HE ISN'T MYBROTHER

Penyamaran Regan



Penyamaran Regan

0Delon mengerutkan kening mendengar kalimat Regan terputus. Sebenarnya ada apa dengan wanita itu? Apa ini ada hubungannya dengan Anin?     

"Katakan ada apa? Emang apa yang lo sembunyikan dari gue?" tanya Delon menuntut.     

Regan masih terlihat sedikit menurunkan pandangan. Ia bingung harus mengatakan bagaimana.     

"G-gue nggak tahu, lebih tepatnya."     

Seketika Delon melebarkan mata, apa ia tidak salah dengar Regan mengabaikan tugas darinya?     

"Apa?! Bagaimana bisa?" Suara Delon menunggu, dirinya benar-benar terkejut dan bingung sebenarnya apa yang di isi kepala Regan selain Sellyn.     

"Gue terlalu khawatir sama lo di dalam sana. Jadi, gue tetap menahan para anak buah kita tetap 'stand by' di sini, mengingat lelaki itu sangat menyeramkan," jelas Regan membuat Delon mengusap kasar wajanya dengan tangan yang masih tersambung dengan selang infus.     

Regan ingin tertawa karena kebodohannya, tapi ia juga takut melihat ekspresi Delon saat ini. Sepertinya mereka sedang dalam kawasan formal.     

"Jangan main-main, Anita adalah nyawa Antoni. Kau harus tahu bagaimana keadaannya seblum kita benar-benar pulang ..."     

"Sekarang, kau harus segera ke sana. Aku ingin segera mendapatkan laporannya," sambung Delon mencoba untuk tidak mengatakan dengan bernada tinggi.     

Regan memang tidak salah mencemaskan dirinya, dan mungkin jika lelaki berkaca mata itu tidak bersiap di tempat, Delon pasti akan benar-benar mati dalam siksaan lelaki bertopeng itu.     

Regan mengangguk patuh. Ia memang sudah mempunyai keinginan untuk melanjutkan pebcatian tentang keadaan Anita. Dan semoga saja wanita itu benar-benat sudah sembuh.     

"Baik, Boss! Gue berangkat dulu!" ucap Regan yang langsung mengkode beberapa anak buah Regan untuk pergi dengannya.     

Delon meraih ponselnya yang sempat ia matikan beberapa hari untuk menghindari Rachel tahu keberadaan dirinya di mana.     

Sekarang ponsel itu telah menyala kembali, dan tiba-tiba kepalanya dibuat menggeleng melihat ratusan chat yang dikirim Rachel. Dan juga panggilan yang gagal masuk.     

"Apa dia sudah sangat merindukanku?" gumam Delon saat ia membaca satu persatu pesan yang dikirim Rachel di 'room chatnya.'     

Delon dibuat terkekeh dengan berbagai curhatan Rachel tentang kedua anak mereka yang selalu bertengkat hanya gara-gara sebuah maianan.     

Jari Delon sudah tidak bisa menghentikan gerakkan hatinya. Lelaki tampan itu sudah begitu merindukan Rachel. Ia tidak bisa sampai menunggu beberapa hari lagi.     

Benda pipih itu telah berada di depan telinga Delon. Nada khas saat panggilan itu belum terangkat sudah membuat jantung Delon berdetak dengan cepat. Bibir tegas itu juga telah menarik garis melengkung menunggu sang istri menjawab.     

Tidak menunggu lama suara merdua itu akhirnya ia bisa dengar. Air mata kerinduan Delon mengalir begitu saja di pelupuk mata.     

"Hallo, Kak? Apa itu kamu?"     

Delon perlahan mengusap rahangnya yang telah basah. Senyum itu juga tak kunjung memudar seiring suara Rachel semakin jelas saja terdengar. Ini seperti mimpi setelah apa yang ia lalui kemarin.     

"Iya, Sayang ... apa kamu baik-baik saja?"     

"Apa kamu merindukanku? Sepertinya aku yang lebih merindukanmu." Lanjut Delon membuat suara isakan di ujung panggilan itu terdengar jelas.     

"Pertanyaan bodoh! Jelas aku lebih merindukanmu dan mencemaskanmu, bagaimana bisa kamu mengatakan itu," jawab Rachelasih dengan suara yang ia tahan sekuat mungkin agar tidak terdengar seperti seorang sedang menangis.     

Jika Delon ada di sana, pasti tubuh ramping itu telah ia peluk seerat mungkin untuk membuat tangisan itu tak lagi istrinya rasakan.     

"Baiklah, Sayang. Kamu memang selalu menang. Maafkan aku tidak bisa pulang cepat ada pekerjaan yang harus kuurus. Tapi, berita baiknya aku sudah membebaskan Antoni. Kamu tidak perlu cemas lagi. Aku tidak apa-apa," ujar lelaki tampan itu.     

Kedua alis Delon bertaut saat mendengar suara tangis Rachel justru semakin jelas terdengar. Ucapannya bahkan belum dibalas oleh istrinya.     

"Ada apa, Sayang? Apa ada yang mengganggumu di sana? Apa Rian mulai mendatangimu saat aku tidak ada?" Kecemaskan itu mulai mengganggu pikiran Delon.     

Lelaki itu takut jika Rian dan Marina tiba-tiba mengetahui ketidak adanya dirinya di kantor dalam beberapa Minggu nanti.     

"Nggak, Kak. Mereka nggak ke sini. Lagi pula banyak pengawal, aku nggak takut. Tapi, ...."     

Kalimat Rachel tiba-tiba terhenti sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu yang tak dapat ia katakan dan tertahan di kerongkongan.     

"Ka-mu kalau mengatakan tidak apa-apa, pasti terjadi sesuatu yang nggak boleh aku tahu. Sebenarnya apa yang terjadi denganmu, Kak? Apa kamu sangat terluka ...." Rachel mengatakan dengan terbata. Suara peerempuan cantik itu begitu lirih. Sepertinya Rachel memang lebih tahu diri Delon daripada sang empu.     

Delon melebarkan mata sembari menurunkan pandangannya. Ia melihat pakaian pasien masih melekata di tubuhnya. Dan firasat Rachel memang benar. Delon memang tidak sedang baik-baik saja.     

"Apa pun yang terjadi padaku, kamu akan tetap bersamaku kan?"     

"Meski seluruh dunia memandangku rendah." Lanjut Delon.     

"Tentu, aku akan bersamamu. Meski kau tua dan tidak bisa berjalan sepertiku. Aku akan terus memberimu makan dan minum," balas Rachel yang langsung membuat tawa Delon pecah seketika.     

Padahal Delon tidak sedang membahas perbedaan umur di antara mereka. Tapi, istrinya dengan polosnya kembali mengingatkan Delon jika dirinya sudah tua.     

"Aku tahu .. kamu akan menjagaku saat tua, Sayang. Sekarang di mana anak—"     

Delon menghentikan kalimatnya saat mendengar suara lelaki yang ada di sana. "Sayang, siapa suara itu? Kamu sedang bersama siapa?"     

Delon melepaskan benda pipihnya dari telinga. Ia mendengar lagi suara istrinya di sana. Panggilan itu tiba-tiba terputus.     

"Siapa sebenarnya lelaki itu?" gumam kesal Delon yang sudah meremas benda pipihnya.     

Sedangkan di sisi lain Regan sudah berada di di dekat rumah sakit di mana Anita berada di sana. Dan beberapa penjaga sepertinya tidak berasal dari petugas keamanan Negara ini.     

Regan masuk dengan mudah di dalam sana dengan dua orang anak buahnya. Dengan menggunalan pemyamaran sebagai petugas rumah sakit itu. Karena hanya cara itu yang bisa Regan lakukan.     

"Kalian tetap bersamaku. Dan perhatikan mereka yang akan masuk," lirih Regan di sela senyum yang mengembang menyapa para paisen yang sedang duduk di beberapa bangku di lorong rumah sakit.     

"Baik, Pak Regan," balas mereka serentak dengan suara litih juga.     

Regan mengangguk, berjalan ke arah ruangan Anita seperti yang ia ketahui dari resepsionis. Tidak menunggu waktu lama, lelaki berkaca mata itu sudah berada di ruangan Anita dengan membawa obat seperti biasa.     

"Apa yang akan Anda lakukan?" tanya salah satu petugas keamanan dengan aksen Inggris.     

Regan terkejut. Ia tidak menyangka ada beberapa petugas kembali di dalam ruangan itu. Regan sudah beruntung tidak ada Anin. Tapi, sekaanh justru ada dua petugas berwajah garang.     

"Aku tidak pernah melihatmu di sini. Kau petugas baru atau bagaimana?"     

"Saya?" Regan menunjuk ke arah dirinya yang tidak dijawab oleh siapa pun darinya.     

"Saya memang petugas baru. Memang Bapak tidak tahu saya?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.