Gentar Almaliki

Kedatangan Dewi Rara Sati



Kedatangan Dewi Rara Sati

0Dengan demikian, Gentar menjadi geram dan semakin emosi. Sembari menahan rasa sakit di dalam dadanya, ia kembali mengeluarkan semua jurus yang sudah diajarkan oleh Syaikh Maliki.     

Tanpa merubah sikap berdirinya, Gentar langsung menangkis serangan lawannya. Di antara berkelebatnya tangan musuh serta sambaran percikan api yang terus memburu dirinya, terlihat pula Ramdakala masuk ke arena dan langsung menyerang Gentar bersama dengan pendekar lainnya.     

Sementara itu, Zekawana hanya berdiri sambil mengamati pertarungan rekan-rekannya. Ia tampak seperti menahan rasa sakit karena dada dan pundaknya sudah mengalami luka parah.     

"Ternyata pendekar muda itu memiliki kesaktian, ilmu silat dan jurus tenaga dalamnya sangat tinggi. Pantas saja, Sri Wulandari sangat menghargainya?" desis Zekawana sambil terus mengamati pertarungan tersebut.     

Sesaat kemudian, para pendekar lainnya sudah maju, dan bahkan sudah melakukan serangan terhadap Gentar secara bergantian. Sehingga, Gentar pun merasa berat melakukan perlawanan terhadap para pendekar itu. Ia mulai hilang keseimbangan dalam mengahadapi serangan-serangan tersebut.     

Beberapa saat kemudian, tanpa terduga Ramdakala membokongi Gentar dari arah belakang. Satu pukulan keras telak menghantam punggung Gentar, sehingga Gentar pun semakin merasakan sakit di bagian dada dan punggungnya. Darah segar menyembur dari mulutnya, tubuhnya mulai goyah hampir saja terjatuh.     

Melihat kondisi Gentar sudah mulai kelelahan, Ramdakala dan para pendekar lainnya, tertawa lepas menyaksikan pemandangan seperti itu. Seakan-akan, mereka mengejek Gentar yang mulai kehilangan arah dan keseimbangan.     

Kemudian Ramdakala berkata, "Hai, Anak muda! Apakah kau masih bersikeras tidak mau mengakui kesalahanmu?" bentak Ramdakala berdiri angkuh di hadapan Gentar.     

"Aku tidak sudi jika harus menyerah kepada kalian!" Gentar balas membentak, meskipun kondisinya sudah melemah.     

Sesaat kemudian, tangan Ramdakala bergerak dengan sangat cepat menyambar lengan Gentar. Namun, Gentar tampak gesit dalam menyikapi serangan tersebut. Ia segera membalikkan tangannya secara mendadak, bergerak cepat langsung mencekal pergelangan tangan Ramdakala.     

Ramdakala pun merasa kaget dengan pergerakan cepat yang diperagakan oleh Gentar. Namun, Gentar sudah tidak memiliki kekuatan lagi, pegangannya terhadap tangan Ramdakala sudah tidak memiliki kekuatan yang berarti.     

Dengan sangat mudahnya, Ramdakala melepaskan diri dari pegangan tangan Gentar yang tampak lemah itu.     

"Rasakan ini, Anak muda!" bentak Ramdakala langsung mengibaskan tangannya ke bagian dada Gentar.     

Gentar sudah dalam kondisi tak berdaya, sehingga ia pun tidak dapat lagi mengelak atau menghindar pukulan keras yang dilancarkan oleh Ramdakala. Sehingga Gentar pun terjatuh dengan bermuntahkan darah.     

"Terpaksa aku akan membunuhmu hari ini!" Ramdakala kembali membentak dan sudah bersiap hendak melakukan pukulan dengan menggunakan ilmu tenaga dalamnya.     

Tiba-tiba saja, dari atas udara terdengar suara bentakan halus disertai munculnya sebuah bayangan putih melayang turun dari atas meluncur ke bawah..     

Kekuatan ilmu dari pengaruh datangnya sosok bayangan putih itu, sudah mengurung ke sekujur tubuh Ramdakala. Dengan demikian, ia pun surut ke belakang, dan mengurungkan niatnya untuk membunuh Gentar yang sudah tidak berdaya itu.     

"Siapa orang itu?" desis Zekawana terus mengamati seorang pendekar wanita yang baru tiba itu.     

Pendekar wanita itu adalah Dewi Rara Sati, kakinya sudah menginjak tanah dan tubuhnya melejit ke samping mengangkat tubuh Gentar yang sudah menyentuh tanah.     

"Bangunlah! Kau harus kuat dan bertahanlah!" desis Dewi Rara Sati menopang tubuh Gentar.     

Dengan demikian, Gentar pun berusaha untuk kembali bangkit, meskipun tidak bisa berdiri tegak. Lantas, ia pun berkata lirih, "Terima kasih, Dewi. Kau sudah menolongku di saat aku sedang dalam kondisi terdesak."     

"Kau istirahat saja dulu! Biarkan aku yang akan menghadapi mereka. Jika mereka terus ngotot akan mencelakaimu!" ujar Pendekar Pedang Kematian berkata lembut sambil tersenyum manis menatap wajah Gentar.     

"Aku mencintaimu Gentar, aku tidak akan membiarkan dirimu celaka," ucap Dewi Rara Sati dalam hati.     

Seketika, para pendekar dari paguron Garuda Hitam sudah mengetahui bahwa orang yang datang secara mendadak itu adalah musuh bebuyutan mereka yang sudah bertarung dengan mereka ketika berada di sebuah gedung tua yang ada di bukit Datar.     

Dewi Rara Sati meluruskan pandangannya ke arah Ramdakala dan para pendekar lainnya. Sorot matanya tajam, alisnya berdiri dan menuding ke arah Ramdakala.     

"Aku tidak menyangka, bahwa kalian yang merupakan para pendekar senior yang memiliki kedudukan tinggi. Berani melawan pendekar ini dengan cara merempuknya! Sungguh tidak terpuji tindakan kalian ini!" bentak Dewi Rara Sati penuh amarah.     

"Hai, Nona cantik! Kami tidak peduli dengan aturan-aturan dunia persilatan, karena anak muda ini sangat berbahaya. Maka kami pun menempuh cara seperti ini," jawab Ramdakala mendelik ke arah Dewi Rara Sati.     

Mendengar jawaban dari Ramdakala, Dewi Rara Sati tertawa dingin. Kemudian berkata sinis, "Hari ini kalian boleh tertawa puas karena sudah bisa mengalahkan kawanku ini. Tapi tunggu nanti! Aku akan membalas semua perbuatan kalian, aku pasti akan mencari kalian satu-persatu!" bentak Dewi Rara Sati dengan sorot matanya yang tajam menatap wajah para pendekar yang ada di hadapannya.     

Setelah itu, ia langsung menarik tangan Gentar hendak pergi dari tempat tersebut.     

Melihat pemandangan seperti itu, Ramdakala tertawa lepas, "Ha ... ha ... ha...." Lantas, ia pun membentak keras, "Tidak mudah bagi kalian pergi dari tempat ini!" Ramdakala tersenyum sinis menatap wajah Dewi Rara Sati.     

Dewi Rara Sati merasa emosi dan marah ketika mendengar ucapan dari pria tersebut. Seakan-akan, dirinya merasa diejek oleh Ramdakala. Ia pun lantas melepaskan pegangan tangannya dari lengan Gentar, dan maju beberapa langkah ke depan siap melakukan serangan terhadap pimpinan dari para pendekar Garuda Hitam itu.     

"Oh, jadi kalian masih ingin bertarung denganku?" bentak Dewi Rara Sati.     

Ramdakala baru saja mau menjawab bentakan dari pendekar Pedang Kematian itu. Tiba-tiba saja, ia dan kawan-kawannya dikejutkan oleh suara teriakan keras.     

"Para pendekar pengecut, teramat besar nyali kalian!" ucap suara itu yang tiba-tiba muncul, suaranya terdengar parau dan menggelegar.     

Semua yang ada di tempat tersebut tampak tercengang dan merasa kaget dengan suara teriakan itu.     

Seorang pendekar tiba-tiba saja melayang dengan begitu ringannya, meluncur deras bak seekor burung garuda yang hendak memangsa buruannya.     

Dua bola matanya yang tajam, menyapu semua pendekar yang ada di tempat tersebut. Setelah mendaratkan kedua kakinya, pendekar itu langsung melangkah ke arah Gentar yang tengah berdiri bersebelahan dengan Dewi Rara Sati.     

"Terimalah salam hormatku, Raden. Para pendekar itu sudah lancang terhadap Raden, sudikiranya Raden segera memerintahkan aku untuk membinasakan mereka!" ujar pendekar itu sambil menjura dan membungkukkan badan di hadapan Gentar.     

Sejenak, Gentar mulai mengatur napasnya sambil memejamkan mata sebentar. Kemudian, ia membuka matanya perlahan. Dipandanginya wajah pendekar yang memanggilnya dengan sebutan raden itu, Gentar hanya tersenyum hambar. Ia tidak menjawab ucapan pendekar itu, karena dirinya tengah fokus konsentrasi mengobati luka dalamnya.     

Setelah itu Gentar kembali memejamkan matanya sambil mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya untuk mengobati luka dari dalam tubuhnya, dan menetralisir pengaruh buruk dari jurus Ramdakala yang sudah melukai dirinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.