Gentar Almaliki

Dihadang oleh Para Pendekar Garuda Hitam



Dihadang oleh Para Pendekar Garuda Hitam

0Singkat cerita....     

Setelah melakukan perjalanan semalam suntuk, Gentar tampak kelelahan dan ia pun langsung beristirahat sejenak. Setelah itu, ia bangkit dan bersiap untuk mandi dan berwudhu karena sudah menginjak waktu subuh.     

"Alhamdulillah, akhirnya tiba juga di waktu subuh," ucap Gentar lirih.     

Ia langsung melangkah mencari sumber air yang ada di sekitaran tempat tersebut. Tidak begitu susah bagi pendekar muda itu untuk menemukan sumber air, karena di bawah sabana tempatnya beristirahat terdapat sebuah aliran sungai yang mengalir deras dan tampak jernih.     

Gentar langsung mandi dan berwudhu, kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan Salat Subuh dua rakaat. Setelah selesai salat, ia beristirahat melepas lelah. Duduk di sebuah batu besar yang berada di pinggiran sabana yang membentang hijau.     

Perutnya sudah terasa lapar, namun tak ada makanan yang bisa ia nikmati pagi itu. Gentar hanya meminum sedikit air sungai untuk membasahi tenggorokannya saja.     

Usai beristirahat sebentar setelah melaksanakan Salat Subuh, Gentar kembali melanjutkan perjalanannya.     

Di sebelah timur sudah tampak fajar warna kemerah-merahan, dan tampak juga kabut pagi yang berwarna putih sudah mengarungi seluruh jagat.     

Sehingga Gentar tampak seperti sedang menunggangi kuda di tengah gumpalan awan putih yang terasa sangat dingin menyentuh tubuhnya.     

Gentar memacu derap langkah kudanya begitu cepat, karena ingin segera tiba di desa Marga timur. Ia hendak mencari warung makan untuk mengisi perut yang sedari malam kosong keroncongan.     

Baru saja dirinya melewati sebuah jalan yang mengarah ke desa Marga timur. Tiba-tiba saja, terdengar riuh seperti orang sedang bercengkrama.     

"Siapa mereka?" desis Gentar sambil terus memacu kudanya.     

Setelah melihat banyak orang di depan jalan yang hendak dilaluinya, dengan perlahan ia mulai mengendorkan laju kudanya.     

Kemudian dilihatnya beberapa orang berpakaian serba hitam dan ada dua orang di barisan terdepan berjalan sambil memegang tongkat berwarna keemasan, dan tubuh mereka dibalut jubah besar berwarna merah beda dengan pakaian yang dikenakan oleh orang-orang di belakangnya.     

Dua orang pemimpin yang membawa tongkat itu sudah pernah bertemu dengan Gentar. Mereka itu adalah para pendekar dari dua paguron besar dari golongan para pendekar Garuda hitam yang pernah bertemu dengan Gentar di bukit Datar di wilayah pinggiran kota Ponti. Bahkan, sempat bertarung dengannya.     

Beberapa saat lamanya hati Gentar bercekat. Namun, pada saat itu ia sudah tidak bisa mengarahkan kudanya ke jalan lain lagi, karena tidak ada pilihan lain selain jalan tersebut.     

Dengan demikian, ia pun pura-pura tidak mengenali dua pimpinan pendekar itu yang sejatinya mempunyai urusan dengannya. Ia terus memacu kudanya melanjutkan perjalanan tersebut.     

Melihat Gentar tengah menunggangi kuda melewati mereka. Maka dua pimpinan pendekar itu langsung menghadang. Lantas salah seorang di antar mereka berkata, "Pendekar, kenapa kau baru tiba? Kami sekalian hampir semalaman menunggu kedatanganmu!"     

Gentar mulai memperlambat laju kudanya, dan ia pun menjawab sambil menatap tajam ke arah para pendekar itu, "Ada persoalan apa lagi kalian menunggu kedatanganku yang rendah ini?" Gentar balas melontarkan pertanyaan.     

Salah seorang dari dua pimpinan pendekar itu menjawab sambil menatap tajam wajah Gentar, sikapnya tampak sinis dan sangat menjengkelkan bagi Gentar.     

"Pendekar, kau jangan berpura-pura tidak tahu! Kau ibarat tupai yang pandai meloncat dari satu pohon ke pohon lainnya. Kami sudah paham kelakuanmu!" kata pendekar berjubah merah itu.     

Kemudian pendekar yang satunya lagi ikut angkat bicara, "Nyalimu memang besar ketika melakukan kesalahan. Kami harap kau juga harus mempunyai nyali besar juga untuk bertanggung jawab atas perbuatan yang sudah kau lakukan!"     

Gentar tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh kedua pimpinan pendekar itu. Ia menghela napas dalam-dalam sambil mengerutkan kening, dalam benaknya muncul berbagai pertanyaan.     

Lantas, Gentar pun kembali berkata, "Maksud kalian tentang persoalan salah paham yang terjadi di kota Ponti?" tanya Gentar. "Kalian jangan khawatir! Sebentar lagi persoalan ini akan menemukan titik terang, aku pun tidak hanya berdiam diri. Aku sedang menyelidiki kasus ini! Karena aku tidak mau terus menerus diburu oleh kalian," tegas Gentar menambahkan.     

Kedua pimpinan pendekar itu adalah Zekawana dan Ramdakala, mereka adalah murid senior dari paguron silat Garuda Hitam.     

Zekawana maju beberapa langkah. Kemudian berkata sambil tertawa dingin, "Dalam kejadian tersebut, banyak saksinya. Apa hal tersebut kau katakan sebagai kesalahpahaman? Ingat! Kami tidak bermaksud untuk menyulitkanmu dalam persoalan ini."     

"Lantas, apa yang kalian inginkan?" sahut Gentar tampak penasaran.     

Zekawana tersenyum, lalu menjawab pertanyaan Gentar, "Ikutlah dengan kami! Sementara kau tinggal di padepokan kami. Setelah persoalan ini selesai, dengan senang hati kami akan melepaskanmu."     

Bagi golongan para pendekar di kalangan paguron Garuda Hitam, hal itu merupakan sebuah keringanan yang mereka berikan untuk Gentar. Akan tetapi, mana mau Gentar dijadikan tawanan oleh mereka.     

Dalam hatinya Gentar pun berkata, "Aku tidak salah dan tidak melakukan perbuatan tersebut, lantas apakah aku harus pasrah dan rela jadi tawanan mereka? Tidak! Aku tidak akan menyerah!"     

Maka seketika itu sepasang alisnya lantas berdiri. Sorot matanya tajam menatap wajah Zekawana dan Ramdakala yang berdiri gagah di antara belasan para pendekar lainnya.     

Gentar pun tertawa terbahak-bahak sambil geleng-geleng kepala, "Ha ... ha ... ha ...." Lalu, Gentar berkata dengan nada suara sedikit keras, "Aku bukan seorang anak kecil, bagaimana mungkin bisa seenaknya kalian permainkan! Pagi ini aku beritahukan kepada kalian, bahwa aku tidak memiliki permasalahan dengan golongan kalian, dan aku tidak memiliki dendam atau permusuhan apa pun. Tapi jika kalian bersikukuh menuduh aku sebagai pencuri keris pusaka itu. Maka, aku akan bertindak tegas dan tidak akan menyerah begitu saja!" Gentar menuturkan dengan begitu tegasnya.     

Zekawana dan Ramdakala lantas membentak dengan suara gusar, "Kau memang anak muda yang keras kepala, tidak mau patuh dengan apa yang kami tawarkan."     

"Sudah kubilang, aku tidak setuju dengan apa yang kalian inginkan." Gentar balas membentak dan masih tetap tenang duduk di pelana kudanya.     

"Segera turun dari kudamu! Aku akan mengajarimu dengan tongkatku ini, agar kau lebih menghargai kami yang lebih tua darimu!" bentak Zekawana sambil memutar-mutar tongkatnya.     

Tanpa terduga tongkat itu langsung disambarkan oleh Zekawana ke tubuh Gentar.     

Gentar paham bahwa dirinya tidak mudah menghindari pertarungan itu. Dengan demikian, ia pun meloncat dari atas kudanya sambil menantang.     

"Aku tidak menghendaki pertarungan ini terjadi. Akan tetapi, aku tidak akan menghindar dari kalian. Karena kalian menghendaki ini semua," ucap Gentar dengan suara lirih, dan masih tetap bersikap tenang tidak terpancing oleh sikap Zekawana dan Ramdakala. "Terserah kalian, mau bertarung satu lawan satu atau maju semua? Silahkan maju! Aku tidak punya cukup waktu, karena hendak melanjutkan perjalanan," sambung Gentar mulai bersiap siaga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.