki yang mengacuhkan permintaannya, padahal jika mereka disandingkan akan sangat serasi, menurut Karen.     

"Benarkah seperti itu? Saya sudah bekerja sama dengan puluhan perusahaan, tapi saya rasa ... saya memang percaya dengan kinerja perusahaan Tuan Delon. Apalagi, melihat kemampuan yang Anda miliki," pujinya, ia ingin melihat reaksi apa yang ditunjukkan oleh lelaki tampan tersebut.     

Delon melirik ke arah jarum jam yang ada di pergelangan tangannya. Tarikan napas dalam membuat lelaki itu jenuh dengan keberadaan Karen karena sudah selama ini.     

"Terima kasih, Nona. Sepertinya saya masih ada meeting setelah ini ... apa masih ada yang dibicarakan? Anda bisa bertanya pada sekretaris saya," sahut Delon yang sudah ingin mengakhiri pembahasan yang menejemuka itu.     

Karen sedikit menoleh ke arah samping ruangan Delon dengan posisi tak terlihat dari pandangan lelaki di depannya.     

Dan pasti Delon pikir, Karen sedang membenarkan rambut. Padahal, dirinya sedang memperhatikan wajah istri dari lelaki tampan itu yang memerah membara menahan kesal melihat dirinya dengan Delon.     

"Bu Rachel?" tanya Karen dengan wajah yang merasa tidak tahu apa pun.     

"Bukan, Regan. Dia yang lebih paham tentang kontrak yang terjalin dan seluk peluk dari semua hal yang akan Nona Karen tanyakan," balas Delon yakin.     

Dua buah batang pensil sudah tergeletak.tak berdaya di atas meja. Sekarang berganti pada pena yang sudah berada di genggaman tangannya. Meski, sudah menghasilkan korban. Tapi, rasa cemburu Rachel masih belum surut. Bahkan semakin memburu saja.     

"Dia senagaja atau bagaimana? Ini sudah dua jam berlalu dan mereka masih berbicara? Sebenarnya apa yang sedang wanita itu tanyakan lagi pada kak Delon?" gumam Rachel yang akan menggebrak meja kerjanya. Namun, suara pintu terbuka membuat Rachel menoleh seketika.     

"Maamaa!" panggilan itu membuat kemarahan Rachel menyusut.     

Bola mata hitam dan coklat berbinar itu membuat hati Rachel menghangat seketika. Ia tidak menyangka kedua anaknya bisa menyusul ke dalam kantor.     

"Astaaga, mimpi apa Mama bisa kedatangan jantung hati Mama?" ucap perempuan cantik yang sudah memeluk gemas dua buah hatinya yang sekarang berada di pangkuan Rachel.     

Sedangkan Delon yang mendengar suara kedua anaknya langsing bangkit dari duduknya, melihat seorang lelaki paruh baya berdiri di ambang pintu yang juga sedang menatap dirinya lekat.     

"Tuan Delon ..." panggil Kareb yang terkejut melihat tubuh tegap.itu berdiri tanpa aba-aba. Sedangkan permainan Karen belum selesai.     

Delon memutar pandangan seraya mengerjapkan kedua kelopak mata yang terbuka tegas sejak tadi ke arah Karen yang ikut berdiri di hadapannya.     

"Nona Karen sepertinya Anda harus pergi sekarang. Saya rasa seluruh pertanyaan sudah saya jawab ..."     

"Dan jika masih ada yang perlu dipertanyakan lagi, Anda bisa menghubungi nama yang saya sebutkan tadi." Ulang Delon yang sudah tak sabar ingin menyusul keberadaan anak kembarnya di meja Rachel.     

Karena menggeram di sela senyum palsunya. Tubuh ramping itu membungkuk ke arah Delon dengan hormat.     

"Baiklah, saya permisi Tuan Delon. Saya lebih baik bertanya pada Anda daripada orang lain, karena jumlah proyek ini sangat besar. Dan saya tidak pernah percaya pada siapa pun," tanggap Karen yang sudah berbalik badan dan berjalan meninggalkan ruang Delon tanpa menunggu jawaban dari lelaki tersebut.     

Delon sendiri tidak peduli dengan perkataan Karen. Bahkan kedua telinganya terasa tuli, dan hanya bisa mendengar celotehan manja Nefa yang selalu saja fasih menceritakan berita yang berada di sekolah gadis kecil itu.     

'Sialan sekali, gara-gara kedatangan dua bocah itu konsentrasi Delon jadi terpecah dan tidak mau menatapku!' batin Karen sangat dongkol mengingat lelaki gagah nan rupawan itu menjadi terlihat bodoh hanya karena suara tawa cekikkan dari dua makhluk kecil tersebut.     

Karen berjalan hampir melewati meja Rachel, ia ingin menyapa sekedar basa-basi pada calon istri tua Delon yang umurnya jauh lebih darinya. Senyum palsu yang terukir di sana kembali harus ia tarik ketika mendengar salah satu anak dari istri Delon membuatnya memicing tajam.     

"Tante Jahaat! Tante yang tadi di sekolah marah-marah kan?" ucap Nefa yang membuat Rachel dan Dinu melebarkan mata seketika.     

Pandangan Rachel yang tadinya hanya terfokus pada Nathan dan Nefa kini berubah pada Karen.     

"Aku? Bukan Sayang. Mungkin kamu salah melihat," kilah Karen yang tak ingin tampilan dirinya sebagai Dewi yang sempurna cacat di mata lelaki yang kini berada di belakangnya.     

Rachel menurunkan kembali pandangannya pada Nefa seraya mengusap pipi gembul itu. "Mungkin Nefa salah melihat, Sayang. Tidak mungkin Tante ini yang Nefa lihat," ucap Rachel yang merasa tidak enak kepada wanita di depannya.     

Nefa menggeleng, ia masih mengingat bener siapa pemilik wajah monster yang membuat sekolahnya gempar hingga membuat dirinya ikut membela teman yang dimarahi wanita di depannya.     

"Baju dan wajahnya sama kok, Ma. Tante itu kalau marah-marah nyeremin, tanya aja sama Kakak kalau nggak percaya," tambah Nefa yang memeluk leher jenjang Rachel, meletakkan wajah ketakutan di sana.     

Rachel yang mendengar jawaban putrinya langsung mengusap punggung kecil itu untuk meredam ketakutan gadis kecil tersebut.     

Karen yang sudah tidak bisa berkutik. Harus memutar otak untuk menghindari pertanyaan dan tatapan buruk yang mengarah pada dirinya.     

"Tidak, tidak. Itu bukan saya, mungkin putri Bu Rachel salah mengenali orang ..."     

"Saya sedaritadi hanya berkutat pada pekerjaan saja, tidak pernah berkunjung ke amana pun," dusta Karen sekali dan membuat Rachel semakin tak bisa mengalihkan fokus pada wanita itu saat merasakan pelukan putrinya menguat.     

Nathan memberontak, menginginkan turun dari pangkuan Rachel. Dan hal tersebut membuat Rachel mengangguk ke arah Dinu untuk membantu Nathan.     

"Tante ... memang jahat," ucap Nathan di sela kaki kecil itu berayun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.