Gentar Almaliki

Pertarungan di Alas Marga



Pertarungan di Alas Marga

0Dengan demikian, Gentar segera mengambil kesempatan itu. Kaki kanannya langsung menyapu dengan tendangan keras yang berkekuatan tinggi. Namun dua pendekar itu bergerak dengan sempurna dalam menghindari tendangan dari Gentar, mereka melesat ke udara.     

Ketika dua pendekar tersebut kembali menginjakkan kaki mereka di tanah, baru diketahui bahwa dua orang pendekar tersebut adalah Lasmana dan Gurawa, mereka adalah dua pendekar yang dijuluki sebagai Pendekar Harimau Ponti yang terkenal akan kebrutalannya, dan kekejamannya ketika melakukan tindakan terhadap lawan-lawannya.     

"Kau masih belum dapat mengimbangi ilmu kesaktian kami wahai, Anak muda!" seru Lasmana bersikap jumawa sambil membusungkan dada di hadapan Gentar.     

Gentar hanya tersenyum menanggapi ucapan Lasmana yang terkesan meremehkannya. Lantas, ia pun berkata, "Ya, kuakui itu. Akan tetapi, aku tidak akan menyerah begitu saja terhadap kalian," tegas Gentar tampak bersiaga.     

Semenjak kedatangan dua pendekar harimau Ponti, Wana Aji dan kawan-kawannya hanya diam mengamati jalannya pertarungan antara Gentar dengan kedua Pendekar Harimau Ponti.     

"Apakah kita tidak turut serta dalam pertarungan tersebut, Kakang?" tanya salah seorang adik seperguruan Wana Aji.     

"Biarkanlah mereka menghabiskan energi mereka dulu. Tidak guna kita turut campur, kedua belah pihak itu adalah musuh kita semua!" jawab Wana Aji lirih.     

Dengan demikian, pendekar itu pun tidak banyak bicara lagi. Ia mematuhi apa yang dikatakan oleh kakak seperguruannya itu.     

Saat itu, Gurawa mulai merapatkan tangannya dengan tangan Lasmana yang menjulur ke arahnya. Lalu, mereka saling berpegangan, entah apa yang hendak merebut lakukan saat itu?     

Tiba-tiba saja, pancaran sinar terang keluar dari telapak tangan kedua pendekar itu yang telah mereka satukan. Kemudian muncul sebuah energi besar yang dengan sangat cepat melesat memburu Gentar yang tengah bersiap untuk menghadapi serangan tersebut.     

"Laahaulaa walakuwwata illabillan," ucap Gentar sambil menghentakkan kedua tangannya hingga menjulur ke depan dengan posisi kaki melebar. Energi besar pun keluar dari tangan Gentar melesat dan berbenturan dengan kekuatan energi tenaga dalam kedua pendekar itu. Hingga terdengar suara dentuman keras.     

Dengan demikian, tubuh kedua Pendekar Harimau itu langsung melayang terbawa oleh kekuatannya sendiri. Lalu terjatuh dan bergelimpangan di tanah.     

Lasmana dan Gurawa bangkit, lalu membalikkan badan dan berkata kepada Gentar sambil mendelik, "Kekuatanmu sungguh luar biasa sekali. Tapi jangan sombong dulu! Kau belum menang." Gurawa berkata dengan suara parau, karena mulut dan hidungnya tersedak derasnya darah segar mengalir tak henti-hentinya.     

Demikian pula yang terjadi pada diri Lasmana, ia tampak meringis menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya akibat terjangan kekuatan yang maha dahsyat dari jurus yang dikeluarkan oleh Gentar.     

Pada saat itu ada sebuah bayangan mulai mendekat ke arah Gentar. Bayangan tersebut adalah bayangan salah seorang pendekar murid Sri Wulandari, dengan sangat cepat melompat sambil menyerang ke arah Gentar.     

Meskipun demikian, Gentar sudah bergerak lebih cepat dari pendekar itu. Ketika ia merasa ada langkah kaki yang mulai mendekat, dengan cepat tangannya bergerak sambil menyapu dengan sebuah tendangan keras arah bayangan tersebut.     

Namun, pendekar itu bertindak cepat dalam mengantisipasi serangan balasan dari Gentar. Demikianlah, Gentar kembali memusatkan pikiran mencari cara agar mendapatkan celah untuk segera mengalahkan lawan-lawannnya itu.     

Puluhan pendekar sudah siap memburunya, hanya karena tuduhan mereka yang salah. Para pendekar itu menganggap bahwa Gentarlah yang sudah membawa lari keris pusaka yang tersimpan di dalam gedung tua itu.     

Beberapa saat kemudian, Gentar mencelat sambil menghunus pedangnya dan langsung menebas leher pendekar itu dengan disertai takbir terucap dari mulutnya, "Allahuakbar...!"     

Seketika tubuh pendekar itu gontai dan terjatuh dengan berlumuran darah segar mengalir dari batang lehernya, tampak mengerikan tubuhnya menggigil bak seekor ayam yang baru saja dipotong, bergelimpangan kemudian menegang dan langsung mengembuskan napas terakhir.     

Dengan tewasnya pendekar itu, bukan berarti Gentar harus berhenti dan mendapatkan waktu jeda dalam pertarungannya. Karena dua pendekar yang sedari awal memburu dirinya masih menyimpan rasa penasaran untuk segera membinasakan Gentar.     

Mereka pun kembali menyerang dengan begitu ganasnya, terjangan angin kencang disertai kilat dan suara dentuman keras menggelegar seiring bentroknya dua kekuatan tenaga dalam di antara mereka yang berbenturan di udara, hingga menghasilkan suara gaduh bak sebuah petir.     

Tubuh Gentar mulai terguncang hebat, ia terpental jauh beberapa tombak ke belakang. Dari mulut dan hidungnya mengalir darah segar akibat tekanan tenaga dalamnya yang bentrok dengan kekuatan tenaga dalam dua lawannya itu.     

Dua pendekar itu tidak mau berhenti sampai di situ saja. Mereka kembali menyerbu Gentar yang sudah mulai kehilangan arah serangannya, dua pukulan mereka lancarkan secara serentak hampir mengenai kepala Gentar.     

"Rasakan ini!" teriak Gurawa melesat cepat bersama Lasmana menghujamkan pukulan yang berkekuatan tinggi ke arah Gentar.     

Namun, Gentar sangatlah pandai dalam mencermati alur serangan musuhnya itu. Dengan serta-merta, ia pun segera menangkis serangan-serangan tersebut dengan segenap kekuatan tenaga dalam yang ia miliki.     

Di bawah tekanan dua orang pendekar kuat, Gentar sudah dapat meloloskan diri sambil tertawa bergelak-gelak, tubuhnya sudah melesat ke atas pohon sejauh tiga tombak.     

"Kita dua kali bertemu, kalian sudah berani mengeluarkan jurus pamungkas. Apa kalian termasuk pendekar pengecut yang hendak memburu satu orang secara brutal mengandalkan dua kekuatan?" bentak Gentar berdiri kokoh di sebuah dahan pohon besar yang ada di hutan tersebut.     

Kemudian, ia berpaling ke arah Wana Aji dan beberapa pendekar lainnya. Berkatalah ia, "Termasuk kau dan kawan-kawanmu. Kalian termasuk para pendekar pengecut yang mengandalkan jumlah lebih banyak hanya untuk melawanku! Jika kalian merasa kesatria tidak mungkin kalian bertindak bodoh main keroyok dalam melakukan pertarungan!"     

Wana Aji dan para pendekar lainnya merasa geram mendengar perkataan dari Gentar. Namun belum sempat ia mengeluarkan kata-kata. Tiba-tiba saja, muncul seorang pendekar paruh baya. Wana Aji segera mengenali bahwa pendekar itu adalah pemimpin paguron silat yang ada di desa Marga, dia adalah Basura.     

Di dunia persilatan, Basura terkenal dengan julukan Pendekar Angin Timur yang menguasai dasar ilmu kanuragan yang sangat tinggi, ia bisa mengambil sesuatu sari jarak jauh tanpa harus melakukan tindakan yang gaduh.     

Karena itu, Wana Aji pun sangat khawatir jika Basura akan segera mengambil keris pusaka yang diduga kuat dalam penguasaan Gentar. Tanpa banyak bicara lagi, ia langsung bergerak cepat menyerang Basura. Namun, Basura segera menghindar kemudian berkata, "Tuan Pendekar, aku mohon janganlah kau salah paham akan kedatanganku ini! Aku tidak ada maksud turut campur dalam persoalan ini."     

Dengan demikian, Wana Aji pun segera mengurungkan niatnya untuk menyerang Pendekar Angin Timur itu. "Aku pegang ucapanmu. Tapi ingat! Jika kau sama dengan mereka, maka kau akan aku binasakan!" ancam Wana Aji sambil terus mengamati gerak-gerik Basura.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.