Gentar Almaliki

Kyai Jalaluddin dan Gentar



Kyai Jalaluddin dan Gentar

0Gadis tersebut memiliki wajah yang sangat sempurna, cantik dan tidak ada bosannya bagi Gentar memandangi raut wajah gadis berhijab hitam itu. Dia adalah Latifah Al-Jalaluddin putri semata wayang Kyai Jalaluddin.     

Tubuh gadis itu dibalut pakaian tertutup, akan tetapi tetap menampakkan diri bahwa ia merupakan seorang pendekar muda yang syarat akan kemampuan ilmu beladirinya. Meskipun keanggunannya tetap terjaga dengan adanya hijab yang melekat menutupi bagian kepalanya.     

Sambil tertawa kecil, gadis itu berkata lembut menyapa Resi Wiralada yang ia anggap sebagai pamannya sendiri. Karena Kyai Jalaluddin pun sudah menganggap Resi Wiralada sebagai adiknya, meskipun mereka beda keyakinan.     

"Paman Resi! Kenapa Paman berkunjung ke rumahku malam-malam seperti ini?" tanya gadis itu sambil tersenyum-senyum. Bergurau kepada Resi Wiralada yang memang sudah akrab dengannya.     

Kemudian, ia menoleh ke arah Gentar, dua bola matanya yang indah memandangi wajah Gentar, meskipun hanya sekilas saja. Ia hanya tersenyum manis ketika melihat wajah Gentar yang tampak tegang itu, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.     

Gentar balas tersenyum dan sedikit membungkukkan badan seraya memberi salam dengan bahasa tubuhnya. Gentar tidak berani menyapa lebih dulu, karena merasa tidak enak. Belum ada yang memperkenalkan dirinya dengan gadis cantik yang bernama Latifah itu.     

Diam-diam, Kyai Jalaluddin tersenyum sambil memandangi wajah Gentar tanpa mengedipkan matanya. Seakan-akan, dirinya tengah menilai jati diri anak muda tersebut.     

Sementara itu, Resi Wiralada hanya tersenyum menyaksikan ketegangan dalam diri Gentar. Lantas, ia pun tertawa lepas, entah apa maksudnya? Resi Wiralada beranggapan bahwa Kyai Jalaluddin tengah menilai Gentar untuk dijadikan calon menantunya.     

"Kau akan dipinang oleh Kyai Jalaluddin untuk menjadi menantunya," bisik Resi Wiralada mengarah kepada Gentar.     

Meskipun tidak mendengar apa yang diucapkan oleh Resi Wiralada kepada Gentar, Latifah pun lantas ikut tertawa, ia merasa geli karena melihat sikap Gentar yang kaku di hadapannya. Sepertinya Gentar merasa canggung berhadapan dengan gadis cantik berhijab hitam itu.     

Kyai Jalaluddin tidak menghiraukan sikap Resi Wiralada dan putrinya itu. Ia lantas berkata sambil tersenyum lebar menatap wajah Gentar yang tampak menegang itu, "Aneh sekali," ucapnya lirih, membuat Resi Wiralada dan yang lainnya bingung dan tak habis pikir mendengar pernyataan dari seorang pria senja yang sangat disegani itu.     

Dengan demikian, Resi Wiralada pun bertanya kepada Kyai Jalaluddin, "Apa maksud dari ucapanmu itu, Kyai?" Kerutan di keningnya tampak terlihat jelas, menandakan bahwa dirinya merasa bingung dan penasaran dengan apa yang diucapkan oleh rekannya tersebut.     

Kyai Jalaluddin tersenyum sambil bergeleng-geleng kepala. Lantas, berkatalah orang tua berjubah putih itu dengan suara lirihnya, "Sudah sering aku bertemu dengan pendekar muda seperti ini, tapi baru kali ini aku bertemu dengan seorang pemuda yang memiliki bakat yang sangat luar biasa seperti anak muda ini." Orang tua itu berdecak kagum sambil memandangi wajah Gentar. "Siapa namamu, Nak?" tanya sang kyai menambahkan.     

Gentar menghela napas dalam-dalam, lantas menjawab pertanyaan Kyai Jalaluddin dengan suara rendah hampir tak terdengar, "Namaku Gentar Almaliki."     

"Nama yang bagus, sangat cocok dengan kemampuan yang aku miliki. Tapi sayang, kau ini terlalu lemah dalam mengimbangi kekuatan dari ragamu itu!" imbuh sang kyai membuat semua menjadi penasaran akan makna dari ucapannya tersebut.     

Resi Wiralada dan Latifah saling berpandangan, mereka tidak paham dengan apa yang diucapkan oleh Kyai Jalaluddin. Mereka belum angkat bicara dan hanya menyimak perkataan dari sang kyai.     

Lantas, Kyai Jalaluddin pun berkata lagi, "Aku sudah menilai keseluruhan yang ada di dalam tubuhnya, ada sebuah kekuatan besar. Kau pun pasti tahu betapa besarnya kekuatan yang dimiliki oleh anak muda ini!" tandas Kyai Jalaluddin mengungkapkan apa yang ia ketahui dalam diri Gentar.     

Dua bola matanya, kini lurus ke wajah Resi Wiralada. Seakan-akan meminta kawannya itu untuk menilai apa yang ia ungkapkan terkait diri pemuda tersebut.     

"Yah, aku paham itu. Akan tetapi, aku tidak sepenuhnya mengetahui kekuatan lain dalam diri Gentar," sahut Resi Wiralada tersenyum lebar sambil berpaling ke arah Gentar.     

Mendengar hal tersebut, Gentar hanya diam bergeming, tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Begitu pula dengan gadis cantik yang duduk di hadapannya, ia hanya diam menyimak perbincangan ayahnya dengan Resi Wiralada.     

Lantas, Kyai Jalaluddin berpaling ke arah Gentar yang masih tertunduk di hadapannya. Kemudian, ia berkata lagi, "Kekuatan tenaga dalam di tubuhmu sudah mencapai dasar yang sangat sempurna. Jika dinilai dari usiamu dan waktu latihan saja, tidak mungkin kekuatan dalam dirimu begitu sangat hebat. Sudah barang tentu kau berlatih dengan keras dan bersungguh-sungguh."     

Kyai Jalaluddin beranggapan, bahwa dalam hal ini pasti ada pengaruh hebat atau sebuah mukjizat. Bisa jadi ada kekuatan tenaga dalam dari pendekar lain yang dipindahkan ke raga Gentar.     

Hal tersebut tidak mengherankan bagi Kyai Jalaluddin, namun ada satu hal yang paling mengherankan orang tua itu. Yakni kekuatan yang tampak besar dalam diri Gentar, tapi seperti tersembunyi.     

Namun, sangat disayangkan bahwa kekuatan yang dimiliki Gentar, mengapa tidak ditembuskan ke dalam jiwanya agar lebih hebat lagi dan melekat dengan sempurna dalam tubuh Gentar.     

"Siapa gurumu? Pasti gurumu orang hebat, Nak?" tanya Kyai Jalaluddin menatap wajah Gentar.     

Gentar mengangkat wajahnya, lalu menjawab pertanyaan dari Kyai Jalaluddin, "Guruku adalah Ki Ageng Raksanagara, dan guru laduniku adalah Syaikh Maliki."     

Mendengar jawaban dari Gentar, sontak kedua pria senja itu tersentak dan merasa kaget mendengar dua nama guru yang disebutkan oleh Gentar. Dengan demikian, Kyai Jalaluddin langsung menggeser posisi duduknya lebih mendekat ke arah Gentar.     

"Boleh aku menegang lenganmu?" tanya Kyai Jalaluddin.     

"Untuk apa, Kyai?" Gentar balas bertanya, ia tampak bingung dengan ucapan sang kyai.     

"Izinkan aku untuk memeriksa aliran darahmu!" pinta Kyai Jalaluddin sambil tersenyum menatap wajah Gentar.     

Dengan terpaksa, Gentar pun segera mengulurkan tangannya ke arah Kyai Jalaluddin. Sejatinya, ia sangat ragu dengan kemampuan orang tua itu. Namun Gentar mencoba bersikap seperti biasa, tidak menunjukkan sikap ragunya di hadapan Kyai Jalaluddin, ia sangat menghargai orang tua tersebut.     

Setelah selesai menyentuh pergelangan tangan Gentar, Kyai Jalaluddin menarik napas dalam-dalam. Lalu berkata, "Kau merupakan seorang pemuda yang hebat. Hanya dalam kurun waktu satu tahun saja kau sudah dapat menguasai ilmu yang begitu banyak, itu merupakan waktu yang sangat singkat bagi orang seusiamu untuk belajar silat. Sesungguhnya bukan suatu pekerjaan mudah. Namun, kau sudah memiliki kemampuan yang tinggi meskipun belajar dalam waktu sesingkat itu," ujar Kyai Jalaluddin tampak kagum terhadap Gentar.     

Semua yang ada di ruangan tengah rumah itu, hanya diam menyimak perkataan dari Kyai Jalaluddin, termasuk Gentar.     

Orang tua itu terdiam beberapa saat lamanya, kemudian berkata lagi, "Kau ini pernah minum obat atau ramuan apa selama tinggal di pulau Juku?" tanya Kyai Jalaluddin penuh rasa penasaran. Dua bola matanya menatap tajam wajah Gentar.     

"Aku tidak minum obat apa pun, aku hanya meminum air dari sumber air terjun yang ada di bawah kaki gunung Kalingking," jawab Gentar lirih.     

Setelah itu, ia pun segera menceritakan pengalaman hidupnya selama melakukan pengembaraan di pulau Juku sebelum bertemu dengan Ki Ageng Raksanagara.     

Mendengar cerita dari Gentar, Kyai Jalaluddin pun berkata sambil mengeluh napas, "Air terjun gunung Kalingking merupakan air yang sangat berkhasiat bagi kebugaran tubuh. Air tersebut akan membuat tubuhmu kuat dan memiliki ketebalan kulit yang tidak akan mudah terluka parah dan tahan akan racun yang masuk ke aliran darahmu."     

"Kyai, sebaiknya Kyai katakan saja langsung. Jangan berbelit-belit! Aku dan anak muda ini masih banyak urusan!" timpal Resi Wiralada sedikit protes.     

Kyai Jalaluddin tersenyum lebar sambil berkata lirih, "Tenang saja dulu, tidak perlu terburu-buru! Kau tahu tentang air terjun gunung Kalingking? Orang yang meminum satu gelas saja, tubuhnya akan terasa berubah dan memiliki kekuatan," ungkap Kyai Jalaluddin.     

Resi Wiralada kembali mendesak, "Sudah! Kau ini terlalu berbelit-belit dalam berkata. Kau katakan saja intinya! Bagaimana caranya anak muda ini memperbaiki kekurangan dirinya?! Aku yakin, jika kau mengatakannya. Maka, anak muda ini tidak akan melupakan jasa baikmu itu!" tegas Resi Wiralada.     

Kyai Jalaluddin kembali tertawa, sedikitpun ia tidak merasa tersinggung dengan ucapan Resi Wiralada. Karena dirinya sudah paham, bahwa kawannya itu hanya bergurau saja.     

"Untuk menyempurnakan ilmu dalam dirimu, itu sangat gampang dan masih bisa kau lakukan!" kata pria senja itu sambil menatap wajah Gentar.     

"Bagaimana caranya, Kyai?" tanya Gentar yang baru bersuara setelah lama berdiam diri menyimak perkataan Kyai Jalaluddin dan Resi Wiralada.     

"Untuk menyatukan kekuatan dalam tubuhmu agar bertambah mantap. Kau tinggal mengamalkan jurus Lailaha, lalu berdoa kepada Allah agar seluruh kekuatan dalam tubuhmu berenergi positif dan netral dari kekuatan jahat yang akan menyesatkanmu!" terang Kyai Jalaluddin berkata lirih.     

"Apakah tidak ada amalan lain selain itu, Kyai?" tanya Gentar semakin penasaran.     

"Tidak ada! Cukup kau baca setiap malam setelah Salat Isya lafadz 'Lailaha illallah' sebanyak yang kau mampu!" jawab Kyai Jalaluddin.     

Beberapa saat kemudian, sang kyai bangkit, sambil menggapai tangan Gentar. Lantas, ia pun berkata, "Gentar kau ikut aku sekarang!" ajaknya.     

"Latifah, tolong bawakan satu gelas air hangat!" pinta Kyai Jalaluddin kepada putrinya.     

Gadis cantik itu, yang tengah berdiri di depan pintu. Dengan sepasang matanya yang tajam ia terus mengamati Gentar dan mendengarkan dengan cermat segala perkataan ayahnya. Latifah beranggapan bahwa kehadiran Gentar sangat aneh baginya.     

"Ada rahasia apa dalam diri pemuda tampan ini?" desis Latifah.     

Akan tetapi sampai pada saat itu ia tidak mendapat kesempatan untuk buka suara. Ketika mendengar ayahnya memanggil, ia lantas melangkah menuju dapur dan segera mengambil air hangat dan sebuah gelas keramik. Setelah itu, Latifah langsung menyerahkan kepada ayahnya.     

"Ini air hangatnya Ayah!" Latifah langsung meletakkan segelas air hangat di samping sang ayah.     

Pada saat itu, Kyai Jalaluddin sudah menggulung lengan jubah yang dikenakan oleh Gentar. Lantas, ia langsung meraih gelas yang berisi air hangat dari putrinya itu, sebutir pil ia campur ke dalam air tersebut dan langsung diserahkan kepada Gentar.     

"Minumlah air hangat ini! Niscaya, kekuatan dalam dirimu akan pulih, dan energi baik akan mudah tersalur ke tempatnya masing-masing!" pinta sang kyai.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.