Gentar Almaliki

Rajakala Hadir Membawa Kedamaian



Rajakala Hadir Membawa Kedamaian

0Mendengar jawaban tersebut, Dewi Rara Sati menjadi semakin penasaran. Lantas, ia pun kembali bertanya kepada Gentar, "Apakah ada orang yang berwajah mirip denganmu?" Dewi Rara Sati mengerutkan kening memandang wajah tampan pendekar muda yang selama ini sudah menarik perhatian dirinya.     

"Tidak ada," jawab Gentar singkat.     

Ia seakan-akan berusaha menyembunyikan sesuatu, dan tidak ingin mengatakan hal yang sebenarnya. Sejatinya, ada seorang pendekar muda yang mirip sekali wajahnya dengan wajah Gentar. Namun, pendekar tersebut bukan seorang pria, melainkan seorang gadis yang bernama Lian Mei yang selama ini sudah banyak membantu Gentar.     

Sehingga tumbuh berbagai pertanyaan dalam benak pemuda itu, "Apakah mungkin yang mereka maksud raden itu adalah Lian Mei. Tapi kenapa bisa seperti itu, Lian Mei itu seorang gadis?"     

Sejatinya, apa yang dipikirkan oleh Gentar memang benar adanya. Bahwa selama ini, Lian Mei selalu berpenampilan layaknya seorang pria ketika melakukan serangan terhadap para pendekar lain. Bahkan secara gamblang Lian Mei menutupi identitasnya sebagai seorang pendekar wanita, sehingga apa yang ia lakukan menjadi sebuah kerugian yang sangat besar bagi Gentar. Wajah Lian Mei memang sangat mirip dengan wajah Gentar. Sudah barang tentu orang-orang akan mengira bahwa itu adalah Gentar, dan para pendekar pun mengira apa yang sudah dilakukan oleh Lian Mei adalah perbuatan Gentar.     

Beberapa saat kemudian, Naraya dan Bondasaka tertawa lepas sambil bertulak pinggang di hadapan para pendekar Garuda Hitam.     

"Wahai para pendekar! Apakah kalian akan menempuh cara kalian dalam menghadapi lawan tangguh ini? Mengeroyok lawan seperti pertarungan anak kecil!" bentak Naraya.     

Seketika raut wajah para pendekar Garuda Hitam tampak memerah, sejatinya mereka merasa bersalah karena sudah bertindak kurang sportif dalam melakukan pertarungan tersebut. Sebenarnya, Ramdakala dan kawan-kawannya tidak ada niat untuk mengeroyok Gentar sendirian. Hal tersebut terpaksa mereka tempuh karena Gentar sangat sulit untuk ditaklukkan.     

Akan tetapi, Zekawana dan kawan-kawannya tidak mau kalah dalam perdebatan itu. Lantas, Zekawana kembali berkata dengan suara keras, "Hai, Pendekar! Kau jangan asal bicara kalau tidak tahu duduk persoalannya!" bentak Zekawana menatap tajam wajah Naraya dan Bondasaka.     

Pada saat itu, Naraya dan Bondasaka telah berada di hadapannya yang jaraknya sekitar tiga tombak saja.     

Naraya segera bergerak, kedua tangannya mengulur ke depan. Sorot matanya tajam bak seekor elang yang hendak menerkam buruannya.     

Segala bentuk kekuatan tenaga dalam yang dimiliki oleh Naraya sudah terpusat di kedua tangannya siap untuk menerjang pendekar senior dari paguron silat Garuda Hitam yang sudah berani berkata kasar dan membentaknya.     

Belum sempat Naraya melakukan serangan terhadap Zekawana, tiba-tiba saja melayang sesosok bayangan hitam meluncur dari arah tak terduga, kemudian mendarat sempurna di hadapan para pendekar yang tengah bertikai itu.     

Bayangan hitam tersebut adalah sesosok pendekar paruh baya yang mengenakan pakaian jubah serba hitam, dengan gerakan cepat ia langsung melerai kedua belah pihak yang hendak bertarung.     

"Sebaiknya kalian urungkan niat kalian untuk saling membunuh, meskipun persoalan ini sulit menemui kesepakatan damai!" kata pendekar jubah hitam itu, berusaha menjadi penengah di antara kemelut yang tengah melanda kedua belah pihak tersebut.     

"Pendekar jubah hitam! Bagus sekali kau datang tepat waktu," sahut Ramdakala menatap sinis ke arah pendekar tersebut. "Kami dari paguron silat Garuda Hitam sangat siap melakukan pertarungan denganmu jika kau mau turut campur dalam persoalan ini!" sambung Ramdakala bersikap jumawa, seakan-akan senang mendapatkan lawan baru lagi.     

Akan tetapi, pendekar jubah hitam itu tidak menghiraukan perkataan Ramdakala. Ia berpaling ke arah Naraya dan Bondasaka, lalu berkata, "Tak ada guna kalian melanjutkan pertarungan ini, sebaiknya kita pergi saja dari tempat ini!"     

Dengan demikian, Naraya dan Bondasaka serta pendekar satunya lagi langsung surut dan berloncatan masuk ke dalam hutan. Demikian pula dengan Gentar dan Dewi Rara Sati, keduanya sudah berlalu dari tempat itu tanpa ada yang mencegahnya.     

Sementara itu, puluhan pendekar dari kelompok paguron Garuda Hitam, semuanya masih tetap berdiri di tempat tersebut tanpa melakukan pencegahan terhadap para pendekar yang baru saja bertarung dengan mereka.     

Pendekar Jubah Hitam itu adalah Rajakala yang merupakan ketua tertinggi dari golongan Garuda Hitam, dan ketiga pendekar tadi merupakan adik seperguruannya.     

Ramdakala, Zekawana, dan para pendekar dari paguron silat Garuda Hitam, tentu sangat menghormati dan patuh terhadap pendekar Jubah Hitam atau Rajakala. Karena kedudukan dan ilmu yang dimiliki oleh Rajakala berada di atas Ramdakala dan kawan-kawannya. Dengan demikian, tidak ada satupun dari mereka yang berani menentang keputusan Rajakala.     

Setelah para pendekar itu berlalu, Ramdakala dan kawan-kawannya langsung melangkah menghampiri Rajakala. Serentak, mereka pun menjura dan memberi salam hormat kepada pendekar Jubah Hitam itu.     

Rajakala hanya tersenyum tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Dari saku bajunya, ia mengeluarkan serbuk yang dikemas dalam sebuah kertas putih kemudian memberikan serbuk penawar itu kepada Zekawana dan Ramdakala.     

"Kalian telan serbuk ini! Luka dalam di tubuh kalian akan segera sembuh," perintah Rajakala.     

"Terima kasih, Kakang," ucap Ramdakala secara bersamaan dengan Zekawana.     

Lantas mereka pun langsung mengunyah serbuk tersebut tanpa menggunakan air mengikuti perintah Kakak seperguruannya itu.     

Setelah itu, Rajakala berkata sambil menghela napas dalam-dalam, "Persoalan ini semakin lama akan semakin keruh. Aku yakin, bahwa akan ada peristiwa yang besar terjadi di dunia persilatan, pertumpahan darah akan terjadi secara besar-besaran. Kita sebagai pendekar dari paguron silat Garuda Hitam, hendaknya berhati-hati dalam mengambil keputusan dan sebuah tindakan. Jika salah bertindak, maka akan terjadi huru-hara besar!"     

Meskipun demikian, rasa jengkel dari Zekawana masih tersimpan di dalam kepalanya. Lantas, ia pun menjawab, "Kita adalah sebuah golongan yang dihormati oleh para pendekar dari golongan lain, apakah kita harus terus berdiam diri ketika anak murid dari kelompok perguruan silat Garuda Hitam dibantai oleh anak muda itu?"     

Rajakala hanya tersenyum sambil bergeleng-geleng kepala. Kemudian berkata, "Bukan itu yang kumaksud! Akan tetapi, kita harus hati-hati dalam melakukan tindakan. Jangan gegabah!"     

"Maaf, Kakang. Bukannya sudah jelas kalau pelakunya itu adalah Gentar?" timpal Ramdakala menyahut.     

"Jika kalian terus menuduh pendekar muda itu sebagai pelaku utamanya. Maka, aku tidak setuju, karena aku sudah menyelidiki semuanya!" sanggah Rajakala berhenti sejenak.     

Ia menarik napas dalam-dalam, dan membuangnya secara perlahan. Lalu berkata lagi, "Gentar memang merupakan pendekar yang berkepandaian tinggi, sudah barang tentu anak muda itu memiliki guru yang sakti pula. Tapi perlu kalian ketahui, bahwa pendekar muda itu selalu bersikap mengalah ketika bertarung dengan kalian, apakah kalian tidak menyadari itu?"     

Zekawana dan Ramdakala saling berpandangan. Mereka pun mulai sadar dan paham dengan apa yang diucapkan oleh kakak seperguruannya itu, selama ini Gentar memang selalu bersikap mengalah ketika bertarung dengan mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.