Gentar Almaliki

Widuri



Widuri

0Meskipun para pendekar itu sudah malang melintang di dunia persilatan, dan memiliki banyak pengalaman dalam melakukan pertarungan. Namun, mereka baru melihat kehebatan yang diperagakan oleh kedua pendekar paruh baya itu. Gerakan jurus yang memukau dan sungguh luar biasa, telah menciutkan nyali para pendekar tersebut.     

"Kenapa dua pendekar tua itu sangat hormat kepada Gentar? Apa hubungan Gentar dengan mereka?" desis salah seorang pendekar yang merasa heran dengan pemandangan yang ia lihat itu.     

"Pendekar muda itu semakin mencurigakan saja, apakah dia itu seorang bangsawan kerajaan atau mungkin putra salah seorang pejabat istana?" sahut pendekar lainnya mengerutkan kening.     

Mereka tampak terpaku memandangi gerak-gerik kedua pendekar paruh baya itu. Lantas, salah seorang dari pendekar paruh baya itu kembali membentak keras, "Kenapa kalian diam? Majulah jika kalian ingin kami binasakan!" ancamannya dengan suara lantang dan keras.     

Mendengar perkataan dari salah seorang pendekar paruh baya itu. Maka mereka pun semuanya mulai paham bahwa ancaman tersebut memang benar-benar diucapkan secara bersungguh-sungguh.     

Dengan demikian, para pendekar itu berpikir, jika tidak menuruti apa yang diminta oleh dua pendekar paruh baya itu, sama artinya mencari bahaya dan menantang maut.     

Oleh sebab itu, maka para pendekar itu pun lantas berbalik badan. Salah satu dari mereka menyeru, "Bantu kawan kalian yang terluka, dan segera lari dari tempat ini!"     

Demikianlah, mereka pun langsung berhamburan lari dari tempat itu. Mereka sangat takut dengan ancaman dari kedua pendekar paruh baya yang tiba-tiba muncul.     

Setelah para pendekar tersebut berlalu dari tempat itu, salah satu dari dua pendekar paruh baya tersebut berkata, "Widuri ambilkan ramuan obat!"     

Kemudian terdengar suara seorang wanita menyahut dari kejauhan, "Iya, aku segera membawanya."     

Beberapa saat kemudian, tampak seorang gadis cantik berkulit putih terbang melayang keluar dari dalam hutan yang gelap gulita. Ia bergerak cepat meluncur turun dan mendarat sempurna di hadapan kedua pendekar paruh baya itu.     

Gadis itu berusia sekitar tujuh belas tahun, namanya Widuri yang memiliki paras cantik dan mempunyai ilmu kanuragan yang sangat lumayan. Lesung pipi indahnya menghiasi wajahnya yang cantik, tampak menawan ketika ia tersenyum.     

Gentar mengerutkan kening, dalam hatinya bertanya-tanya, "Siapa lagi mereka?"     

Setelah berada di hadapan kedua pendekar paruh baya itu, Widuri dengan sikap polosnya berkata, "Kenapa kalian dengan mudah memaafkan para penjahat itu?"     

Salah seorang dari kedua pria paruh baya itu membentak Widuri dengan suara pelan, "Raden anom ada di sini, kau harus tahu aturan sedikit! Segeralah temui dia, dan berikan dalam hormat untuknya!" bisiknya mengarah kepada Widuri.     

Widuri langsung menutup rapat mulutnya, seketika ia diam tak bersuara. Dengan sikap ramah dan penuh hormat, ia mulai melangkah menghampiri Gentar.     

Langkah kakinya diatur sedemikian rupa. Setelah berada di hadapan Gentar, Widuri menjura dan berkata lirih, "Terimalah salam hormatku ini, Raden! Perkenalkan, namaku Widuri!"     

Dalam kelelahan tak terhingga, Gentar merasa bingung dan terheran-heran ketika Widuri dan dua pendekar paruh baya itu memanggilnya raden. Bahkan, mereka pun sangat menghormatinya, Gentar balas melontarkan senyum kepada Widuri yang sudah ada di hadapannya.     

"Aku adalah seorang pendekar muda dari golongan rakyat jelata, namaku Gentar. Apakah kalian sudah salah orang? Sehingga begitu menghormatiku?!" Gentar mengerutkan kening sambil menatap wajah orang-orang yang ada di hadapannya itu.     

Widuri hanya tersenyum, kemudian menyerahkan botol ramuan tradisional untuk segera diminum oleh Gentar.     

"Minumlah ini, Raden! Niscaya luka dalam yang kau derita akan segera sembuh," kata Widuri lirih.     

"Terima kasih, Widuri," ucap Gentar suaranya rendah hampir tak terdengar.     

"Tenaga Raden sudah terkuras habis, minumlah dulu ramuan itu. Urusan lain kita bicarakan nanti saja!" seru salah seorang pria paruh baya itu tersenyum ramah sambil membungkukkan badannya.     

"Terima kasih," ucap Gentar meraih botol ramuan tersebut.     

Begitu ramuan tersebut diminum, bau harum dan rasa sejuk memenuhi mulut dan hidungnya. Dalam waktu singkat peredaran darahnya mulai terasa enak, dan badannya pun sudah terasa bugar kembali. Hanya sedikit rasa sakit yang masih ia rasakan di bagian dada dan pundaknya.     

"Raden boleh beristirahat dulu, dan pusatkan pikiran serta gunakan ilmu kekuatan tenaga dalam yang Raden miliki! Sebentar lagi, Raden pasti pulih kembali," kata pria paruh baya itu bersikap ramah dan sangat menghormati Gentar.     

Gentar pun mematuhi apa yang diperintahkan oleh orang tua tersebut. Lantas, ia pun segera duduk untuk memusatkan pikirannya, agar ramuan tersebut bereaksi cepat dan segera memulihkan luka dalamnya secara keseluruhan.     

Hampir beberapa saat lamanya, Gentar seperti bersemedi dengan mata tertutup rapat sambil menarik napas panjang, dan mengembuskan napas secara perlahan-lahan.     

Dua pendekar paruh baya itu sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya, mereka sudah berlalu dari tempat tersebut. Hanyalah Widuri saja yang masih berdiri di samping Gentar.     

Gentar lantas membuka matanya, kemudian bangkit dan menggerak-gerakkan tangan dan kakinya.     

Setelah kekuatannya terasa sudah pulih, Gentar segera berpaling ke arah Widuri sambil berkata, "Aku ucapkan banyak terima kasih kepadamu dan kedua kakekmu itu, atas kebaikan kalian yang telah menolong jiwaku. Aku Gentar Almaliki yang rendah ini, sedikitpun tidak akan melupakan jasa kalian!"     

"Aku rasa, Raden jangan bersikap seperti itu! Aku jadi tidak enak ketika Raden menjura kepadaku!" kata Widuri tersenyum manis memandangi wajah Gentar. "Panggil saja aku Widuri, itu sudah cukup!" sambung gadis berwajah cantik itu tersenyum sambil membungkukkan badan.     

Melihat sikap sopan yang ditunjukkan oleh Widuri. Diam-diam dalam hati kecilnya, Gentar merasa bahagia dan senang.     

Kemudian, ia mendekat ke arah Widuri lalu berkata, "Widuri dua pria paruh baya tadi yang bersamamu itu siapa? Kenapa mereka memanggilku dengan sebutan raden? Apakah mereka itu kakekmu?"     

Gadis itu tersenyum manis, dua bola matanya yang bulat hitam cerah tampak berputaran, lalu menjawab dengan suara lembut, "Yang memberikan ramuan itu adalah kakekku namanya Bimaresta, sedangkan yang satunya lagi adalah teman seperguruan kakekku dia adalah Ki Bitung dalam dunia persilatan lebih dikenal dengan nama Pendekar Alas Marga. Aku tidak mengetahui alasan mereka memanggilmu Raden, apakah kau benar putra bangsawan?"     

Gentar dibuat tertegun oleh jawaban gadis cantik itu. Gentar tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Widuri dan kedua pria paruh baya yang sudah memanggil dirinya raden.     

"Kau dan kakekmu berasal dari mana, Widuri?" tanya Gentar lirih.     

Widuri tersenyum sambil menjawab lirih, "Aku dan kakekku tinggal di sebuah lembah yang ada di dalam hutan ini."     

"Lembah?! Apakah di dalam hutan ini ada sebuah lembah?" Gentar bertanya lagi sambil mengerutkan kening.     

"Ya, Lembah Marga," jawab Widuri.     

Gentar memang tidak mengetahui jika di hutan Marga terdapat sebuah lembah. Maka, ia pun bertanya lagi, "Di manakah letak lembah itu?"     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.