HE ISN'T MYBROTHER

Hiduplah Bersamaku Selamanya



Hiduplah Bersamaku Selamanya

0"Bagaimana bisa terjadi? Nathan dan Nefa diculik Megan?"     

Hanya percakapan di dalam panggilan video yang bisa Delon lakukan sekarang. Karena ia tidak mungkin melakukan penerbangan di saat seperti ini. Waktunya hanya dua hari, dan ia harus bisa mendapatkan apa yang wanita itu inginkan.     

"Tidak perlu basa basi. Aku hanya ingin kau katakan kepada wanita itu untuk mengembalikan kedua anakku. Atau aku benar-benar akan menghancurkan seluruh perusahaanmu," balas Delon bernada ancaman.     

Delon sudah tidak bisa lagi berpikir jernih di waktu-wakti seperti ini. Seharusnya keluarganya tidak terlibat dengan masalah keluarga Anin. Tapi, karena dirinyalah yang menembak Key hingga tewas membuat wanita itu berpikiran dirinya bersengkokol dengan Anin.     

Anin yang ditemani Max memperlihatkan wajah bingungnya. Karena mereka juga tidak tahu harus melakukan apa.     

"Aku akan menghubungi Megan. Tapi, cobalah kau datangi wanita itu, aku takut jika tidak bisa menghunginya. Karena seluruh persetujuan memang ada padaku. Dia harus berbicara langsung padaku."     

Delon mengangguk sebagai jawaban dan akhir perbincangan mereka.     

"Apa kita tidak terlalu buru-buru datang sebelum hari terakhir?" tanya Regan saatelihat Delon sudah bangkit dari duduknya. Mengganti seluruh pakaiannya dengan pakaian penyimpan senjata.     

"Dalam pembahasan nyawa, uanglah paling terpenting. Jadi, tidak ada hari terakhir. Cepat kemasi senjata yang perlu kita bawa."     

Delon memeriksa senjatanya, terlihat beberapa peluru sudah penuh sesuai dengan keingainannya. Ia tidak peduli dengan nyawanya, jika ia bisa menyelamatkan Nathan dan Nefa.     

'Tinggu Papa sayang, Papa akan menjemput kalian berdua,' batin Delon dengan pandangan lurus ke depan.     

Mereka sekarang sudah berada di mobil, mengikuti petunjuk dari cincin yang dipasang Delon pada jari sang putra kemarin saat Megan sedang lengah.     

Beruntung tangis Nefa membuat wanita itu marah. Dan kesempatan langka itu terjadi padanya.     

"Lurus dan belok kiri," gumam Regan saat melihat tanda merah yang terlihat jelas di GPRS mobil Delon. Ia pun mengikuti apa dengan penuh kehati-hatian.     

Regan tidak menyangka jika nyawa Nathan dan Nefa dalam taruhan hanya karena sebuah harta yang sama sekali tidak ada hubungan dengan Delon.     

Sedangkan Delon sedang melihat ponselnya. Lebih tepatnya ia sedang melihat keadaan Rachel yang bisa ia lihat menggunakan ponselnya yang terhubung, karena kamera CCTV rumahnya tidak dirusak oleh Megan dan anak buahnya.     

Begitu bodoh memang. Dengan bukti yang ada Delon bisa mengajukan penahanan pada Megan.     

Di aana ia melihat Rachel masih menangis di dalam pelukan Sellyn. Di saat-saat seperti ini istrinya sungguh beruntung bisa mendapatkan sahabat yang selalu ada di saat sedih dan terpuruk seperti ini.     

"Thanks, Re. Lo dan Sellyn masih maau berada di samping gue dan Rachel. Setelah apa yang dilakukan Monica, Rachel benar-benar sedih. Dia bahkan menyalahkan dirinya sendiri," ucap Delon memutar pandang ke arah kaca mobil yang terlihat titik buliran embun mulai membasahi kaca tebal itu.     

Regan menoleh ke asal suara dengan mengulas garis lengkung di wajahnya.     

"Sahabat nggak akan meninggalkan sahabatnya, meski langkahnya salah. Lo tahu bukan, berapa kali gue salah tapi lo masih ada di samping gue? Dan begitu juga dengan istri gue," sahut Regan.     

Delon menerbitkan senyum mendapati balasan yang begitu menggelikan, namun begitu membuat hatinya tersentuh.     

Di sisi lain Nathan masih tetap mempertahankan perkataannya, meski kedua sisi pipi putihnya terasa begitu perih karena kuku tajam Megan.     

"Lihat sendiri, Tante. Kau bisa menggoyang tubuh Nefa. Dia pingsan. Tapi, kenapa selama ini?" Imbuh Nathan.     

Sesekali bocah laki-laki melirik ke arah benda kecil yang melingkar di jarinya. Ia tahu papanya sedang berada di jalan untuk menyelamatkan dirinya dan Nefa dari wanita kejam itu.     

Megan mendorong-dorong tubuh Nefa sesuai dengan perkataan Nathan. Kedua manik abu-abu itu terangkat ke arah Nathan yang masih memperlihatkan wajah lugunya sebagai seorang anak kecil.     

'Kenapa tubuhnya tidak bergerak?' batin Megan sedikit bingung. Ia tidak tahu ilmu kedokteran. Ia mengingat, jika dirinya hanya membius tanpa melakukan apa pun.     

Megan menjauhkan tubuhnya. Ia menatap tajam ke arah Nathan yang begitu mirip dengan Delon.     

"Dia akan sadar beberapa jam lagi." Perkataan yang terlontar itu begitu dingin setelah Megan masih merasakan olahan napas dalam diri Nefa masih berkerja baik.     

Karen yang semula begitu terlihat cemas, kini mulai menghembuskan napas lega dengan bibir yang dikerucutkan.     

"Meg—"     

"Nyonya, maaf ... ada panggilan dari Nona Anin."     

Megan dan Karen saling pandang. Megan yang selama ini begitu susah menemukan keberadaan Anin. Akhirnya, adik iparnya datang sendiri pada kandang macan yang sudah siap menerkam buas.     

Ini semua pasti karena keberadaan kedua bocah kecil itu, batin Megan kembali. Kedua manik abu-abu itu menjurus pada tubuh Nathan yang bergetar dengan tangan kecil berusaha mengguncang tubuh Nefa.     

"TANTE KELUARKAN KAMI! LIHAT ADIKKU MASIH TiDAK BERGERAK!" teriak Nathan kencang. Namun, Megan hanya membalas dengan tarikan sudut bibirnya.     

"Apa yang kau lakukan pada kedua keponakanku!?" pekikan juga terdengar dari sambungan telpon itu.     

Megan menarik kasar benda pipih itu. Langkah jenjang berbalut sepatumembuat tubuh itu meninggalkan ruang kamar Natha dan Nefa diikuti beberapa anak buah Megan.     

Pintu terdengar telah diknuci dari luar. Di dalam kamar itu juga tidak ada celah lubang apa pun.     

"Nefa bangun," ucap Nathan seraya mengguncang tubuh Adiknya yang perlahan bangkit untuk duduk di depan Nathan.     

"Kakak, Nefa takut."     

***     

Ryan berjalan mondar mandir untuk mendapatkan keputusan yang tepat bagi Abella dan calon buah hati mereka.     

Ia tidak menyangka jika satu pelepasan saja sudah langsung membuahkan hasil. Ia tidak bisa berpikir, bagaimana jika Ryan melakukan hal.tersebut di awal mereka pertama melakukan.     

"Kenapa kamu berjalan terus sih? Aku sudah tidur begitu lama, tapi aku masih melihatmu di sana," kata Abella yang membuat tubuh Ryan berbalik.     

Ryan bergegas untuk naik ke tempat tidur di mana istrinya memang telah membuka kelopak mata indah tersebut.     

"Sayang, aku sangat mencemaskanmu ... bagaimana aku bisa tenang jika—" Kalimat Ryan terhenti karena tangan Abella sudah membukam mulutnya.     

"Apa kamu tidak percaya takdir? Jika aku mati sekarang, itu tentu saja bisa. Tapi, aku ingin bertahan bersama anak kita." Wanita cantik itu masuk ke dalam pelukan Ryan.     

Abella seperti gadis kecil yang sedang mencari kehangatan pada sang ayah. Satu tangannya ia gunakan untuk menarik tangan Ryan untuk berada di atas perutnya.     

"Lucu ya, kita belum bisa merasakan. Tapi, aku merasa hangat saat tanganmu berada di sini. Sepertinya anak kita menyukai ayahnya," tambah Abella dengan tertawa kecil disambut Ryan yang juga ikut tertawa.     

"Maafkan aku," lirih Ryan seraya menderatkan ciuman penuh cinta di kening istrinya. Sedangkan tangannyan masih mengusap lembut di bawah sana.     

"Apa pun yang terjadi padaku. Ingatlah, aku ada bersama dengan anak kita. Bahkan aku mengizinkanmu menikah lagi, apa aku istri yang sangat baik?"     

Ryan terjaga, ia melebarkan mata lebar. Menurunkan pandang ke arah Abella.     

"Bahkan aku tak pernah berpikir memiliki wanita lain. Jangan berkata seperti itu. Aku sangat mencintaimu dan anak kita. Hiduplah selamanya bersamaku, Abella."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.