Gentar Almaliki

Saran dari Ki Wiralada



Saran dari Ki Wiralada

0Namun demikian, Gentar tampak ragu dengan kesimpulan yang diungkapkan oleh orang tua itu. Karena yang Gentar ketahui bahwa pendekar itu tidak menunjukkan gelagat jahat di hadapannya.     

Sejatinya, ia sudah mengetahui bahwa pendekar yang dimaksud itu adalah Lian Mei yang wajahnya sangat mirip dengannya.     

Akan tetapi, Gentar tidak lantas mengatakan kalau yang dimaksud oleh Ki Wiralada adalah Lian Mei yang pernah membantunya ketika ia dalam kesulitan.     

Selama ini, Lian Mei selalu berpenampilan layaknya seorang pendekar pria. Hal tersebut ia lakukan untuk mengelabui lawannya, sudah barang tentu penampilan tersebut sangat mirip dengan Gentar yang wajahnya pun mirip dengan wajah Lian Mei.     

Ketika mereka sedang berbincang, pelayan rumah makan sudah datang menyediakan minuman beserta makanan.     

"Ayo, makanlah!" ucap Dewi Rara Sati mempersilahkan kedua kawan barunya untuk segera menikmati makanan yang sudah tersedia.     

"Iya, Dewi. Terima kasih banyak," jawab Gentar.     

Dewi Rara Sati tersenyum. Lalu berpaling ke arah Ki Wiralada. "Silahkan, Ki! Jangan didiamkan saja. Ayo, makanlah!" kata Dewi Rara Sati tersenyum lebar.     

"Sudah tentu aku akan segera menikmati hidangan istimewa ini." Dengan sangat lahapnya Ki Wiralada menikmati hidangan tersebut.     

Usai makan, ia kembali berkata sambil meluruskan pandangannya ke wajah Gentar yang duduk bersebelahan dengan Dewi Rara Sati.     

"Kepandaian pendekar itu setingkat dengan ilmu kanuragan yang kau miliki. Paras wajahnya pun mungkin sangat mirip sekali dengan wajahmu. Sehingga para pendekar menduga itu adalah kamu Gentar!"     

Dewi Rara Sati tersenyum. Lalu berkata, "Aku pun berpikir demikian, ketika mendengar kegaduhan ini. Maka aku segera mencari tahu siapakah pendekar misterius itu? Apakah gurumu mempunyai murid lain selain kau?" Dewi Rara Sati bertanya sambil memandang wajah Gentar.     

Mendengar perkataan dari dua pendekar itu. Gentar terperanjat, dalam benaknya berpikir, "Kenapa mereka mengetahui hal ini?"     

Walau demikian, Gentar tidak langsung berkata di hadapan kedua pendekar tersebut. Ia hanya tersenyum dan bersikap seakan-akan belum memahami ucapan mereka.     

Beberapa saat kemudian, ia menjawab, "Aku rasa, hanya akulah murid satu-satunya. Tidak ada lagi!"     

Gentar tetap bersikap tenang dan sangat hati-hati, ia tidak mau mengatakan ada orang lain yang wajahnya mirip dengannya. Sebelum ia mengenal lebih dekat lagi siapa Dewi Rara Sati dan Ki Wiralada.     

Gentar tidak mau mengatakan bahwa dirinya mengenal Lian Mei yang wajahnya mirip sekali dengan wajahnya.     

"Aku pikir ini adalah peristiwa aneh." Dewi Rara Sati berkata dengan diselimuti rasa kebingungan.     

Setelah menuangkan air minum, Ki Wiralada kemudian berkata lagi, "Aku sudah puluhan tahun melanglang buana di rimba persilatan. Baru kali ini mengetahui ada pendekar muda yang tangguh yang melakukan tindakan jahat tanpa diketahui oleh orang lain. Bahkan pendekar itu menanamkan rasa kecurigaan dari para pendekar kepadamu. Padahal itu sudah jelas bukan perbuatanmu," tutur Ki Wiralada.     

Gentar hanya diam menyimak dengan penuh perhatian semua perkataan dari Dewi Rara Sati dan Ki Wiralada, seketika merasakan dadanya bergolak, semangatnya pun bangkit.     

"Jika ramalan gurunya itu benar-benar terjadi, maka aku harus memanfaatkan ilmu yang kumiliki ini untuk kebajikan. Aku akan melawan siapa saja yang coba menebar keangkaramurkaan," ungkap Gentar dalam hati.     

Gentar menghela napas dan berkata kepada Dewi Rara Sati dan Ki Wiralada, "Aku berjanji akan segera menangkap pendekar itu, dan membasmi para pendekar jahat agar tidak mengotori rimba persilatan."     

"Hai, kau harus tenang dulu! Persoalanmu saja masih belum dapat kau selesaikan!" berkata Dewi Rara Sati sambil tersenyum menatap wajah Gentar.     

Perkataan itu sedikit menyentuh perasaan Gentar, jika keluar dari mulutnya seorang sahabat karib yang mempunyai hubungan erat dengannya. Mungkin Gentar tidak akan mempermasalahkannya.     

Namun, justru perkataan tersebut keluar dari mulut Dewi Rara Sati yang baru saja ia kenal, sungguh sangat menyinggung perasaan Gentar.     

"Aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri tanpa harus meminta bantuan dari orang lain," sahutnya sedikit tertawa dingin.     

Sejatinya, apa yang telah diucapkan oleh Dewi Rara Sati adalah sebatas perkataan dari mulut seorang wanita yang ditujukan untuk orang yang ia sukai. Akan tetapi, Gentar tidak paham itu, sehingga dari mulutnya terlontar kalimat pedas terhadap pendekar wanita itu.     

Dewi Rara Sati tidak menyangka kalau Gentar tidak menerima maksud baiknya itu, hingga balasan dari Gentar sangat menyentuh jiwa dan perasaannya.     

Dewi Rara Sati bangkit, ia hendak memaki Gentar. Namun, Ki Wiralada bertindak cepat. Ia menyentuh pundak pendekar wanita itu sambil tertawa kecil, lalu berkata bijaksana, "Aku harap kalian jangan ribut! Berpikirlah dewasa, harus kau perhatikan Gentar! Para pendekar sudah menganggap dirimu yang telah mengambil keris pusaka, kau akan diburu oleh para pendekar yang menginginkan keris pusaka itu!" tandas Ki Wiralada. "Sri Wulandari pun tidak mungkin melepaskan kau begitu saja. Sebaiknya kalian berdamai!" sambung Ki Wiralada menasihati kedua pendekar muda itu.     

"Aku sudah kepikirkan tentang itu, Ki. Tapi sampai kapan namaku dapat bersih dari noda kesalahan orang lain? Aku tidak akan menyingkirkan diri dari kota ini sebelum persoalan ini selesai!" jawab Gentar menegaskan.     

"Kalau kau berpikiran seperti itu. Itu tandanya, kau menunggu orang menghajarmu?!" seloroh Dewi Rara Sati sinis.     

Mereka terdiam sejenak. Kemudian, orang tua itu berkata lagi, "Apakah kau akan mengurungkan niat dalam mencari keberadaan ayahmu? Aku pikir jalan terbaik yang harus kau lakukan adalah, kau pergi ke desa Marga. Cari seorang kyai! Aku yakin, kau akan mendapatkan petunjuk dari kyai itu."     

Sebenarnya perkataan dari Ki Wiralada hanya sebatas gagasan baik darinya, agar dapat menolong Gentar supaya tidak terus terancam di kota Ponti dan pergi ke desa Marga untuk mencari kyai tersebut. Ki Wiralada beranggapan, jika dirinya langsung meminta Gentar pergi dari kota Ponti, sudah barang tentu Gentar tidak akan menerima.     

Dengan demikian, Ki Wiralada yakin, bahwa Gentar akan menuruti apa yang ia sarankan. Karena dalam diri pemuda itu masih diselimuti rasa penasaran akan keberadaan ayahnya.     

"Sangat berbahaya jika anak muda ini terus berada di kota ini," desis orang tua itu dalam hati.     

Ki Wiralada berbohong semata-mata untuk kebaikan dan kepentingan Gentar sendiri, mengingat banyaknya para pendekar yang sedang memburunya. Karena mereka menuduh Gentarlah yang sudah mengambil kembali keris pusaka yang telah ia serahkan kepada Sri Wulandari.     

Ki Wiralada seakan-akan merasa khawatir dan cemas akan keselamatan Gentar. Meskipun ia tahu, Gentar memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Namun demikian, Ki Wiralada beranggapan bahwa Gentar akan mengalami kesulitan jika berhadapan dengan puluhan pendekar.     

Pergi dari kota adalah hal yang sangat baik bagi Gentar Almaliki. Dengan demikian, ia akan sedikit lebih leluasa bergerak, dan tidak lagi diburu oleh para pendekar yang menginginkan keris pusaka tersebut.     

"Kau harus hati-hati jangan lengah dalam perjalanan. Karena meski bagaimanapun para pendekar itu tersebar di mana-mana!" pesan orang tua itu lirih.     

Ia pun sudah dapat menduga hal demikian akan terjadi, jika Gentar lengah dan tidak berhati-hati. Ucapan Ki Wiralada berdasarkan penilaian pribadinya dalam menyikapi persoalan yang tengah dialami oleh Gentar. Maka, Gentar pun sangat berterima kasih kepada orang tua tersebut, yang akhir-akhir ini selalu mengikutinya tanpa sepengetahuan dirinya.     

*     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.