Gentar Almaliki

Kebersamaan Gentar dengan Dewi Rara Sati



Kebersamaan Gentar dengan Dewi Rara Sati

0Melihat adik-adik seperguruannya pada berdiam diri. Maka, Rajakala pun kembali berkata, "Harus kalian ketahui! Bahwa tindakan dan sikap pendekar muda itu, sama sekali tidak mencerminkan jiwa sombong pada dirinya. Dan hal tersebut sudah jelas, bahwa Gentar Almaliki adalah pendekar dari golongan baik. Bukan seorang pendekar dari golongan jahat seperti yang kalian tuduhkan!" tegas Rajakala. "Namun, aku kembalikan kepada penilaian kalian masing-masing. Jika kalian tetap ingin membuktikan kebenarannya, maka lakukanlah penyelidikan!" sambung Rajakala bersikap bijaksana, meskipun dirinya pribadi sudah berkeyakinan bahwa Gentar bukan pelaku dari rentetan peristiwa pembunuhan tersebut.     

Mendengar penuturan dari kakak seperguruannya, Ramdakala dan para pendekar lainnya mulai sadar bahwa tindakan mereka sudah salah, dan dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang main hakim sendiri, karena sudah menuduh tanpa bukti yang begitu kuat. Akan tetapi, mereka masih penasaran dengan asal-usul Gentar Almaliki, mereka tetap bertekad untuk menyelidiki Gentar lebih jauh lagi.     

"Baiklah, kami ikuti apa katamu Kakang. Tapi, kami tidak akan berhenti dalam melakukan penyelidikan terkait asal-usul pendekar muda itu," tandas Ramdakala menanggapi ucapan Rajakala.     

"Ya, sebaiknya memang seperti itu," sahut Rajakala tersenyum-senyum.     

Sejatinya, ia merasa bahagia dan senang karena semua para pendekar tersebut dapat bersikap lebih dewasa lagi dalam menyikapi permasalahan tersebut, dan tidak egois dengan apa yang menjadi dilema dalam pikiran dan jiwa mereka.     

Setelah itu, Rajakala pun langsung pamit kepada Ramdakala dan kawan-kawannya. Di akhir pertemuan dengan para pendekar tersebut, ia kembali berpesan agar Ramdakala dan kawan-kawannya, supaya menyelidiki terlebih dahulu asal-usul Gentar, dan ia sangat melarang jika Ramdakala dan kawan-kawannya bertindak sembarangan. Karena hal tersebut akan merugikan mereka, dan juga paguron silat Garuda Hitam.     

"Baik, Kakang. Kami akan menjalankan dan mematuhi apa yang Kakang sarankan," ucap Ramdakala sambil menjura bersama dengan para pendekar lainnya.     

"Ya, aku senang dengan itu semua," pungkas Rajakala.     

Dengan demikian, Rajakala langsung menghentakkan kakinya, dan langsung melayang terbang meninggalkan tempat tersebut.     

Setelah berlalunya Rajakala, maka Zekawana dan para pendekar dari paguron silat Garuda Hitam langsung kembali ke padepokan. Mereka hendak mengadakan perundingan terkait penyelidikan kasus yang tengah menimpa Gentar. Karena masih menyimpan teka-teki.     

Hasil dari perundingan itu, mereka masih menganggap bahwa pelaku pembunuhan para pendekar yang ada di bukit Datar, dan juga tewasnya beberapa pengurus Masjid di kota Ponti itu merupakan perbuatan Gentar. Namun, para pendekar itu hendak melakukan penyelidikan lagi, dan tidak akan bertindak gegabah dalam memutuskan sesuatu, sesuai apa yang diminta oleh Rajakala sebagai kakak seperguruan mereka.     

"Meskipun kita telah menyepakati bahwa pelaku kegaduhan ini adalah Gentar Almaliki. Namun, kita masih perlu mengumpulkan bukti yang kuat, dan tidak boleh sembarangan mengambil tindakan terhadap pendekar muda itu!" ujar Ramdakala di sela perbincangannya dengan para pendekar bawahannya.     

"Baiklah, kami setuju itu," sahut Zekawana.     

****     

Di tempat terpisah, Gentar tengah beristirahat di sebuah perkebunan di bibir hutan Marga yang jauh dari pemukiman warga. Kala itu, ia sudah tidak bersama lagi dengan Dewi Rara Sati. Entah ke mana pendekar wanita itu perginya?     

"Syaikh Maliki pernah mengatakan, bahwa aku ini akan menjadi seorang pendekar yang kuat dan sukar dikalahkan. Tapi kenapa, aku ini masih lemah dan dapat dikalahkan oleh para pendekar jahat yang terus menggangguku?" desis Gentar dalam kesendiriannya.     

Gentar pun berpikir, bahwa kemampuan ilmu bela dirinya dengan kemampuan yang dimiliki oleh Ramdakala dan Zekawana tidak terpaut jauh. Justru yang dianggap hebat oleh Gentar ialah Ki Bimaresta, Ki Bitung–Pendekar Alas Marga, dan Widuri si gadis cantik cucunya Ki Bimaresta, di samping itu ada pendekar pedang kematian yakni Dewi Rara Sati yang baru saja menolong dirinya. Sudah barang tentu, ia memiliki kepandaian yang sangat mumpuni dibandingkan dengan para pendekar dari paguron silat Garuda Hitam yang hanya mengandalkan kekuatan fisik saja, dan tidak terlalu istimewa dalam olah kanuragan ilmu tenaga dalam.     

"Kenapa aku bisa dengan mudah dilukai oleh Ramdakala dan juga Zekawana?" desis Gentar bertanya pada dirinya sendiri.     

Gentar tidak mengetahui, bahwa kedua pendekar yang baru saja bertempur dengannya. Itu merupakan para pendekar sakti dari golongan paguron silat Garuda Hitam. Bahkan kesaktian yang mereka miliki sudah terkenal di seluruh jagat rimba persilatan yang ada di pulau Kaliwana dan pulau Juku. Meskipun, mereka tidak memiliki kekuatan tenaga dalam yang istimewa, namun mereka cukup diperhitungkan di dunia persilatan di pulau tersebut.     

Bisa mengimbangi para pendekar tersebut, sudah merupakan keberhasilan bagi Gentar. Karena dirinya sudah mampu bertahan dengan kemampuan yang dimilikinya. Jarang sekali ada orang yang bisa terlepas begitu saja dari kepungan para pendekar dari kelompok paguron silat Garuda Hitam. Walau demikian, Gentar masih merasa bahwa kemampuan dirinya masih jauh dari apa yang ia harapkan, ia masih menganggap dirinya lemah dan belum bisa setara dengan para pendekar itu.     

Beberapa saat kemudian, Dewi Rara Sati datang kembali menghampiri Gentar. Lantas, ia pun berdiri di hadapan pemuda itu sambil tersenyum manis memandangi wajah Gentar yang tampak gusar.     

"Hidupmu sudah banyak dirundung masalah, sebaiknya kau tidak usah memikirkan terlalu dalam persoalan tersebut!" kata Dewi Rara Sati tersenyum-senyum.     

Raut wajah Gentar berubah ketus, sikapnya pun mendadak dingin di hadapan wanita cantik itu. "Kau dari mana saja, Dewi?" tanya Gentar mendongakkan kepala dan meluruskan dua bola matanya ke arah Dewi Rara Sati.     

"Aku tadi kembali ke tempat kau bertarung dengan para pendekar Garuda Hitam," jawab Dewi Rara Sati langsung duduk di sebelah Gentar.     

"Untuk apa?" tanya Gentar lagi sambil mengerutkan kening berpaling ke arah pendekar berwajah cantik itu, dua bola matanya terus menatap wajah cantik Dewi Rara Sati yang ada di sebelahnya.     

"Kau tidak perlu tahu urusanku!" sahut Dewi Rara Sati tampak sinis.     

Gentar hanya tersenyum hambar, kemudian mengalihkan pandangannya ke tempat lain yang ada di sekitaran hutan tersebut.     

Dengan demikian, kedua pendekar itu mulai saling berdiam diri. Duduk mereka pun saling membelakangi. Akan tetapi, Dewi Rara Sati segera mengakhiri sikap diamnya.     

Ia membalikkan badan, lalu berkata lirih, "Gentar!" ucapnya sambil tersenyum lebar menarik simpati dari sang pendekar tampan itu.     

"Ya, ada apa?" Gentar menyahut tanpa berpaling ke arah wanita cantik itu. Ia masih terus memandangi sekitaran hutan tersebut.     

"Apakah kau bisa jujur kepadaku! Siapa sebenarnya kau ini? Apakah kau ini keturunan bangsawan kerajaan atau berasal dari keluarga berdarah biru dari kepulauan Juku?" tanya Dewi Rara Sati mengejutkan. Seakan-akan, ia mulai menyelidiki.     

Gentar tersenyum dan menjawab singkat, "Semuanya bukan, Dewi!" Lantas membalikkan badannya ke arah wanita tersebut.     

"Tapi kenapa tiga orang pendekar yang tadi membantumu sangat menghormatimu, dan mereka memanggilmu raden. Bukankah raden itu sebutan gelar bagi bangsawan keturunan ningrat di pulau Juku?" tanya Dewi Rara Sati menatap tajam wajah Gentar, seakan-akan dirinya tengah mencari tahu tentang jati diri pemuda tersebut.     

Gentar menarik napas dalam-dalam, kemudian berpaling lagi ke arah Dewi Rara Sati. "Itu memang benar. Tapi aku bukan keturunan bangsawan Juku. Aku lahir dan dibesarkan di keluarga yang berketurunan asli Kaliwana, sangat tidak cocok jika mereka memanggilku raden!" Demikian jawaban Gentar sambil tertawa lepas.     

Gentar berbicara apa adanya. Baru muncul di dunia persilatan saja, ia sudah dihadapkan dengan berbagai persoalan, dan harus berhadapan dengan para pendekar dari berbagai golongan dan padepokan silat. Sudah barang tentu mereka memiliki kesaktian yang sangat luar biasa.     

Kemudian dibuat pusing lagi oleh persoalan keris pusaka yang menyebabkan tumbuhnya permusuhan di antara dirinya dengan para pendekar dari kelompok padepokan Iblis Merah.     

Kini muncul lagi tiga pendekar dari pulau Juku yang mengakui bahwa Gentar bagian dari golongan mereka.     

Gentar tidak peduli meskipun tiga pendekar tersebut datang memberikan pertolongan untuknya, ia tetap bersikeras tidak mengaku bahwa dirinya bagian dari kelompok ketiga pendekar itu.     

"Aku bingung dengan tuduhan para pendekar itu, kelompok pendekar Iblis Merah menuduhku telah mencuri lagi keris yang sudah aku serahkan kepada mereka. Sementara kelompok pendekar Garuda Hitam terus mengikutiku, karena mereka menganggap aku sebagai orang yang harus bertanggung jawab atas kematian para pendekar dari kelompok mereka," tutur Gentar memaparkan keluh kesahnya selama beberapa bulan terakhir ini.     

Dewi Rara Sati tersenyum, tanpa terasa tangannya ia letakkan di atas pundak sang pendekar yang tengah dirundung berbagai macam persoalan itu. "Persoalanmu memang rumit, tapi kau harus ingat! Bagaimana mencari cara yang tepat agar dapat mengurai persoalan yang tengah kau hadapi!" kata Dewi Rara Sati dengan suara lembutnya. "Kau harus mencari orang yang wajahnya mirip denganmu. Siapa pun mereka, kumpulkan dan lakukan penyelidikan terhadap orang-orang berwajah sama denganmu itu!" sambung Dewi Rara Sati memberikan saran kepada Gentar.     

Gentar mengerutkan kening, seakan-akan dirinya tidak mengerti akan saran dari pendekar cantik itu. Gentar hanya seorang diri, tidak mungkin ia dapat berbuat apa-apa dalam melakukan berbagai teror yang dituduhkan oleh para pendekar dari berbagai golongan terhadap dirinya. Apalagi setiap tindakan tersebut ada bahayanya.     

"Ke manakah aku harus mencari orang-orang yang wajahnya serupa denganku?" desis Gentar tampak bingung.     

"Beberapa pendekar sudah salah melihatmu, kau dikatakan sebagai raden. Aku rasa pembunuhan yang melibatkan dirimu adalah perbuatan dari golongan para pendekar dari pulau Juku," kata Dewi Rara Sati berkesimpulan.     

"Entahlah, aku tidak mengerti dengan itu semua. Aku pikir orang yang dikatakan raden itu adalah orang yang paling bertanggung jawab atas persoalan ini semua," imbuh Gentar sambil mengangkat alis tinggi. Setelah itu, ia berkata lagi, "Aku yakin orang yang dikatakan raden itu adalah orang yang mirip denganku, dan dia merupakan orang yang harus aku cari."     

"Aku rasa, orang yang wajahnya mirip dengan dirimu itu lebih dari satu orang. Bisa dua atau tiga orang!" tandas Dewi Rara Sati. "Satu di antara mereka, mungkin ada yang bertindak sebagai ketua sekte dari salah satu paguron silat?" tambah Dewi Rara Sati.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.