Gentar Almaliki

Gentar Berhadapan dengan Para Pendekar



Gentar Berhadapan dengan Para Pendekar

0Setelah berhenti sejenak, kemudian Gentar kembali melanjutkan perkataannya, "Sekarang aku hendak bertanya kepadamu! Apakah padepokanmu menerapkan aturan, hanya orang tertentu saja yang dapat bertemu denganmu?"     

Sri Wulandari tercengang mendengar pertanyaan dari Gentar, namun ia sudah dapat mengerti apa sebabnya. Demikianlah, ia berpaling ke arah anak buahnya yang dipercaya sebagai pengurus padepokan, dengan suara lantang ia membentak, "Kamara, ke sini kau!" Sri Wulandari tampak seperti diliputi oleh rasa emosi yang begitu tinggi.     

Kamara hatinya sudah ketar-ketir ketika melihat Gentar. Ia berjalan menghampiri wanita paruh baya itu, dengan tubuh bergetar hebat dan wajah tampak pucat, kemudian berlutut di hadapan Sri Wulandari.     

"Kamara, apakah kau yang menetapkan aturan di Padepokan Iblis Merah?" tanya wanita paruh baya itu, menatap tajam wajah Kamara yang sudah terlihat memucat itu.     

Dengan gugupnya Kamara menjawab, "Aku anggap dia adalah anak muda bau kencur. Aku berpikir anak muda itu tidak mungkin ada urusan penting dengan Nyai."     

Mendengar perkataan dari Kamara, Gentar pun tertawa lepas, "Ha ... ha ... ha ... aku anak kecil yang beruntung. Karena malam ini bisa kedatangan tamu kehormatan dari Padepokan Iblis Merah sang penguasa dunia persilatan," ujar Gentar.     

"Aku mewakili anak buahku, meminta maaf kepadamu, Pendekar," ujar Sri Wulandari sedikit membungkukkan badan.     

"Sudahlah, tidak perlu diributkan lagi. Sekarang siapa yang mau memiliki keris pusaka ini, maka harus berjuang menjadi pendekar terkuat malam ini!" seloroh Gentar tanpa pikir panjang lagi.     

Sri Wulandari terperanjat, karena itu merupakan sebuah persoalan yang teramat sulit baginya. Para pendekar yang sudah berada di tempat tersebut, bukanlah para pendekar biasa yang bisa dengan mudah ditaklukkan.     

Namun, keadaan sudah tidak memungkinkan lagi dan semua sudah terlanjur. Tidak ada jalan lain lagi selain ikut bersaing.     

"Sekalipun bisa merebut kemenangan pada malam ini. Tentu, di kemudian hari aku akan direpotkan oleh para pendekar yang menghendaki keris pusaka itu," kata Sri Wulandari dalam hati. Hati dan jiwanya pun menjadi lemah dan diselimuti oleh rasa putus asa.     

Dengan demikian, ia hanya dapat menghela napas dalam-dalam. Tampak kesal terhadap Kamara. Para pendekar yang hadir turut menyaksikan kekesalan yang menyelimuti jiwa dan pikiran sang pemimpin Padepokan Iblis Merah itu.     

Para pendekar itu tahu bahwa kalau tidak segera turun tangan, kelak jika wanita paruh baya itu mulai bergerak. Berarti mereka sudah tidak akan mendapatkan kesempatan lagi.     

Maka para pendekar tersebut langsung bergerak sambil mengerahkan kekuatan masing-masing.     

Empat pendekar andalan dari Padepokan Iblis Merah pun sudah masuk ke dalam arena. "Kalian mundur, dan jangan terlibat dalam sayembara ini!" Salah seorang dari keempat pendekar itu membentak dengan suara keras.     

Suaranya pendekar itu, terdengar sangat keras seperti petir di siang bolong, sehingga membuat gaduh suasana malam itu.     

Demikianlah, para pendekar itu langsung mundur kembali ke barisan semula. Tapi selagi orang-orang itu sedang merasa ragu, tiba-tiba terdengar suara teriakan lantang.     

Salah seorang pendekar mendadak melesat tinggi ke atas, dengan gerakan yang sangat cepat bagaikan kilat, pendekar itu menyambar kepalanya Gentar.     

Gentar tetap bersikap tenang, namun dengan sigap ia menggeser posisi kakinya. Lalu, bergerak cepat melayang pindah ke lain tempat.     

Pendekar itu, kembali menghentakkan kakinya dan langsung bergerak hendak menubruk Gentar yang sudah berpindah tempat. Namun, salah seorang pendekar dari Padepokan Iblis Merah segera menghadang serangan pendekar tersebut. Dengan demikian, dua pendekar sakti mengadu kekuatan tangan di atas udara.     

Beberapa saat kemudian, kedua pendekar itu terpental dan kembali ke tempat masing-masing. Seketika suasana menjadi genting. Seorang pendekar wanita dengan sebilah pedangnya, tiba-tiba menyerang Gentar dengan begitu ganasnya.     

Namun, Gentar tidak mau melayani sikap agresif yang ditunjukkan oleh pendekar wanita itu. Gentar menghentakkan kakinya dan kembali berpindah tempat.     

Sabetan pedang dari wanita tersebut, ternyata sudah menghancurkan batu besar bekas pijakan kaki Gentar. Suara dentuman keras pun menggelegar.     

"Tidak guna kau menyerangku, aku tidak menghendaki perkelahian ini!" cegah Gentar berteriak lantang.     

"Bedebah kau!" Pendekar wanita itu balas berteriak.     

Di antara suara gemuruh menggelegar, seorang pendekar lainnya terbang, dan langsung menerjang pendekar muda itu.     

Gentar melihat para pendekar tersebut tidak ada satu pun yang mematuhi peraturan yang ia terapkan. Saking kesalnya, ia lantas segera menyelipkan keris ke ikat pinggangnya, kemudian menggerakkan kedua tangannya.     

Gentar berdiri tegak di atas batu besar, dan langsung menyerang para pendekar itu dengan kekuatan tenaga dalam yang ia lontarkan dari kejauhan menyapu deras bagaikan angin topan yang disertai kilat menyambar tubuh para pendekar tersebut.     

Meskipun mereka sudah memiliki ilmu tingkat tinggi, namun mereka tidak berani menangkis serangan yang amat dahsyat itu.     

Kemudian, mereka terpecah belah berhamburan menghindari bahaya yang datang dari serangan Gentar Almaliki. Mereka mundur serentak, namun setelah serangan mereda mereka tiba-tiba maju lagi.     

Serangan dari Gentar mengandung hawa panas yang teramat dahsyat, telah menggulung bagaikan sebuah gelombang api besar berhamburan keluar dari tangan pemuda itu.     

Gentar benar-benar sudah diselimuti rasa emosi yang begitu tinggi, sambil tertawa dingin ia pun berkata, "Apakah kalian ingin benar-benar bertarung melawanku?"     

Mendadak tubuhnya bergerak maju, dengan kecepatan tinggi melancarkan serangan-serangan beruntun sampai berulang kali sehingga membuat para pendekar itu terjatuh bermuntahkan darah. Para pendekar yang sudah berdarah-darah itu, mundur jauh beberapa langkah ke belakang.     

Pada saat itu, tanpa terduga ada seorang pendekar yang seakan-akan bagaikan sebuah bayangan iblis dari kegelapan. Tiba-tiba sudah melayang ke arah belakang Gentar.     

Pendekar itu siap mencengkram pundak Gentar dengan jari kukunya yang panjang bagaikan cakar harimau, siap mencengkram peredaran darah Gentar.     

Beruntung seorang pendekar murid Padepokan Iblis Merah berteriak memperingatkan Gentar untuk segera menghindar.     

"Pendekar, menyingkirlah!"     

Dengan cepat, Gentar segera memutar tubuhnya. Ia langsung menyambut serangan itu dengan menyambar tangan musuhnya, gerakannya itu seakan-akan mempunyai kekuatan tinggi, sampai ia sendiri tidak memahaminya. Kenapa dengan cara seperti itu, ia dapat menghempaskan serangan dahsyat dari musuhnya.     

Sejenak Gentar termangu, ia jadi tercengang karenanya. Namun, kelengahan tersebut kembali dimanfaatkan oleh musuhnya.     

Ia memanfaatkan kesempatan ketika Gentar sedang tercengang, ia meronta dan langsung menghentakkan kakinya keras, tangan kirinya segera menyerang hawa panas dari kekuatan tenaga dalam yang dikeluarkan oleh Gentar.     

Gentar melepaskan tangan lawannya, karena harus menahan serangan itu. Suara dentuman pun terdengar keras akibat benturan dua kekuatan maha dahsyat. Sehingga tubuh Gentar dan juga lawannya harus terpental jauh.     

Kekuatan besar saling berbenturan, karena satu tangan musuhnya sudah ia lepaskan. Maka menjadikan Gentar merugi karena harus kembali bertarung lepas dengan pendekar itu.     

Ketika Gentar sedang bertarung dengan musuh-musuhnya itu. Para pendekar yang berada di tempat tersebut, sudah mulai merapatkan diri untuk mengurung Gentar.     

Mereka sudah bersiap hendak turut andil dalam pertarungan tersebut.     

Ketegangan pun semakin bertambah, Sri Wulandari pun kemudian angkat bicara, "Aku harap kalian jangan ikut campur. Keluarlah!"     

*     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.