HE ISN'T MYBROTHER

Bertemu Karen Kembali



Bertemu Karen Kembali

0Mentari berseri cerah tanpa bisa dikendalikan seperti perasaan Ryan beberapa hari yang lalu dan hari ini.     

Meski ia belum bisa memberi anak untuk Abella, tapi wanita itu masih tetap tersenyum bahagia menyiapkan keperluan kantor dan mengantar Ryan sampai keluar dari rumah mewah Hernandes.     

Mobil melaju dengan kecepatan standar. Pagi ini jadwal Ryan harus ke kantor terlebih dulu. Lebih tepatnya ke perusahaan yang baru saja ia pimpin dan menjadi miliknya lima bulan ini.     

"Zack bagaimana dengan perkembangan perusahaan?" tanya Ryan pada asisten pribadinya yang juga telah ia percaya untuk menangani beberapa kendali penting di sana selama dirinya harus menghabiskan waktu bersama dengan Abella.     

"Tidak ada masalah yang berarti, Tuan Ryan. Hanya beberapa sistem yang baru masih beberapa eror. Dan itu masih dikatakan wajar. Selama perkembangan perusahaan pasti akan lebih membaik."     

"Ada kabar baik, Tuan Ryan. Kami telah mendapatkan beberapa klien penting dari perusahaan tuan Delon." Lanjutnya membuat Ryan memutar kepala cepat.     

Ryan membulatkan mata lebar dengan garis lengkung yang begitu lebar menghiasi wajah tampannya itu.     

Inilah yang Ryan harapkan sejak dulu. Berkat bantuan dari Hernandes ia bisa mengembangkan beberapa hubungan dengan beberapa klien besar. Hingga mempengaruhi mereka untuk menggunakan jasa dari perusahaan Ryan.     

"Jadi usaha Tuan Ryan menikahi nyonya Abella tidak sia-sia. Anda bisa saja menceraikan nona Abella dan mencari wanita lain, Tuan Ryan."     

"Saya pikir Anda sudah terlalu banyak berkorban, dan kali ini Anda dapat mengingkari perjanjian tersebut. Saya sudah siapkan perjanjian palsu untuk menggantikan surat perjanjian yang asli."     

Perkataan Zack memang benar. Perjanjian seperti ini sudah sering Ryan lakukan tanpa tahu malu dengan intrik yang begitu rinci. Saat surat perjanjian yang telah di tanda tangani selesai, Ryan dapat menggantinya tanpa takut ada yang mengetahui. Dan hal tersebut juga berlaku pada Hernandes.     

Karen pada saat itu Ryan belum mencintai Abella. Bahkan enggan untuk menatap wanita lumpuh itu.     

Akan tetapi, semua telah berbeda. Ia bahkan tak rela jika Abella harus mengandung anaknya dan membuat kesehatan wanota cantik itu semakin bermasalah. Apalagi jika mengingat kontrak yang setujui bersama dengan Zack serta mamanya.     

"Aku tidak ingin menukar perjanjian itu. Biarkan saja seperti semula. Bukankah surat perjanjian itu hanya mengganti poinku bisa meninggalkan Abella saja?" tanya Ryan dengan menelisik.     

Zack mengangguk seraya menghentikan laju perjalanan mobil Ryan tepat di perusahan. Tanpa sadar mereka telah sampai di tempat tujuan.     

"Benar, Tuan Ryan. Anda tidak akan bermasalah dengan hukum hanya karena meninggalkan nyonya Abella," jelasnya kembali dengan tubuh sedikit memiring ke belakang, menatap hormat tuannya.     

Ryan mengangkat tangan ke arah dasi, ia mengendurkan sedikit ikatan yang tadi Abella berikan pada dasi Ryan.     

"Tidak perlu. Aku akan menjadi suaminya selamanya."     

Kalimat yang dikatakan Ryan sungguh membuat Zack ternganga tak percaya. Ia ingin bertanya lebih lanjut, tapi tubuh kekar itu telah meninggalkan mobil. Dan mungkin saja firasat Zack benar. Ryan sudah mencintai Abella.     

"Tuan Selamat pagi," ucap beberapa karyawan Ryan yang telah berbaris didepan perusahaan khusus untuk menyambut Ryan dan Zack yang baru saja datang, berdiri di samping Ryan.     

"Pagi, bagaimana hari kalian?"     

Pertanyaan Ryan sekali membuat kedua manik Zack membulat, hampir saja keluar dari tempatnya.     

Sejak kapan seorang Ryan menanyakan hari para karyawannya? Di perusahaan tuannya dulu, Ryan bahkan berlalu begitu saja. Terkadang mengumpat karena salam mereka yang kurang sesuai atau keterlambatan mereka saat menyapa Ryan.     

Akan tetapi, sekarang apa? Ryan telah berubah seratus delapan puluh derajat.     

"Baik, Tuan Ryan. Kamu menjalani hari-hari yang menyenangkan," jawab salah satu dari mereka. Dan yang lainnya menerbitkan senyum.     

Ryan mengangguk dengan mengulas senyum di bibirnya. "Baiklah, jaga keluarga kalian. Zack ayo masuk!" ujarnya.     

Zack mengayun langkah dengan gugup, menyelaraskan kaki panjang Ryan untuk masuk ke dalam perusahaan. Zack menggeleng samar, pasti nyonya besarnya tidak akan percaya jika ia menceritakan apa yang terjadi pagi ini.     

Ryan yang masih berbalut kaca mata hitam melangkah dengan gagah. Hampir mendekati lift pribadinya. Di sana ternyata sudah ada sosok yang begitu ia kenal.     

"Selamat pagi Tuan Hernandes," sapanya dibarengi dengan tubuh Ryan dan Zack yang membungkuk hormat.     

Hernandes membangguk dengan kepala yang sudah berputar ke arah dua sosok lelaki muda di di samping tubuh tambunnya.     

"Kau tidak memanggilku papa?" tanya Hernandes tanpa nada ramah di sana.     

Ryan yang masih membungkukkan badan menjawab. "Ini area perusahaan. Jadi, binis tidak ada hubungan dengan perjanjian kita."     

"Hmm, tegakkan tubuh kalian. Aku hanya ingin membicarakan perjanjian dan juga pencampaian perusahaan ini."     

"Aku tidak bisa membicarakan di rumah. Karena Abella selalu ingin dekat denganmu. Jadi, kesempatanku hanya di luar rumah."     

Ryan hanya diam. Ia sudah tahu kepentingan apa yang membuat seorang Hernandes mau menginjakkan kaki di sebuah perusahaan baru seperti ini. Apalagi saat peresmian lelaki paruh baya itu tak datang.     

"Baiklah, mari kita bicarakan bersama."     

***     

"Sedang apa kau di sini, Nyonya Rachel?" Pertanyaan itu membuat kepala sang pemilik nama memutar kepala.     

Kedua alis Rachel bertaut, saat mendapati wanita cantik dengan rambut pirang tergerai itu telah berdiri di samping tubuh Rachel yang telah terduduk.     

Wanita itu memyebar pandangan ke seluruh arah, dan benda yang dia cari tidak ada.     

"Sudah lama sekali tidak brrtemu, Nyonya Rachel. Apa kabarmu? Lalu, kau sedang apa pagi-pagi di sini?"     

"Nona Karen ... apa perlu aku menjawab pertanyaanmu? Apa keuntunganku? Apa saham dari perusahaanmu akan kudapat?" tanya Rachel balik dengan nada meninggi.     

Karen tertawa ringan dengan memainkan anak rambutnya. Semenjak kepergian Delon, Karen selalu mencari masalah dengan Rachel. Dari mengejek ketidak mampuan Rachel untuk berjalan hingga ketidak pantasan untuk berdiri di samping Delon.     

Hingga dua bulan terakhir saat kedua kaki Rachel sudah bisa berjalan dengan lancar, ia mengetahui jika Karena sedang melakukan kunjung di salah satu perusahaannya di Jepang.     

Dan hal tersebut membuat hidup Rachel sedikit aman. Karena kebutuhan proyek yang sedang mereka lakukan bersama menjadikan Rachel dan Karen harus selalu bertemu.     

Semenjak hari itu terjadi, Rachel jadi semakin tentang ketertarikan Karen pada suaminya begitu besar.     

"Boleh juga. Kau sepertinya sedang mengemis bukan padaku?" tanggap Karen dengan nada remeh.     

"Anggap saja begitu. Jadi, kapan kau akan memberikan saham itu? Dan aku akan menjawab pertanyaanmu dengan hati bahagia. Tapi, untuk sekarang kau sepertinya hanya bisa menggit jari," balas Rachel berani.     

Pagi ini Rachel memang harus dipaksa untuk masuk ke dalam mall. Karena heels-nya patah tiba-tiba di dalam mobil.     

Jika, Rachel tidak mengiyakan pasti ia tidak akan bertemu dengan wanita gila di depan Rachel. Wanita pintar yang tak pernah memakai otak.     

"Kau, beraninya mengatakan itu padaku!?" Tangan Karen sudah melayang di udara. Ingin mendarat cepat di permukaan pipi putih Rachel.     

"Jangan sentuh Istriku!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.