HE ISN'T MYBROTHER

Terima Kasih Anthoni



Terima Kasih Anthoni

0Delon dan Antoni berhasil keluar dari ruangan yang berintikan besi yang begitu berat. Mereka berdua mengunci rapat agar tidak ada dari mereka yang keluar dari ruangan tersebut.     

Antoni memang meyakini jika lelaki yang ia kenal sebagai kakak Anita telah mati. Tapi, siapa yang tahu jika lelaki licik itu mungkin saja hanya mdmbodohinya. Atau bisa saat dirinya memeriksa, Antoni sedang tidak fokus.     

Dan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan lagi. Antoni dan Delon mengunci ruangan tersebut dengan gembok yang masih menggantung di pintu besi tersebut.     

"Sial, kita salah jalan lagi," ucap Delon saat menemukan pintu yang tidak langsung terhubung dengan lantai atas. Sedangkan pintu depan dikunci oleh lelaki itu.     

Dan seluruhnya juga, namun ada beberapa pintu pyang tidak. Sehinga Delon dan Antoni hanya bisa mendobrak dan masuk di pintu yang tidak terkunci tersebut.     

Antoni mengangguk, ia menyeruak rambutnya yang telah basah ke belakang karena peluh kelelahannya.     

Lelaki itu meletakkan kedua tangan di atas lutut. Napasnya terengah mendapati seluruh tenaganya habis ia gunakan untuk melawan beberapa anak buah lelaki misterius tersebut.     

"Kita istirahat dulu. Mereka juga tidak akan mengejar kita lagi," ujar Antoni, memelas. Karena tubuhnya telah penuh dengan luka siksaan.     

Sedangkan Delon yang mendengar kalimat itu dari Antoni langsung menarim tubuh itu untuk berjalan cepat ke sudah pintu yang belum mereka buka ataupun dobrak.     

"Letakkan kakimu lagi. Kita tendang pintu ini dalam hitungan ketiga ...."     

Antoni menatap manik hitam yakin Delon dengan kerguan. Pasalnya mereka benar-benar kelelahan setelah mendobrak beberapa pintu sebelum ini.     

"Kau yakin?"     

"Ini bukan ide yang baik." Lanjutnya.     

Delon mengerutkan kening, ia memegang kedua tangan Antoni dengan cepat.     

"Kau tidak tahu di bawah sana ada apa. Mungkin saja lelaki itu telah memanggil anak buahnya sebelum dia mati. Kau harus tahu, pintu ini satu-satunya yang bisa mengeluarkan kita dari sini," jelas Delon panjang lebar seraya menajamkan pandangannya.     

"Kau tahi dari mana sedangkan semua pint—"     

Kalimat Antoni terputus saat melihat Delon menunjuk ke arah cahaya terang di bawah celah pintu.     

Delon yakin, jika cahaya itu berasal dari matahari siang yang begitu terik.     

Antoni akhirnya mengangguk sembari mengumpulkan seluruh kekuatannya kembali. Ia memundurkan langkah mengikuti gerak Delon yang lebih dulu.     

"Satu ... duaa ... tig ...." Kedua kaki panjang dengan kekauatan maksimal itu telah membuat pintu yang semula terkunci menjadi terbuka paksa.     

Desiran angin kencang sesaat langsung menyapa tubuh penuh luka Delon dan Antoni. Kedua mata hitam mereka nampak bersinar saat melihat Regan yang tengah berdiri membelakangi mereka berdua kini telah berbalik.     

"Kenapa ada dia?" tanya Antoni seraya mengerutkan pangkal hidung mancungnya.     

Delon menepuk bahu Antoni, lalu mengedipkan mata ke arah Regan yang langsung mengkode anak buahnya untuk segera membenahi pintu yang telah didobrak Delon dan Antoni agar tidak menimbulkan kecurigaan.     

"Kalian ke sana. Jangan biarkan pintu itu terlihat berbeda dari awal," perintah Regan yang langsung diangguki mereka semua.     

"Baik, Pak Regan!" jawab mereka kompak.     

Akhirnya Delon, Antoni, serta Regan berjalan saling menghampiri. Senyum sumringah telah lelaki berkaca mata itu kembangkan.     

"Lo berdua nggak apa-apa kan?" tanya Regan yang langsung mendapat pukulan keras di perutnya dari Antoni. Dan hal tersebut sontak membuat Regan memicingkan mata.     

"Heh, lo apa-apaan!? Baru ketemu aja udah nonjok-nonjok!" seloroh Regan tak terima. Sedangkan Antoni justru malah tertawa dengan menekan perut datarnya.     

Regan masih berdiri menunggu jawaban dengan menyentuh perutnya yang masih begitu nyeri karena tonjokkan Antoni.     

"Lo baru segitu aja udah ngeluh. Kita berdua disiksa lebih parah, dan tonjokkan itu baru pengenalan saja," jawab Antoni menoleh ke arah Delon yang hanya menatap penuh arti ke arah kedua sahabatnya.     

Delon tidak peduli dengan siksaan itu. Ia hanya takut jika Rachel dan kedua anaknya akan bersedih jika dirinya mati saat ini juga.     

Dan maka dari itu sebelum rencana dirinya dan Antoni berjalan. Ia sudah lebih dulu mengkode pesan yang dikirim dengan jam tangannya sebelum rusak diambil lelaki bertopeng itu, agar Regan berada di atas bangunan rumah ini dengan jet pribadinya.     

"Ayo kalian berdua harus segera mendapatkan perawatan sebelum pulang ke Indonesia. Tidak mungkin kalian pulang dengan luka dan pakaian seperti dicakar kucing," sahut Regan merasa bersalah telah menuduh Antoni dengan pikiran buruknya.     

Delon mengangguk dengan wajahnya penuh luka. Tapi, tidak dengan Antoni. Lelaki itu justru tetap berada di tempat tanpa menggerakkan kedua kakinya setelah Delon dan Regan sudah melangkah dua langkah dari posisi mereka tadi.     

Delon menaikkan satu alisnya dengan rambut hitam yang bergerak-gerak mengikuti hembusan udara. Tubuh kekar itu berbalik, menatap lekat ke arah Antoni.     

"Apa kau akan membuatku menyesali semua ini?"     

Pertanyaan Delon membuat Antoni menerbitkan senyum simpulnya. Lalu menggeleng tanpa paksaan apa pun.     

"Aku akan berada di Negara ini, sampai Anita memaafkan aku dan kembali pulang ke Indonesia. Jika, dia masih tidak mau memaafkan aku ...." Kepala Antoni tiba-tiba tertunduk, suara pilunya membuat Regan ingin melangkah ke sana. Namun, ditahan Delon.     

"Aku akan memulainya dengan hal baru. Aku akan menyerahkan seluruh hartaku saat kepada panti asuhan sebagai penebus dosaku ... dan jika saatnya tiba aku akan pulang dengan membawa anak dan istriku," sambung Antoni.     

Lelaki tampan itu kembali menaikkan pandangnnya pada kedua sahabatnya. Ia tak akan lupa dengan pengorbanan Delon dan Regan padanya saat ini.     

"Ikutlah denganku. Aku akan membawamu ke rumahmu agar lebih aman," tanggap Delon sembari menarik dagunya ke arah Antoni menuju ke arah jet pribadinya yang sudah bersiap di sana.     

Antoni mengangguk dengan langkah panjangnya ia berlari ke arah Delon dan Regan, mengalungkan tangan di leher kedua sahabatnya.     

"Aku bisa menariktir kalian dengan masakkan Indonesia bagaimana?" tawar Antoni.     

Regan mencoba melepaskan kalungan tangan Antoni. Tapi, tiba-tiba sang empu melirih kesakitan membuat Regan langsung mengalihakan perhatiannya pada luka bakar yang begitu merah hingga memperluhatkan kulit bagian terdalam Antoni.     

"Lo gila, hah?!"     

"Luka separah ini lo malah mikir makan bakso! Lo emang udah gila, Antoni!" Lanjut Regan yang tak berhenti mengoceh. Lelaki berkaca mata itu dengan cepat memanggil anak buahnya yang paham akan pertolongan pertama pada kecelakaan.     

"Nggak perlu. Aku bisa sen—"     

"Heh, di sini nggak usah pakai 'aku kamu' gue lagi nggak mood buat jadi formal," sahut Regan cepat saat manik hitam gusarnya menatap kedatangan seorang anak buahnya yang sudah membungkukkan tubuh ke arah dirinya.     

Delon juga cemas dengan keadaan Antoni tadi. Tapi, karena perjalanan yang mereka lalui begitu membutuhkan kekuatan lebih. Ia dan Antoni jadi tidak merasakan luka di tubuh mereka yang begitu parah.     

Apalagi luka di tangan Antoni karena telah menyelamatkan dirinya.     

"Terima kasih, Thon. Lo masih Anthoni yang gue kenal dulu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.