Gentar Almaliki

Kehebatan Widuri



Kehebatan Widuri

0Widuri tersenyum, sejenak ia menghela napas. Lalu menjawab pertanyaan dari Gentar, "Mohon maaf, Raden. Aku tidak akan memberi tahukan itu sekarang, karena di kemudian hari Raden pasti akan tahu sendiri tempat tinggal kami," jawab Widuri sambil mengedipkan mata indahnya.     

Gentar mengerutkan keningnya. Lantas bertanya lagi, "Kenapa Widuri? Kau tidak mau memberi tahukan itu sekarang?"     

Widuri tersenyum manis sambil memandang wajah Gentar. Seakan-akan, dirinya tengah menebar pesona kepada sang pendekar muda itu. "Aku belum dapat izin dari kakekku untuk memberi tahukan kepadamu, Raden," jawab Widuri bersuara merdu serta penuh kelembutan.     

Setelah itu, Widuri mengangkat wajah memandangi langit yang tampak gelap diselimuti gumpalan awan hitam. Widuri kemudian berpaling ke arah Gentar seraya berkata, "Aku mau pulang sekarang, jika kelak kita berjumpa lagi. Tentu kita akan ngobrol banyak, sampurasun!" pungkas gadis cantik berkulit putih itu.     

Widuri langsung menghentakkan kedua kakinya, dan melesat cepat bagaikan kilat. Tubuhnya terbang melayang ke udara bak seekor burung elang sambil membentangkan kedua tangannya melebar. Dalam waktu sekejap saja, Widuri sudah tidak terlihat lagi oleh Gentar.     

"Widuri memang cantik dan menawan, tapi sayang usianya masih muda," desis Gentar tersenyum-senyum sendiri.     

Namun, beberapa saat kemudian, ketika Gentar hendak melangkah untuk menghampiri kudanya. Tiba-tiba saja, Widuri muncul lagi di atas udara, ia meluncur deras bagaikan sebuah kilat mengarah ke bumi kembali mendarat dengan sempurna di hadapan Gentar.     

Gerakannya sungguh luar biasa, gesit dan gayanya yang manis menarik perhatian dari Gentar. Sehingga Gentar pun berdecak kagum melihat pemandangan itu, Widuri bagaikan sesosok bidadari turun dari langit. Sungguh menggetarkan jiwa dan perasaan Gentar kala itu.     

Senyuman indah melekat di bibirnya yang manis, membuat Gentar tak karuan. "Ilmu yang kau miliki sangat luar biasa," puji Gentar sambil bergeleng-geleng kepala, memandang lekat wajah gadis cantik itu.     

Widuri tidak menyahut sanjungan dari seorang pemuda tampan yang ada di hadapannya itu. Ia hanya berdiri sambil tersenyum memandangi wajah Gentar.     

Setelah beberapa saat lamanya saling berdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Tiba-tiba saja, Widuri mulai berkata sambil meletakkan tangannya di atas pundak Gentar, "Maaf, Raden. Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu, apakah boleh?" Suaranya terdengar lembut menyentuh gendang telinga sang pendekar muda yang ada di hadapannya.     

Mendengar apa yang dikatakan oleh Widuri, Gentar pun tersenyum. "Katakan saja, Widuri!" jawab Gentar dengan suara lirihnya. Tak henti-hentinya ia tersenyum memandangi keindahan wajah Widuri.     

Selama ini, Gentar sudah banyak menarik perhatian para pendekar wanita. Sudah ada tiga pendekar wanita yang tertarik terhadap dirinya dan jelas menyukainya.     

Lian Mei yang wajahnya mirip dengan Gentar secara diam-diam ia tertarik dengan ketampanan Gentar. Demikian pula dengan Dewi Rara Sati sang pendekar pedang kematian, hanya berjumpa dua kali saja ia sudah luruh dan menyukai Gentar.     

Kini datang lagi seorang gadis cantik yang baru malam itu bertemu dengannya, diam-diam mulai menyukai Gentar.     

"Jurus yang Raden peragakan hanya dengan tangan kosong, dan juga jurus permainan pedang Raden, itu sangat luar biasa. Hanya saja—," ucap Widuri berhenti sejenak.     

"Hanya kenapa, Widuri?" potong Gentar sambil mengerutkan kening, seakan-akan merasa penasaran dengan ucapan gadis cantik itu.     

"Sayangnya, Raden kurang begitu yakin dalam mengerahkan jurus-jurus tersebut. Sehingga tidak tampak sempurna dari bentuk jurus yang Raden miliki itu, menurutku kurang sempurna," jawab Widuri sambil menjura.     

Apa yang dikatakan oleh Widuri, ternyata sudah dapat mengukur tingginya ilmu yang dimiliki oleh Gentar. Hal tersebut menjadikan Gentar semakin paham bahwa Widuri bukanlah seorang gadis sembarangan.     

Widuri sudah dapat mengetahui semua jurus yang dikeluarkan oleh Gentar merupakan jurus yang tiada tandingannya. Akan tetapi, Gentar masih banyak kekurangan dalam memainkan jurus-jurus yang dimilikinya, sehingga dapat mengurangi kesangaran dari jurus-jurus tersebut.     

Itu semua dikarenakan, Gentar masih ragu dan tidak percaya diri terhadap ilmu yang dimilikinya. Oleh sebab itu, Gentar pun baru paham, dan menyadari letak kekurangan pada dirinya.     

"Ya, aku sekarang baru paham...," ucap Gentar tersenyum memandangi wajah Widuri.     

Widuri pun balas melontarkan senyum sambil terkesiap, mengarahkan lebar bola matanya yang bulat ke arah Gentar. Kemudian berkata dengan parasaan penuh kekhawatiran, "Mohon maaf, Raden. Mungkin ucapanku tadi salah."     

Gentar tertawa kecil sambil menjawab lirih, "Tidak, Widuri! Justru aku teramat kagum padamu. Perkataanmu itu sedikitpun tidak ada yang salah, memang apa yang kau katakan itu semuanya benar. Aku mengakui bahwa aku memang kurang fokus dalam berlatih." Demikian kata Gentar sambil meletakkan telapak tangannya di atas pundak gadis berwajah cantik itu.     

Widuri tampak polos, ia tertawa terbahak-bahak di hadapan Gentar. "Aku hanya menebak-nebak saja, Raden. Mana mungkin aku tahu sepenuhnya tentang dirimu!" tandas Widuri. "Sebagian besar yang aku ucapkan tadi, berdasarkan pengetahuanku dari kakek," sambungnya.     

Gentar pun tertawa kecil mendengar pernyataan dari Widuri, telapak tangannya terus menempel di pundak gadis cantik itu, seakan-akan tak mau lepas.     

Diam-diam, Widuri memperhatikan tangan Gentar yang menempel di pundaknya, sehingga Gentar pun tampak malu dan bergegas menarik tangannya.     

Widuri hanya tersenyum, lalu berkata lagi, "Kakek mengatakan, bahwa sebuah jurus atau ilmu kanuragan harus dilatih dengan sempurna, dan dari latihan yang sungguh-sungguh. Setelah itu baru kita akan paham tentang kekuatan dari jurus tersebut. Kemudian baru dapat mengetahui secara keseluruhan manfaat dan gunanya jurus itu!" tutur Widuri menjelaskan tentang apa yang ia ketahui dari kakeknya.     

Usai berkata seperti itu, Widuri kembali mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari dalam sakunya, lantas ia berikan kepada Gentar.     

"Serbuk obat ini boleh Raden simpan baik-baik, karena suatu saat Raden pasti akan membutuhkannya. Aku sekarang pamit, Raden!" ujar Widuri sambil tersenyum manis.     

Setelah bungkusan ramuan serbuk obat itu sudah berada dalam genggaman tangan Gentar. Sekejap saja, Widuri sudah melesat tinggi ke udara. Hanya tampak sekelebatan pakaian yang ia kenakan saja terurai seiring dengan munculnya angin dari hempasan tubuh si gadis itu.     

Gentar berdecak kagum sambil berdiri terpaku di tempatnya. Gentar merasakan kedahsyatan ilmu bela diri yang dimiliki oleh Widuri memang sungguh luar biasa.     

Di usianya yang telatif masih muda, Widuri sudah bisa memahami banyak hal tentang ilmu kanuragan. Sehingga Gentar pun memahami bahwa dua pria paruh baya yang sudah menolongnya itu, memiliki kesaktian yang tinggi, dan mereka bukanlah dua orang tua sembarang termasuk juga dengan Widuri yang masih berusia belia.     

Setelah itu, Gentar langsung memasukkan bungkusan ramuan tersebut ke dalam sakunya, dan kembali melanjutkan perjalanannya ke arah timur.     

Tiba di sebuah sungai yang berada di pinggiran alas Marga, Gentar berhenti sejenak. Saat itu ia langsung turun dan menuntun kudanya.     

"Aku akan melaksanakan Salat Isya dulu mumpung masih banyak waktu," desis Gentar langsung mengikatkan tali kudanya ke sebuah pohon yang ada di pinggiran sungai itu.     

Langit sudah terlihat cerah kembali tidak mendung seperti beberapa waktu lalu, sehingga bulan pun tampak berseri menyinari bumi.     

Gentar langsung mengambil air wudhu di sungai tersebut, dan segera melaksanakan Salat Isya dengan beralaskan selembar kain sajadah yang selalu dibawanya di setiap kesempatan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.