HE ISN'T MYBROTHER

Permintaan Maaf yang Terlambat



Permintaan Maaf yang Terlambat

0"Nggak! Siapa lo sekarang? Kenapa lo masih punya muka datang ke sini?"     

"Sayang, tahan emosimu ...."     

Sellyn menggeleng kepala. Tatapan tajamnya masih ia arahkan pada mantan sahabat dan juga adik iparnya.     

Monica sudah membuat luka di hati mami Sarah dan juga Rachel. Ia tidak akan pernah melakukan apa yang telah diminta dari Monica.     

"Nggak bisa Abang. Dia dan suaminya udah keterlaluan. Di mana mereka saat sumua sedang kacau? Saat mami Sarah sedih, menangisi anak kedua dan cucunya? DI MANA HAH?!"     

Amarah Sellyn sudah tidak bisa lagi terbendung mengingat segala jejak ketegaan dari Monica. Semua orang terluka atas sikap egois perempuan itu. Sungguh, untuk menatap wajah itu saja rasanya Sellyn enggan. Mungkin Rachel pun merasakan hal yang sama.     

"Penjagaa!" teriak Rachel begitu berkuasa dengan suara seraknya menahan kesedihan yang terlalu sulit untuk dikatakan.     

Dan tidak menunggu waktu lama empat orang anak buah Delon datang dengan sedikit berlari masuk ke ambang pintu. Keempat lelaki bertubuh kekar tersebut telah berbaris rapi dengan kepala tertunduk hormat, sudah siap menerima perintah dari nyonya mereka.     

"Kami telah di sini, Nyonya Rachel." Salah satu dari mereka menjawab.     

"Gue mohon, beri gue waktu sebentar," kata Monica dengan nada lirih yang dapat terdengar oleh siapa pun di ruangan tersebut.     

Usapan lembut pada bahu Rachel membuat perempuan cantik itu menoleh ke arah lelaki yang berada di sampingnya.     

"Berikan dia bicara, Sayang. Kita dengarkan apa yang akan dikatakannya." Delon semakin mengusap lembut di sana. Ia juga penasaran kenapa Nino bisa datang kembali setelah lama dia memutuskan untuk tidak memberitahu siapa pun keberadaan dirinya dan Monica.     

Rachel mengangguk meski hatinya begitu menolak atas saran dari Delon. Namun, ia juga patut tahu sikap angkuh itu menguar karena apa.     

"Bicaralah," ucap Nino pada sang istri.     

Monica mulai menegakkan kedua bahunya. Pandangannya menyebar ke arah Rachel dan Sellyn. Hembusan napas berat begitu menggantung di ujung hembusan     

"Gu-gue ... mau terima kasih ke lo, Chel." Kalimat pertama itu benar-benar membuat Rachel membulatkan mata. Ia tak percaya dengan ungkapan tersebut, mengingat beberapa bulan lalu ia masih mengingat betap kejam senyum yang tergores di bibir Monica.     

"Maksud gue terima kasih untuk darah lo," tambahnya lagi.     

Seluruh orang menatap bingung pada Monica lalu beralih pada Rachel yang tak kalah bingung. Perempuan cantik itu tidak tahu pembahasan ini menguara ke arah mana.     

"Darah apa yang lo maksud?" todong Sellyn yang tak bisa hanya diam dan mendengarkan dengan baik. Mulutnya begitu gatal untuk melontarkan kalimat tajamnya.     

Di sana Monica terlihat kembali menunduk, air matanya menetes begitu saja dengan kedua bahu yang bergetar tak kuasa menahan kesedihan dan rasa syukur menjadi satu.     

"Kania berhasil selamat dari kritisnya karena donor darah yang dilakukan Rachel."     

Ungkapan kejujuran itu membuat seluruh orang kembali menatap terkejut ke arah Rachel. Begitu juga dengan Delon yang mencoba meminta jawaban dari sang istri.     

"Apa itu benar, Sayang? Kamu yang mendonorkannya?" tanya Delon pada Rachel.     

Rachel menoleh ke arah Delon seraya mengangguk untuk kesekian kali. Bahkan, ia begitu lupa telah mendonorkan darah pada putri Monica dan Nino.     

"Kenapa bisa? Kenapa kamu tidak memberitahuku lebih dulu?" tambah Delon begitu terkejut. Ia tidak menyangka istrinya melakukan hal tersebut tanpa sepengetahuan dirinya.     

"Aku kemarin sedang meeting dengan Kak Regan, dan klien membatalkan sementara karena kendala cuaca."     

"Kak Regan harus pulang lebih dulu karena Sellyn melakukan kesalahan input data. Aku pulang belakangan karena mengingat susu Nefa habis ...."     

Rachel mulai bercerita. Saat kejadian pembatalan itu, ia memang hanya ingin mampir sebentar ke super market. Mengingat susu yang selalu diminum Nefa begitu jarang di pasaran, ia pun berusaha untuk mencari. Mengingat persedian di rumah sudah menipis, Rachel tanpa berpikir panjang meminta supir kantor untuk mengantar dirinya.     

Saat ia mulai keluar dari mobil. Ia tersentak, saat mendapati ada sebuah kecelakaan hebat di mana salah satu dari korban dibawa pengguna jalan.     

Rachel melihat anak perempuan berusia lima tahun sudah bersimpah darah di seluruh tubuhnya dan juga seorang wanita berumur empat puluh tahun digendong lemah dibawa ke arah ambulans.     

Rachel sontak berlari kencang saat mendapti wajah gadis kecil itu adalah Kania, putri dari Monica dan Nino. Perempuan cantik itu tanpa berpikir panjang ikut untuk datang ke rumah sakit. Keadaan jalan begitu ramai, macet karena tabrakan taksi dan sebuah mobil sedan menjadi pemicu para pengguna jalan berramai-ramai ikut membereskan sisa kecelakaan.     

Dan ternyata kondisi Kania begitu kritis. Dan bertepatan pada saat itu pula Rachel ditelpon Nathan untuk datang ke sekolah karena Nefa yang kembali menangis tidak mau sekolah karena ulah putra dari kliennya kemarin.     

Rachel yang sudah tidak mempunyai nomor Monica benar-benar harus memutar otak untuk bisa memeberitahu salah satu dari keluarga Kania, yaitu mami Sarah.     

Rachel akhirnya meninggalkan rumah sakit dan menuju ke arah sekolahan Nefa dengan meninggalkan nomor pribadi Rachel pada resepsionis rumah sakit tersebut.     

Setelah urusan Nefa selesai dan Aldo mendapat hukuman keluar datri sekolah. Rachel kembali ke rumah sakit, ia tidak mau berpangku tangan melihat gadis kecil itu terbaring lemah di sana. Ia takut jika Sarah belum datang. Mengingat jadwal kantor wanita paruh baya itu begitu padat akhir-akhir ini.     

Dan benar, Sarah belum datang sampai Rachel datang ke sana. Seorang dokter mengatakan jika Kania harus melakukan operasi dan begitu banyak membutuhkan darah.     

Hal tersebut juga bertepatan dengan golongan darah Rachel yang sama dengan gadis malang tersebut. Dikarenakan rumah sakit yang hanya memiliki beberapa persedian kantong darah, hal itu pula yang membuat rumah sakit kebingungan selama setengah jam.     

Setelah melakukan pendonoran darah, Rachel memutuskan untuk bergegas pulang di saat ia melihat Monica dan Nino berjalan tergesa dari lorong rumah sakit ke arahnya. Rachel hanya melihat sekilas wajah pucat itu yang sedang ditangani oleh para dokter. Dan langsung beralu pergi, Rachel melupakan identitas yang sempat ia tinggalkan untuk menjamin keberadaan Kania di sana.     

"Aku nggak berharap mereka datang ke sini. Aku menolong Kania Kania karena unsur firasat seorang ibu. Aku memiliki seorang putri, dan nggak mukin aku membiarkan Kania merenggang nyawa hanya karena kebencianku pada kalian," ungkap Rachel mengarahkan fakta dari kebaikan hati seorang Rachel.     

Rachel selalu menanamkan pada dirinya jika seorang anak tidak pernah merasakan dosa yang telah orang tua mereka lakukan. Jadi, Rachel tak pernah memandang Kania sebagai objek kebencian dari Rachel kepada Monica dan Nino. Sosok gadis kecil itu di mata Rachel bahkan sudah dianggap sebagai putrinya sendiri. Terlepas dari segala hal yang terjadi.     

Nino mulai mengangkat kepala. "Gu tahu ini begitu sulit lo terima, Nona ... tapi, gue—"     

"Stop panggil gue seperti itu. Kalian berempat usir mereka. Aku tidak butuh tanda terima kasih apa pun dari kalian!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.