HE ISN'T MYBROTHER

Berakhir



Berakhir

0"MEREKA TIDAK ADA NYONYA!"     

"MEREKA KABUR!"     

Seruan itu membuat Megan membulatkan mata lebar. Kedua tangan yang terlurur tegas ke depan seketika menurun. Pertarungan senjata antara Megan dan Delon seketika terhenti.     

Delon pun tak kalah terkejut mendengar perkataan anak buah Megan. Satu tembakkan mengarah pada sebuah kayu besar yang berada di belakang tubuh Megan.     

"Ke mana kedua anakku!? Kau jangan pernah bermain-main denganku!" pekik Delon di saat tubuhnya seketika langsung memiring mendapati Megan memberinya balasan tembakan.     

Megan tertawa terbahak. Ia sudah tidak lagi penasaran ke mana kedua bocah kecil itu berlari. Karena sejauh kaki mereka bergerak, pasti akan ditemukan oleh anak buah Megan.     

"Tidak akan lama kau akan melihat tubuh kedua anakmu mati seperti Karen, Tuan Delon. Dan kalian semua ...." Megan menunjuk ke arah Regan dan Nino yang terengah melawan begitu banyak anak buah Megan dan Karen.     

"Akan ikut Tuan kalian. MATI!"     

Pukulan pada lengan tangan Delon membuat tubuh lelaki itu tersengkur. Balok kayu besar terangkat di udara.     

Lengan tangan kanan Delon sobek. Darah segar mengucur begitu deras. Bahkan tubuh itu sudah tak berdaya di atas lantai hitam dingin itu.     

"Kau sekarang tak berdaya? Inilah yang kumaksud, Tuan Delon." Megan duduk jongkok di depan kepala Delon yang terangkat dengan mengernyit menahan rasa sakit di lengan tangannya.     

"Orang beruntung, tak akan selamanya beruntung!" Lanjutnya mengarahkan tembakkan pada kepala Delon. Senyum kemenangan sudah berada di bibir tebal Megan.     

Delon tertawa mengejek pad wajah wanit yang begitu dekat dengannya.     

"K-kau tak akan bisa membunuhku, sebelum aku mengizinkan," ujar Delon terbata menahan lengan tangannya yang begitu sakit.     

"Sombong sekali, Tuan Delon ini. Jika aku bisa mengirimmu ke neraka, pasti Dewa akan memberiku hadiah besar."     

Megan kembali mengangkat senjatanya. Ia harus memanfaatkan kesempatan ini. Kesempatan di mana Delon benar-benar kehabisan darah.     

"Delonnnn!"     

"Lepasin tubuh gue brengsek!"     

Teriak Regan dan Nino yang sudah tertangkap oleh anak buah Megan karena mereka begitu kehabisan energi untuk kembali memberi perlawanan.     

"Diam! Kalian akan mendapatkan giliran mati setelah tuan kalian berdua!" pekik salah satu anak buah Megan yang tak kalah memberi senyum kepuasan mereka.     

Megan menarik sudut bibirnya mendengar lirihan suara memberontak dari kedua anak buah lelaki yang berada di depannya.     

"Bersiaplah. Aku ingin mendengar suaramu memekik seperti suara Karen!"     

"Mati ka—"     

"Menyingkir dari suamiku!" Suara teriakan itu lagi-lagi membuat fokus Megan teralihkan. Delon yang melihat wanita itu sedang lengah langsung menarik senjata yang berada di tangan Megan dan mengarahkan tembakkan pada kaki kanannya.     

"AAWKH!" teriak Megan kencang.     

Regan dan Nino pun tak mau membuang waktu. Mereka berdua langsung memberi kode untuk menendang alat vital lelaki yang menahan tujuh Regan.     

Sedangkan Nino memberi tonjokkan pada lengan tangannya yang menghantam perut lelaki di belakangnya.     

"Rachel ambil ini!" teriak Monica yang berhasil membuat hubungan mereka membaik kembali beberapa jam lalu.     

Rachel menangkap cepat sebuah masker wajah yang masih bingung digunakan untuk apa.     

"Mamaa!" teriakan itu memhuag Rachel menoleh. Kedua manik matanya berkaca-kaca saat melihat tubuh Nathan dan Nefa berlari ke arahnya.     

Sedangkan Nino sudah membuang sebuah grannat racun mematikan dari Key yang ia dapatkan dari Max. Max menggunakan jet peribadinya untuk kembali lagi ke Indonesia hanya untuk menghentikan apa yang telah dilakukan Megan.     

"Kalian semua bedebah! Sampai mati pun aku tidak akan membiarkan kalian hidup tenang!" pekik Megan sesaat asap racun tersebut sudah mulai menguar.     

"Nefa, ayo Mama gendong!" kata Rachel pada sang putri. Namun, Nefa nampak ragu karena melihat seluruh tubuh mamanya penuh luka.     

"Ayo Nefa! Kita sudah tidak punya waktu lagi! Nathan naik ke punggung Om Nathan!" titahnya lagi.     

Nathan dan Nefa pun langsung menuruti perintah Rachel. Sedangkan Delon berjalan tertatih dengan menutup mulutnya. Regan dengan cepat pula langsung membawa tubuh Delon ke dalam punggung kekarnya.     

"Lo harus tetap hidup. Rachel dan kedua anak lo butuh lo, Lon!"     

Delon terbatuk mendapati tubuhnya seperti juga sudah menghirup asap racun itu.     

"G-gue me-memang ha-harus hidup demi mereka."     

***     

Sedangkan di sisi lain, air mata terus saja menderai membasahi pipi. Kedua lelaki yang nampak begitu kuat kini nyatanya tak kuasa menahan tangis.     

"Apa kau tahu semua ini dari awal?" tanya Hernandes dengan menggeram. Cengkraman tangan di kemeja Ryan menguat seiring dengan suara yang tertahan di tenggorakannya.     

Ryan mengangguk sebagai jawabannya. Ia tidak bisa lagi menyangkal tentang kebenaran yang terjadi. Baru saja ia memeluk tubuh itu tadi malam. Tapi, ia sudah menemukan tubuh Abella terjatuh di atas lantai dengan wajah memucat.     

"Aku sudah tahu sejak aku menyamar sebagai anak buahmu. Abella menceritakan semuanya padaku. Dan karena hal tersebut aku tidak bisa membuat Abella hamil yang akan membahayakan kesehatannya."     

BUGH!     

"Tuan Hernandes, tenanglah. Anda harus ingat ini adalah rumh sakit." Asisten pribadi Hernandes membawa tubuh lelaki paruh baya itu untuk menjauh dari tubuh Ryan yang sudah tersungkur di atas lantai dengan sudut bibir mengeluarkan darah segar.     

"Lepaskan aku! Kau tahu, manusia itu tak dapat kumaafkan! Aku sebagai papa, bahkan tidak tahu penyakit mematikan putriku. Bagaimana dia yang sebagai orang luar, bisa tahu!" tungkas Hernandes bernada melengkin tajam memberontak dari pegangan tangan asisten pribadinya.     

Asisten pribadi lelaki paruh baya itu mengkode ketiaga anak buahnya untuk membantu mencekal tubuh penuh amarah tuan mereka.     

"Abella hamil ...dan a-aku benar-benar tidak—"     

"Lelaki bajingan sepertimu seharusnya tidak masuk ke dalam kehidupan putriku! Kau semakin membuat nyawa Abella berbahaya dengan mengandung anakmu! Apa kau sengaja ingin melakukan ini demi seluruh harta yang kupunya, hah!"     

Ryan tertunduk lemas mendengar berbagai perkataan menyakitkan Hernandes. Ia memang dulu begitu menginginkan apa yang baru saja dikatakan Hernandes.     

Akan tetapi, cinta dan penolakan dari Abella membuat hatinya luluh. Ia tahu, jika di balik penolakam itu hanya ingin melihat dirinya hidup dengan wanita lain dengan kehidupan normal.     

"Tuan Hernandes ... Tuan Ryan. Apakah ada di antara kalian yang bernama itu?" Suara asing tersebut membuat kedua lelaki yang berbeda umur langsung mendekat dan berlari ke arah lelaki berjubah putih gading yang sedang berdiri di depan pintu rawat UGD.     

"Saya!"     

"Saya!" Jawab Hernandes Dan Ryan dengan kompak seketika.     

Dokter tersebut memandang kedua lelaki berbeda umur itu dengan bergantian. Pandangan sendu terlukis di sana. Entah apa artinya yang membuat lelaki itu tampak berat untuk mengatakan sesuatu yang membuat Hernandes dan Ryan penasaran.     

"Kami sangat menyesali ini semua. Kanker nyonya Abella begitu cepat menyebar. Karena memo terapi yang tidak dilakukan."     

"Dan kedua nama yang saya sebutkan tadi diminta masuk nyonya Abella." Lanjutnya membuat Hernandes dan Ryan kembali menitihkan linangan air mata.     

Ryan sudah terlebih dulu menerobos masuk. Ia tidak peduli dengan larangan Hernandes tadi.     

Tubuh itu berlari kencang hingga ayunan kaki Ryan terhenti melihat senyum simpul begitu cantik menghiasi wajah pucat itu.     

"Ka-kamu ...." Suara terbata lirih Abella begitu menyayat hati Ryan.     

"Bagaimana kamu bisa membohongiku? Aku pikir selama ini kamu pergi untuk terapi. Tapi ...." Ryan tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Ia benar-benar tidak menyangka seluruh rangkaian terapi untuk Abella sama sekali tidak dilakukan istrinya.     

"Aku tidak mau membuat papa kepikiran saat aku berangkat dan pergi."     

"Papa ..." panggil lirih Abella.     

Hernandes berdiri di samping tubuh putri cantiknya, membawa tangan penuh selang infus ke dalam kecupan bergetar Hernandes.     

"Jangan menangis, Pa ... Abella ingin bersama mama dan anak Abella. Maaf tidak bisa membawa cucu Papa di sini. Tapi, Ryan ... dia lelaki hebat. Dia mencintai Abella seperti Papa mencintai Abella."     

Hernandes menggeleng, ia tidak pernah menginginkan itu semua. Cukup ada putrinya, ia sanggup bahagia jika dirinya harus kehilangan seluruh harta.     

"Papa akan membawamu ke luar Negeri. Papa tidak akan membiarkan penyakit itu juga membawa putri papa menjauh," kata Hernandes putus asa.     

Abella masih mengulaskan senyum simpulnya. "Tidak bisa, Pa. Abella sudah sakit, dan tidak bisa disembuhkan."     

"Sa-Sayang ...." Napas Abelal tersesak seketika saat pandangan lemahnya mengarah pada sang suami. "Katakan kamu mencintaiku dan calon anak kita. Aku ingin mendengarnya sekali lagi."     

Punggung Ryan bergetar. Ia tak kuasa menahan kesedihan yang begitu membuka luka menganga di dalam relung hatinya. Namun, bagaimanapun Ryan harus memenuhi permintaan istrinya.     

"Aku sangat mencintaimu, Sayang."     

"Aku juga mencintaimu, Nak. Jaga Mamamu dia manapun dia berada," bisik Ryan dengan nada bergetar.     

Abella mengangguk lemah. Pandangan lemah itu kembali Abella arahkan pada Hernandes yang menahan.tangis dengan membekam mulut.     

"Papa, dan Ryan harus saling hidup bersama. Kalian adalah harta Abella yang begitu berharga. Tanpa kalian ... mu-mungkin Abella akan menjadi gadis yang lemah."     

"To-tolong jaga Papa un-untukku ...."     

TAMAT.     

Adakah yang mau sesion kedua?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.