HE ISN'T MYBROTHER

Jadilah Istriku Abella



Jadilah Istriku Abella

0"Tuan Ryan kau sangat mesum! Aku bertanya bukan minta kau mempratekan jawaban dari pertanyaanku."     

Pekikan kesal itu meluruh di seluruh ruangan bercampur dengan udara hangat yang sedang menyelimuti mereka berdua. Lebih tepatnya pasanan suami istri itu.     

Ryan menaikkan pandangan, senyum sudut itu terbit saat melihat raut menyebalkan tercetak kentara di sana. Sedangkan ia tahu kesempatannya lebih besar kali ini, karena kedua tangan itu telah menjadi tawanan dari Ryan. Tercekal erat di belakang punggung mulus itu.     

"Lepaskan. Kau ingin aku berteriak seperti apa?!" pekiknya sekali lagi, namun siapa yang peduli? Ryan yang dasarnya memang begitu menyukai bergonta ganti wanita, tidak akan membiarkan begitu saja mainan mengasikan itu keluar dari hisapan mulutnya.     

Wajah Abella memerah padam bercampur desiran aneh yang selalu ia rasakan ketika sentuhan Ryan telah membuat tubuh menegang. Ia hanya bisa menengadahkan kepala. Merasakan betapa kuat terjangan listrik yang mempengaruhi setiap sendinya bergerak.     

'Aku tidak pernah ingin menyakitimu. Tapi, sudah empat bulan ini kamu selalu menolak sentuhanku, padahal tubuh dan hatimu berkata lain,' ungkap batin Ryan semakin mempermainkan lidahnya di lingkaran indah itu, tanpa menyentuh area sensitif.     

Ryan sengaja. Tatapan licik itu semakin membringas saat mengetahui bibir tipis merah itu tergigit dengan erat. Sepertinya Abella tidak ingin mengakui kemampuannya yang sudah terbukti selama ini.     

'Eugghh... si-sialan,' umpat Abella dalam hati. Ia sudah mulai tidak bisa menahan gerakkan lidah yang diberikan Yuda. Wanita cantik itu ingin Yuda menekan dan menghisap penuh titip yang telah memerah mencuat itu.     

Erangan tertahan mulai terdengar gatal di telinga Ryan. Ia mulai kesal, dan kekesalan ini akan menjadi bomerang bagi Abella mengakui kegagahannya.     

Kecupan dan permainan bibir Ryan semakin menggila di area bulatan besar yang begitu indah di mata Ryan. Ia tak pernah memuji milik wanita yang pernah berbagi peluh dengannya. Namun, dengan Abella berbeda. Lidahnya tak mampu menyembunyikan pujian yang memang begitu memukai manik hitam seorang Ryan.     

"Ry-Ryan ....." Panggil Abella dengan nada tercekat. Meski wanita itu memang tidak bisa berkata dengan lancar. Tapi, ia tahu jika panggilan itu adalah kode untuk Ryan.     

"Apa yang kamu inginkan? Bukankah kamu melarangmu menyentuh ini ...." Ujung lidah itu menyentuh sekejap. Dan berkat sentuhan itu tubuh Abella tersentak.     

Ryan menatap senang. Akan tetapi, berbeda dengan Abella yang sudah tak bisa diam, kepalanya menggeleng dan perlahan kedua kelopak mata indah yang disertai bulu mati lentik itu terbuka menyipit, tertahan kabut gairah yang benar-benar membakar tubuh Abella.     

"Jangan menyisakku. Kalau kamu tidak mau menyentuhnya, lepaskan tanganku. Aku sudah tidak tahan."     

Begitulah kalimat panjang yang terdengar memohon kepada Ryan untuk menuntaskan rasa gatal yang melingkari kubah kecil Abella.     

Ryan menyeringai, senyum kemenangan itu kembali bergerak penuh percaya diri. Ia tidak bisa menahan tubuhnya untuk tidak melahap bibir merah yang sedaritadi terus menerus memancing dirinya untuk segera mengahbiskan hidangan malam yang begitu melezatkan.     

Bukan ini. Abella menggeleng disela pagutan yang sedang Ryan lakukan pada bibirnya. Abella mau tidak mau terpancing juga untuk membalas pagutan hebat itu hingga mereka sama-sama kehabisan napas.     

"Kamu semakin berkeringat, Nona. Dan terlihat sangat cantik," puji Ryan untuk kesekian kalinya.     

Kepala Abella kembali menengadah dengan kelopak mata yang terpejam terpaksa. Kecupan membekas merah itu telah mewarnai leher putih Abella kembali. Tanda yang tadi saja belum hilang, sekarang lelaki itu menimpang dengan tanda baru.     

"Mendesahlah, aku lebih suka mendengar suaramu keluar daripada menahannya," lirih Ryan seakan membuka lebar gerbang tinggi yang selalu Abella tutup rapat-rapat agar dirinya tidak terlihat murahan di hadapan Ryan.     

Lelaki tampan itu perlahan menidurkan tubuh lemas Abella yang membuat Ryan semakin gemas ingin segera masuk ke dalam surga dunia yang begitu menjanjikan kenikmatan yang tak pernah bisa ia dustai.     

Namun, saat ini belum saatnya. Ia ingin memberikan kenikmatan yang tak pernah Abella rasakan. Meski pemanasan ini selalu Ryan sajikan sebelum mereka melakukan penetrasi.     

Akan tetapi, kali ini Ryan memperlakukan Abella begitu lembut. Meski ia terpaksa memegang tangan istrinya agar tidak menolak dirinya.     

"Apa seperti ini ...." Ryan kembali menggoda mengecup perut rata Abella. Wanita cantik itu hanya bisa membalas dengan menggeleng kepala. Puncak gairahnya begitu menggebu, seluruh tubuhnya terasa gatal ingin disentuh bibir tebal itu.     

"Bukan di sa-na," lirih Abella menolak Ryan yang kembali mengecup bulatan besar miliknya. Sedangkan beberapa kali kubah itu sudah ingin disentuh.     

Ryan akhirnya memberi sentuhan di sana hingga membuat tubuh Abella menggelinjang. Tidak menunggu waktu lama, Ryan telah melakukan penetrasi. Udara dingin karena pengatur suhu sudah tidak lagi berfungsi.     

Peluh mereka bercucuran menjadi satu. Suara desahan meluruh ke seluruh ruangan. Benar-benar di luar pemikiran Ryan untuk melakukan ini lagi. Karena nyatanya tubuh Abella memang begitu menggoda Ryan untuk tidak melewati malam ini dengan peluh mereka yang menjadi satu.     

Denting jarum jam mulai berjalan seiring dengan pergerakan mereka. Ryan tak lupa untuk membuat Abella tak menyadari jika ia memang sengaja tidak menaruh benihnya di dalam rahim Abella.     

Biarlah seperti ini, Ryan ingin bersama wanita itu saat sakitnya juga.     

'Maafkan aku Abella, aku tidak bisa mengakhiri semua ini jika benar kau bisa hamil nanti. Aku ingin memiliki anak darimu, tapi aku lebih menginginkanmu di sini.'     

Sudah empat jam lamanya mereka saling menghembuskan napas kelelahan bercampur dengan nikmat. Senyum terkulai puas di bibir Abella.     

Abella memang menikmati, dan saat kepala itu menoleh pemandangan indah memenuhi manik matanya.     

"Apa sekarang aku akan bisa hamil?" lirihnya membuat kelopak mata tegas Ryan terbuka. Dada bidang yang masih terlihat memompa napas bergerak memiring, menatap lekat wajah cantik istrinya.     

Tangan Ryan terulur, membelai lembut wajah putih Abella. "Apa anak teralalu penting untukmu? Selain untuk mengakhiri perjanjian kita?"     

Abella pun membalas tatapan lekat Ryan juga. "Aku ingin ada yang menjaga papa setelah aku meninggal. Aku tidak mau sampai papa sedih dan selalu menangis seperti kehilangan mama dulu."     

"Apa alasanku kurang meyakinkan untuk memiliki anak? Aku tidak terlalu peraya diri untuk bisa berada di sampingmu. Jadi, anak adalah satu-satunya keingananku. Semoga kali ini aku akan memiliki dia di sini." Lanjut Abella seraya mengusal perut datanya yang tertutupi selimut tebal.     

Ryan tercekat. Ia melupakan keinganan Abella saat wanita itu masih menganggapnya sebagai seorang pengawal.     

"Apa aku boleh memelukmu?" pinta Ryan lembut. Abella mengangguk mengiyakan meski tak ada kata yang terucap di sana.     

Ryaan membawa tubuh kecil itu ke dalam pelukannya. Ia merasa bersalah telah membuang calon anak mereka. Tapi, di sisi lain takut kehilngan telah memerangkap hati Ryan.     

Lelaki itu bingung harus melakukan apa. Ia sungguh mencintai Abella.     

"Jadilah istriku," lirih Ryan yang membuat kerut dahi Abella timbul.     

"Apa maksudmu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.