Gentar Almaliki

Naraya dan Bondasaka



Naraya dan Bondasaka

0Pendekar yang baru tiba itu langsung membalikkan badan ke arah Ramdakala dan kawan-kawannya. Seketika wajahnya berubah menjadi sangat menyeramkan, sorot matanya berwarna merah menatap tajam ke arah para pendekar Garuda Hitam yang ada di hadapannya.     

"Kalian memang para pendekar pengecut! Sungguh keterlaluan, kalian tidak memandang tinggi kepada Raden Gentar. Kalian adalah para pendekar yang berilmu tinggi, lantas kenapa kalian memburu satu orang dengan mengeroyoknya?" Pendekar itu berkata sambil membentak keras, apa yang dia ucapkan sungguh pedas dan menumbuhkan amarah bagi Ramdakala dan kawan-kawannya.     

Dengan demikian, Ramdakala maju beberapa langkah. Lalu berkata dengan suara lantang, "Kau jangan ikut campur dengan urusan kami! Mungkin kau belum tahu duduk persoalannya, sudah ratusan pendekar dibinasakan oleh pendekar muda itu. Jika kau dan Dewi Rara Sati mau menanggung kesalahan pendekar itu, maka kalian berdua harus berhadapan dengan kami!" tantang Ramdakala dengan lantangnya.     

Menyaksikan perdebatan tersebut, Dewi Rara Sati dan Gentar tidak turut campur. Sejatinya, mereka pun tidak tahu menahu tentang seluk beluk pendekar yang baru tiba itu.     

"Apa kau kenal dengan pendekar itu?" tanya Dewi Rara Sati mengarah kepada Gentar.     

Kening Gentar mengerenyit, menandakan bahwa dirinya pun tidak mengenali pendekar tersebut. Lantas, Gentar pun menjawab pertanyaan Dewi Rara Sati, "Entahlah, aku pun tidak mengenalinya."     

Sesaat kemudian, dari dalam hutan dekat dengan lokasi tersebut, terdengar lagi satu suara aneh yang lantas disusul dengan munculnya dua orang pendekar yang sama sekali tidak dikenali oleh Gentar dan juga Dewi Rara Sati.     

Dua orang pendekar tersebut melompat dari balik semak belukar, dan mendarat sempurna di hadapan Ramdakala dan juga para pendekar lainnya. Lantas salah satu dari mereka mengulurkan tangannya menuding ke arah Ramdakala.     

"Hentikan urusan kalian dengan Raden Gentar Almaliki! Atau meminta kami turun tangan dalam persoalan ini?" bentak pendekar itu dengan suara menggema bak seekor harimau mengaum.     

Zekawana tampak emosi mendengar suara kasar dari salah seorang pendekar yang baru datang itu, sehingga alisnya pun naik.     

Dengan sorot mata yang tajam, Zekawana membentak pendekar itu dengan suara keras, "Hai! Kau siapa? Apa kau juga hendak turut campur dalam persoalan ini? Kau sungguh lancang bersikap sombong di hadapan kami!"     

Kemudian, pendekar yang satunya lagi menjawab dengan suara dingin sambil tersenyum sinis menatap wajah Zekawana.     

"Aku adalah Naraya dan ini adalah saudara seperguruanku, Bondasaka. Kami datang hendak membereskan persoalan ini, wahai para pendekar pengecut!"     

Ramdakala dan kawan-kawannya merupakan para pendekar dari paguron silat Garuda Hitam. Sejatinya, kelompok mereka berasal dari aliran baik dan mempunyai kedudukan tinggi dalam dunia persilatan.     

Sedangkan Naraya dan Bondasaka berasal dari golongan biasa dan belum tersohor dalam rimba persilatan. Sudah barang tentu perkataan kasar dari mereka sangat menghina para pendekar Garuda Hitam.     

Zekawana dan kawan-kawannya tampak semakin emosi. Amarah dalam dada mereka semakin bergejolak.     

Sementara itu, Gentar yang baru saja memulihkan kekuatannya, tampak jemu melihat perdebatan tiga pendekar yang baru tiba dengan para pendekar Garuda Hitam. Lantas, ia berpaling ke arah Dewi Rara Sati.     

"Ayo, Dewi. Kita pergi dari tempat ini! Aku sudah muak melihat mereka," ajak Gentar.     

Dewi Rara Sati hanya mengangguk, kemudian melangkahkan kakinya mengikuti Gentar yang sudah lebih dulu berjalan menghampiri kudanya.     

Akan tetapi, Ramdakala segera membentak keras, "Pengecut kau Gentar! Kau dan kawanmu itu tidak akan pernah bisa meninggalkan tempat ini dengan mudah!"     

Seiring demikian, tubuh Ramdakala melesat tinggi, dan langsung menyerang Gentar yang saat itu hendak menaiki kudanya.     

Dengan demikian, Gentar segera membalikkan badan dan langsung balas melancarkan sebuah serangan dengan kekuatan tenaga dalamnya. Tampak sebuah kilat berwarna keemasan meluncur deras ke arah Ramdakala yang hendak menyerangnya.     

Kilat tersebut bagaikan sebuah senjata tajam yang sangat cepat, bergerak memburu ke bagian tubuh Ramdakala.     

Akan tetapi, Ramdakala bukanlah pendekar biasa. Jurus mematikan yang dikerahkan oleh lawannya itu dapat ia hindari, kemudian langsung meloncat dan bergelimpangan menghindari serangan mematikan dari Gentar.     

Kehebatan jurus yang dikeluarkan oleh Gentar, membuat Ramdakala tertegun. Lantas ia kembali berdiri tanpa berkata apa-apa lagi, tangan dan kakinya sudah tak mampu digerakkan lagi.     

Pada saat itu di dalam hutan tampak berkelebat satu bayangan orang tinggi besar. Sosok bayangan tersebut hanya tampak sekilas saja, kemudian hilang lagi. Entah makhluk apakah itu? Semua yang ada di tempat tersebut tidak mengetahui dengan pasti, termasuk Gentar dan juga Dewi Rara Sati.     

Setelah mengerahkan kekuatan jurus andalannya, Gentar tidak menghentikan langkah kakinya. Ia masih melangkah lebar sambil menarik lengan Dewi Rara Sati hendak menyingkirkan diri dari arena pertempuran tersebut.     

Kemudian, terdengar suara bentakan dari Naraya, "Kalian memang para pendekar yang tidak tau diri! Sudah sewajarnya Raden Gentar menghajar kalian yang bersikap tidak sopan itu!"     

Lantas, Naraya pun menggerakkan kedua tangannya. Seiring dengan gerakan tangannya itu, meluncurlah sebuah kekuatan tenaga dalam yang tersembunyi di antara asap putih yang meluncur deras ke arah Ramdakala.     

Zekawana tentu sangat paham dengan jurus yang dikeluarkan oleh Naraya, seketika kedua tangannya digerakkan dari atas hingga ke bawah. Jurus Garuda Sontani mulai ia kerahkan kembali untuk menghadang laju kekuatan jurus yang dikeluarkan oleh Naraya terhadap Ramdakala.     

Dengan demikian, kekuatan tenaga dalam yang dikerahkan Zekawana meluncur deras dari tangannya untuk menyelamatkan Ramdakala dari serangan tersebut. Dengan serta-merta jurus Garuda Sontani mampu menciptakan sebuah kekuatan energi yang menghancurkan kekuatan jurus yang dikeluarkan oleh Naraya.     

Wajah Naraya tampak gusar, ia merasa jengkel karena serangannya dapat dipatahkan dengan mudah oleh Zekawana. Setelah itu, ia langsung mengangkat tangannya tinggi.     

Tiba-tiba saja, ia menjulurkan kedua tangannya dan membolak-balikkan telapak tangannya dengan gerakan yang sangat cepat.     

"Jurus apa lagi yang hendak kau keluarkan?" bentak Zekawana berdiri tegak di hadapan Ramdakala yang kala itu tengah menetralisir racun dari dalam tubuhnya akibat serangan dari jurus tenaga dalam Gentar.     

Naraya tidak mengindahkan ucapan dari lawannya itu, dengan sikap tenang ia terus melangkah mendekati Zekawana.     

Para pendekar Garuda Hitam tampak khawatir, jika Naraya hendak melakukan balasan terhadap Zekawana. Dan mereka cemas, takut jika kawannya itu tidak dapat mengelak atau melakukan penghadangan terhadap serangan Naraya.     

Sementara itu, Gentar dan Dewi Rara Sati tidak turut campur lagi. Mereka hanya menyaksikan dari pinggir arena pertempuran tersebut sambil mengamati pergerakan para pendekar itu.     

"Ketiga pendekar itu, tiba-tiba datang dan menolongmu. Apa maksud mereka sebenarnya?" desis Dewi Rara Sati.     

Gentar menarik napas dalam-dalam, lalu menyahut lirih, "Entahlah, aku pun tidak tahu niat mereka itu apa? Aku tidak menghendaki pertolongan dari mereka yang tiba-tiba saja memanggilku dengan sebutan raden."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.