HE ISN'T MYBROTHER

Karen Tertembak



Karen Tertembak

0"Om, tante yang galak tadi ke mana ya?" tanya Nathan pada seorang penjaga yang baru saja masuk.     

Lelaki itu menoleh, kedua maniknya seketika menatap ke arah Nathan. "Tante galak?" Ulangnya.     

Dia merupakan anak buah dari Karen yang sengaja di tempatkan di kamar Nathan dan Nefa. Megan takut, jika putri dari Delon terjadi sesuatu. Mengingat akting Nefa hingga detik ini masih meyakinkan.     

Nathan mengangguk mengiyakan. "Yang rambutnya merah seperti api," jelasnya yang akhirnya membuat lelaki itu yang justru mengangguk.     

"Nyonya Megan, sedang meeting dengan nyonya Karen. Bagaimana dengan adikmu itu?"     

Nathan menoleh ke arah Nefa yang baru saja menidurkan tubuhnya.     

"Nggak apa-apa, Om. Tadi, udah sempet bangun. Katanya cuma ngantuk."     

Kepala itu kembali mengangguk paham. Ia sekarang bisa sedikit bersantai saat mendengar keadaan gadis itu. Lelaki itu merogoh ponsel di dalam saku celana panjangnya.     

Tidak menunggu lama suara tawa terdengar jelas di telinga Nathan dan Nefa yang berpura-pura tidur. Bocah laki-laki kecil itu mengerutkan kening pada sebuah kotak obat bening di dekat lengan tangan lelaki itu.     

"Om, kepala aku pusing ...." Nathan memegang kepalanya denagn ekspresi kesakitan. "Apa aku boleh meminta obat yang ada di dekat tangan Om? Kata mama kalau pusing harus minum obat," celotehnya.     

Lelaki berbaju hitam selengan itu masih meletakan pandangan ke arah layar ponselnya. Ia hanya sekali menoleh ke arah benda yang dipertanyakan.     

"Tidak boleh. Itu bukan obat pusing. Kau bisa tidur untuk mengurangi pusingmu."     

Jawaban lelaki itu membuat sudut bibir Nathan terangkat jelas. Namun, hanya dirinya yang melihat itu.     

"Aku nggak bisa tidur, Om. Kata mama kalau obat udah nggak bisa digunain, buang aja." Nathan semakin ingin mendengar nama dari obat itu apa, sehingga ia tidak bisa meminumnya.     

Suara tawa terdengar tergelak. Sesekali lelaki itu mengusap air mata yang terjatuh di pelupuk mata. Ia tidak pernah bisa menikmti waktu seperti ini jika melakukan tugas yang diperintahkan Karen.     

Maka dari itu, ia berpikir saat dirinya menjaga dua anak kecil itu pasti ia akan bisa bersantai.     

"Itu diperlukan. Itu obat tidur bersisi tinggi. Kalian anak kecil tidak dibolehkan untuk meminum," jelasnya. Dan kali ini senyum lebar terlihat jelas menghiasi wajah kecil nan tampan itu.     

"Baiklah, Om. Ohya, Om ... apa yang Om tonton? Kenapa Om tertawa begitu?"     

Di saat pertanyaan itu berlangsung, di saat itu pula Nefa perlahan turun dari tempat tidur. Dengan memberi kode ibu jari pada Nathan.     

Langkah kecil itu berjalan perlahan dan hati-hati. Nefa berjalan seperti berada di atas sebuah awan lembut.     

"Hanya komedi. Dan benar-benar lucu. Jika kau melihatnya, pasti akan tertawa juga. Tapi, aku rasa kau tidak paham dengan acara seperti ini," ucapnya dengan nada mengejek.     

Nathan tertawa kecil, ia harus bisa mengalihkan fokus dari lelaki itu. Hingga Nefa bisa berada di sana. Namun di sisi lain, dengan cepat pula tangan kecil Nathan meletakkan bantal di bawah selimut. Seperti keadaan Nefa tadi yang tertidur.     

"Adikmu masih tidur?" tanyanya seraya mengulurkan jari di depan layar ponsel yang diletakkan tertidur itu. Suara komedia yang diputar sudah tidak lagi terdengar. Begitu juga, Nefa yang panik dan langsung bersembunyi di bawah kolong kaki meja.     

Nathan menunjuk dengan pandangan ke arah sebuah gundukkan di bawah selimut.     

"Masih, Om. Dia tadi ketakutan, aku kira pingsan," jawab Nathan dengan nada berpura-pura kesal.     

Mendadak suara komedi di dalam ponsel lelaki itu kembali terdengar. "Syukurlah, aku jadi bisa menonton lagi."     

Nathan mengangkat kedua alisnya dengan senyum simpul telah menghiasi wajahnya.     

'Iya, kau memang harus terus menonton video itu, sampai Nefa selesai melakukan tugasnya,' batin Nathan.     

Nefa sudah meraih tempat obat itu. Gadis kecil itu membawa kembali ke bawah kolom. Kedua manik coklat itu beralih takut-takut ke arah lelaki dewasa itu, lalu beralih pada dua butir obat tidur yang telah berada digenggaman tangannya.     

'Om harus bobok. Nefa mau ketemu papa dan mama,' batin gadis kecil itu kembali bangkit dari duduk jongkoknya. Berdiri perlahan setengah membungkuk di belakang punggung lelaki itu.     

Tangan kecil Nefa terulur, dan dengan perlahan dua butir obat tablet putih itu telah melebur menjadi satu dengan air putih di samping lengan tangannya.     

Senyum cerah menghiasi wajah sembab Nefa. Ia perlahan kembali berjalan dengan langkah mengendap-endap. Baru tiga langkah, lelaki itu menggerakkan tubuh. Dan seketika tubuh kecil Nefa meringkuk duduk jongkok di tempat.     

"Kenapa tenggorakanku jadi haus begini, untung aku tadi membawa minuman Dendi," gumamnya yang langsung meraih gelas bening tersebut tanpa melepas fokus.     

Saat tawa kembali menguar di seluruh sudut ruangan. Nefa segera berlari dan naik ke atas tempat tidur dengan bantuan dari Nathan.     

"Kenapa minuman itu jadi menyegarkan?" Sekali lagi air putih yang berada di gelas bening tersebut ditenggak hingga tandas.     

Nathan dan Nefa saling melempar senyum saat melihat pemandangan memuaskan mata itu.     

"Om aku mau tidur dulu ya. Bangunkan saja aku kalau tante galak datang," kata Nathan yang dibalas lelaki itu dengan anggukkan disela mulutnya yang menguap.     

***     

Di sisi lain Megan begitu murka saat ia melihat kedua lelaki yang baru saja ia kalahkan beberapa waktu tadi sudah berada di depannya dan Karen.     

Megan juga masih tidak terima dengan keputusan Anin yang hanya membagi lima persen dari harta Key. Ia ingin semua bukan hanya lima persen. Megan bahkan tak peduli dengan status dirinya sebagai istri sah atau bukan.     

"Ternyata kau juga terlibat, Nona Karen." Delon Memandang tajam ke arah perempuan yang sempat membuatnya marah karena telah melukai harga diri istrinya.     

"Dia ... saudraku. Ini benar-benar sangat kebetulan Tuan Delon. Aku begitu membenci istrimu, dan kedua anakmu berada di tangan kami. Jadi, apa menurutmu aku bisa membayar kebencianku pada dua makhluk kecilmu itu?" balas Karen.     

Delon mengeraskan rahang. Tatapan berkilat itu sudah sedaritadi ia lesatkan pada kedua wanita di depannya.     

"Kau berani menyentuh kedua anakku. Aku tidak akan pernah menjamin kalian bisa menikmati kehidupan lebih nyaman dari ini," tanggap Delon yang sudah benar-benar tak bisa menahan amarahnya.     

Megan tertawa terbahak mendengar ancaman Delon. "Kau mengancam kami, Tuan Delon. Sepertinya kita sudah tidak memiliki kesepakatan kembali. Anin telah mengatakan, dia tidak memberiku seluruh harta Key. Jadi ...."     

Megan mengarahkan senjatanya ke arah tubuh Delon. Senyum seringai penuh kebencian bersiap melesat bersamaan dengan peluruh panas itu.     

Tapi, baru saja Megan ingin menarik pelatuknya. Suara tembakkan dari arah samping tubuh wanita itu, membuat Megan menjatuhkan senjatanya terpaksa.     

DORR!     

"Shit! Siapa yang berani membuat menembak senjataku?!" pekiknya.     

Delon dan Regan seketika menoleh ke arah suara lelaki yang berjalan dari kegelapan sebuah ruangan.     

"Kau siapa!?" Karen menunjuk ke arah tubuhnya.     

"Nino? Lo di sini?" Regan memanggil nama itu dengan lantang. Seketika wajah dingin itu menerbitkan senyum sumringah seraya memutar senjata di antara jemari telunjuk.     

"Yupss, gue di sini." Dan tidak menunggu lama Nino memperlihatkan keahliannya menembakki anak buah Megan yang diam-diam ingin memukul kepala belakang Delon dan Regan.     

Suara tembakkan memenuhi ruangan tersebut. Megan dan Karen saling bekerja sama untuk bisa membidikkan tembakan mereka pada target utama mereka. Jika, Delon mati, Anin pasti akan disalahlan oleh semua orang.     

Dan Megan akan melakukan itu sebagai salah satu upaya balas dendamnya.     

"Bodoh, kau harus bisa mengarahkan pada lelaki itu. Jangan membawa perasaan di sini!" bentak Megan langsung mengarahkan tembakkan pada Delon. Tapi, tembbakkan Delon sudah terlebih dulu melesat, mengenai tubuh Karen.     

"Aaggh! Si-sial ... Tu-Tuan De-lon." Suara tercekat Karen membuat kedua mata Megan membulat. Baru saja, ia mengajari Karen yang yang tidak tega menembakkan pelurunya pada Delon. Kini ia harus melihat tubuh saudar kandungnya bersimbah darah.     

"Keluarkan kedua anak itu!"     

"Aku akan membuatmu mati dengan apa yang kau lihat!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.