HE ISN'T MYBROTHER

Apakah Ada Perasaan?



Apakah Ada Perasaan?

0"Bagaimana, Tuan Hernandes? Apa kesepakatan kita berakhir dengan persetujuan dari Tuan Hernandes?" Delon mengetuk-ngetukkan jarinya di atas dagu. Menanti mulut itu mengiyakan apa yang telah Delon tawarkan.     

Tuan Hernandes adalah salah satu rekan bisnis yang tak pernah berkhianat terhadap Delon. Mereka saling menjalin kerja sama dengan baik, tanpa diketahui media. Apalagi, Rian.     

Delon sudah tahu niat awal dari lelaki paruh baya itu membuat janji dengannya dari awal. Maka dari itu ia dengan cepat mengiyakan janji yang diminta dari asisten pribadi Hernandes.     

"Saya tidak mau sampai Rian memperdaya putri saya, Tuan Delon. Anda tahu bagaimana saya menyayanginya bukan?" sahut Hernandes bernada lemah.     

Delon mengangkat punggung kekarnya yang sedaritadi bersandar di punggung bangku kebesarannya. Tatapan tajam penuh ambisi itu ia arahkan pada sosok cantik yang sedang mendengar percakapan dirinya dan Hernandes.     

"Saya tahu. Anda bahkan rela mengorbankan nyawa Tuan Hernandes sendiri," jawab Delon masih menatap wajah serius istrinya yang terlihat begitu lucu.     

Lelaki paruh baya itu mengangguk dengan kepala tertunduk. "Tapi, saya tahu putri saya sangat mencintai Rian. Apa saya bisa tega memasukkan Rian ke penjara?"     

Delon yang mendengar perntanyaan Hernandes langsung membalikkan fokus matanya ke arah lelaki paruh baya tersebut. Hal inilah yang masuk dalam persayaratan kerja sama antara dirinya dan Hernandes.     

Mau tidak mau Hernandes harus tega, agar putrinya tidak menjadi korban dari Rian. Dan kejahatan Rian juga bisa dipertanggung jawabkan.     

"Sayang, apa menurutmu?"     

"Hah?" jawab Rachel terkejut saat namanya dipanggil tiba-tiba. Perempuan cantik itu mengalihkan pandangan ke arah suami sekaligus bossnya.     

Delon meraih tangan Rachel yang tergulai di atas pangkuan membawanya ke depan permukaan bibirnya.     

Hernandes tercengang melihat sosok Nyonya Jeeicho adalah perempuan yang ada di atas kursi roda. Ia memang tidak pernah melihat sosok istri dari seorang CEO muda tersukses beberapa tahun ini adalah perempuan cantik yang mempunyai keterbatasan seperti putrinya.     

Sekarang teka-teki sudah terjawab, Hernandes semakin memuji wajah tampan dan perilaku yang tak pernag melenceng dari wajah rupawan itu.     

"Apakah Nona ini Istri dari Tuan Delon?" tanya Hernandes saat bola mata hita sendunya telah bertemu manik bening coklat madu Rachel.     

Rachel mengangguk seraya mengulas senyum simpulnya.     

"Dia Rachel Mauren Jeeicho, Istriku Tuan Hernandes. Dan Istriku juga pernah ingin dilamar oleh Rian ... tapi, beruntung aku lebih dulu mendapatkannya." Delon menjelaskan dengan bibir yang tak henti-hentinya mengecup jemari lurus istrinya.     

Hernandes manatap kagum pada kecantikan Rachel, meski di atas kursi roda, namun kecantikan dan aura muda masih begitu terpancar untuk membuat orang-orang di sekitarnya menatap ke arah perempuan cantik tersebut.     

"Senang bertemu dengan Nyonya Rachel ...."     

"Terima kasih, Tuan Hernandes," jawab Rachel dengan nada penuh hormat.     

Delon masih menunggu keteguhan hati seorang Hernandes untuk membuat hati putrinya tersakiti, karena rencana Delon adalah menjebak Rian menggunakan Abella.     

"Anda sangat pintar menyembunyikan sebuah berlian, Tuan Delon," puji lelaki paruh baya tersebut membuat Delon melengkungkan senyum melirik ke arah Rachel.     

Hernandes sudah mulai meyakini seseorang yang ia lihat kemarin di antara kerumunan anak buahnya. Dan yang membuat putrinya sebahagia itu juga adalah trik yang dimainkan Rian.     

Lalu, apa mungkin dirinya menghancurkan kebahagian Abella secepat ini? Dirinya juga takut, jika Rian akan meninggalkan Abella setelah seluruh hartanya di dapatkan lelaki berculah dua itu.     

"Saya setuju!"     

"Baiklah, saya akan membuat jalur masuk Rian lebih mudah untuk bertemu dengan putri Tian Hernandes ..."     

"Semoga putri Tuan Hernandes belum benar-benar membuka hati lebar," ucap Delon sedikit lebih tenang jika dirinya bisa bekerja sama untuk memberi pembalasan pada mantan saudara tirinya.     

Hernades mengangguk, ia berharap juga begitu. Ia begitu bodoh telah kecolongan membuat pagar duri yang telah ia bangun diloncati dengan begitu mudah oleh Rian.     

"Tuan Hernandes, selamat bekerja sama kembali."     

Sedangkan di sisi lain, Rian dan Abella sudah semakin dekat satu sama lain. Bahkan, wanita cantik itu mampu mengutarakan apa yang tengah dia pikirkan saat ini, dan juga kecemasan yang tak pernah bisa ia ungkap kepada Hernandes, Papanya.     

"Apa yang ingin kamu katakan padaku, Nona?"     

Abella nampak murung setelah kaliamat yang telah ia katakan, dan satu hal lagi yang begitu berat di ujung lidahnya.     

"Umurku tak akan lama ... dan aku tidak bisa melihat papaku sendirian bersedih, seperti dia menangis di depan kuburan mamaku. Apa dia juga akan melakukan itu saat aku pergi?"     

Pertanyaan pilu itu membuat relung hati Rian goyah. Ia tak pernah merasakan hatinya bergerak seperti ini, bahkan ia juga merasa kenyamanan berbicara dan mendengar keluh kesah Abella meski suara itu terbata terdengar tidak jelas.     

"Nona memiliki penyakit apa? Kenapa tidak Anda karakan pada tuan Hernandes ... mungkin saja tuan Hernandes akan memahami semua itu." Rian berucap dengan menelisik.     

Rian tidak tahu arah tujuan pikiran wanita itu ke mana. Karena dari wajah Abella tak pernah menunjukkan wanita itu mengusap penyakit yang serius, maka dari itu Rian ingin memanfaatkan kenyamanan Abella.     

Lalu sekarang mengatakan dia penyakit berat. Apa Abella hanya ingin Rian menghindari wanita itu karena tahu niat jahat lelaki itu?     

"Kau lihat ini ...."     

Rian terperangah saat melihat sesuatu yang tak pernah ia lihat dari seorang wanita. Ia menggeleng tak percaya ketika tangan lemah Abella menarik topi rajutnya. Dan di sana rambut itu juga terlepas.     

Rambut panjang yang selalu terkepang dua itu ternyata hanya rambut palsu. Mahkota yang selalu dipuja banyak wanita Abella sudah tidak mempunyai.     

"Aku sudah tidak mempunyainya. Tubuhku semakin hari semakin lemah, aku tidak mau membuat papa sedih dengan keadaanku seperti ini ..." ucap pilu Abella. Air matanya berlinang begitu saja membasahi kedua pipi putih pucat pasi tersebut.     

Seharusnya Rian senang dengan berita yang baru saja ia dengar. Ini artinya, lelaki itu tidak akan pernah berlama-lama hidup bersama wanita cacat seperti Abella.     

Akan tetapi, kenapa ... hatinya berkata tidak. Ada duri kecil yang seakan menancap dengan begitu dalam di dalam hatinya.     

Kenapa bisa seperti ini? Rian hanya ingin mendapatkan harta Hernandes bukan menumbuhkan cinta untuk Abella.     

"Apa kau takut denganku? Aku memang monster, dan hanya papakulah yang mencintai dengan tulus. Maka dari itu aku tidak bisa pergi meninggalkannya sendiri, menangis menyebut namaku dalam kesedihan ..." imbuh Abella tak bisa menghentikan linanagn kepiluannya.     

"Nona ... jangan sedih," sahut Rian menurunkan tubuhnya, kedua kaki itu terlipat dengan lutut menyentuh tanah merah mewarnai kain celana tersebut.     

Tangan besar itu menyentuh rahang kecil Abella dengan lembut. Seluruh gerakkan tubuh Rian bergerak sendiri tanpa bisa ia cegah.     

"Tuhan yang mengatur umur, Nona tidak boleh asal menebak. Pasti Nona Abella akan tetap hidup sampai mempunyai anak nanti," ucap lelaki tampan itu.     

Abella tertawa di sela Isak tangisnya mendengar perkataan Rian.     

"Anak? Aku hanya bisa bermimpi."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.