Gentar Almaliki

Menyempurnakan Ilmu



Menyempurnakan Ilmu

0Diam-diam, Gentar mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya. Ia merasakan dalam tubuhnya tidak ada gangguan apa pun.     

Sehingga dalam benaknya pun tumbuh kecurigaan terhadap Kyai Jalaluddin. Apakah ada tindakan yang disembunyikan oleh orang tua tersebut terhadap dirinya.     

"Aku pikir, aku dalam kondisi baik-baik saja. Tapi kenapa, Kyai Jalaluddin berusaha untuk melakukan tindakan ini? Apa ada sesuatu yang terselubung dalam diri Kyai Jalaluddin?" batin Gentar menggerutu.     

Keraguan dan rasa curiga mulai hinggap salam jiwa dan pikirannya kala itu. Seakan-akan, ia mulai takut akan adanya niat tidak baik dari sang kyai terhadap dirinya.     

Pikirkan Gentar bertolak belakang dengan pemikiran Resi Wiralada. Sejatinya, ia menganggap bahwa Kyai Jalaluddin hendak membantu melakukan penyempurnaan terhadap kekuatan yang dimiliki oleh Gentar. Baik itu Kyai Jalaluddin ataupun Resi Wiralada menganggap bahwa ilmu yang ada dalam diri Gentar belum maksimal. Mereka menilai ilmu tersebut masih lemah dan belum mendekati kesempurnaan.     

Sepertinya, Resi Wiralada telah mengetahui bahwa Gentar itu ragu dan merasa curiga terhadap upaya dari Kyai Jalaluddin. Sehingga ia pun segera berkata, "Sebaiknya kau tenang, Anak muda! Jangan melawan dengan tenaga dalam! Sebab Kyai Jalaluddin akan berusaha untuk membantumu dalam menyempurnakan ilmu dalam ragamu!"     

Demikianlah, Kyai Jalaluddin membuka matanya lebar-lebar. Kedua tangannya pun bergerak cepat, jari-jarinya yang kuat langsung menotok aliran darah dalam tubuh Gentar.     

Hal tersebut membuat Resi Wiralada berdecak kagum, karena kecepatan gerakan jari tangan sang kyai dengan sangat sempurna melakukan penotokkan terhadap puluhan jalur aliran darah di sekujur tubuh Gentar.     

Pengaruh dari totokkan jari tangan sangvkyai dirasakan oleh Gentar, ada hawa hangat di sekujur tubuhnya. Apalagi ketika ia baru saja selesai meminum air hangat yang dicampur pil ramuan dari Kyai Jalaluddin, ditambah lagi dengan totokkan yang tampak begitu cepat terasa darahnya mengalir dengan lancar di sekujur tubuhnya.     

"Ternyata memang benar apa yang dikatakan Resi Wiralada bahwa Kyai Jalaluddin telah berusaha untuk melakukan hal yang terbaik untukku," kata Gentar dalam hati.     

"Tarik napas dan jangan menahan dengan kekuatan tenaga dalam. Karena semua akan sia-sia!" perintah Resi Wiralada kembali mengingatkan Gentar.     

Mendengar seruan dari Resi Wiralada, maka Gentar pun mengangguk, dan langsung menarik napas dalam-dalam. Ia sudah tidak berani lagi menggunakan kekuatan tenaga dalamnya secara sembarangan.     

Demikianlah, ia pun membiarkan hawa hangat itu menyelusuri sekujur aliran darah di tubuhnya. Kemudian, Gentar merasakan kedahsyatan dari kekuatan jurus totok darah dari Kyai Jalaluddin, sekujur tubuhnya tiba-tiba seperti kesemutan.     

"Sekarang kau boleh mengeluarkan kekuatan tenaga dalammu. Agar pengaruh totokkanku tadi berjalan lancar, aku akan membantumu!" seru sang kyai.     

"Baik, Kyai," sahut Gentar lirih.     

Kedua telapak tangan Kyai Jalaluddin menyentuh pundak Gentar, kemudian menepuknya perlahan sambil mengerahkan ilmu tenaga dalamnya. Sehingga, Gentar pun merasakan ada kekuatan sangat besar telah masuk dalam aliran darahnya.     

Gentar pun segera mengeluarkan tenaga dalamnya untuk menetralisir pengaruh dari kekuatan Kyai Jalaluddin agar meresap dengan baik ke seluruh aliran darahnya.     

Dengan demikian, Gentar pun mulai merasakan darahnya mengalir cepat di sekujur tubuhnya, seperti terdorong oleh sebuah kekuatan yang maha dahsyat.     

Tanpa terduga dari tubuhnya mengepul asap tipis berwarna putih yang keluar sedikit demi sedikit. Hal tersebut menandakan bahwa kekuatan dalam tubuh Gentar sudah hampir menyebar dan hampir mendekati ke dalam kesempurnaan.     

Kedua pria senja itu tampak terheran-heran ketika melihat sebuah kekuatan besar hadir dalam diri Gentar. Mereka menganggap, Gentar masih terlalu muda. Kenapa bisa memiliki kekuatan yang begitu dahsyat? Bagaimana kelak jika ia sudah dewasa? Sudah barang tentu kekuatannya akan menjadi lebih hebat lagi!     

Gentar terus mengolah sendiri kekuatan tenaga dalam yang kini sudah hampir sepenuhnya merasuk ke dalam tubuhnya. Setelah itu, ia pun segera membuka matanya perlahan-lahan.     

"Tubuhku terasa segar dan ringan, terima kasih, Kyai," ucap Gentar semringah. Ia tampak segar dan merasa nyaman seperti semula.     

Kyai Jalaluddin dan Resi Wiralada hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Mereka sangat senang dengan pencapaian Gentar yang sudah menguasai sepenuhnya ilmu tenaga dalam yang selama ini ia kuasai. Akan tetapi tidak nembaju dalam raganya.     

"Kau sudah menguasai semuanya. Pergunakan ilmu ini dengan baik!" ujar sang kyai tampak bahagia dan senang.     

Ucapannya mengandung sebuah nasihat paling berharga bagi pendekar muda tersebut.     

"Baik, Kyai. Aku akan mengikuti saran Kyai," ujar Gentar.     

Gentar langsung meraih tangan sang kyai dan mencium punggung telapak tangan Kyai Jalaluddin sebagai ungkapan kegembiraannya.     

Latifah pun tampak semringah, ia terus memandangi wajah Gentar dengan begitu intimnya. Ada rasa yang mulai terpaut dalam jiwa dan perasaan si gadis cantik itu.     

"Gentar sangat tampan. Beruntung seorang gadis jika dapat menaklukan hatinya," kata Latifah dalam hati.     

Akan tetapi, tiba-tiba saja. Wajah sang kyai berubah menjadi pucat seperti tidak ada darahnya. Ia tampak kelelahan sekali setelah menyalurkan ilmu tenaga dalamnya kepada Gentar. Seketika, tubuh sang kyai mulai melemah.     

Gentar tampak kaget, ia merasa tidak enak hati terhadap pengorbanan sang kyai. Dengan demikian, Gentar langsung meraih ramuan dari dalam saku bajunya dan segera memberikan ramuan tersebut kepada sang kyai.     

"Kyai sudah membantuku, dan telah menggunakan kekuatan tenaga dalam terlalu banyak. Aku merasa berhutang budi terhadap kyai, minumlah ramuan ini! Kyai akan kembali pulih seperti semula!" kata Gentar bersikap ramah terhadap sang kyai.     

Kyai Jalaluddin tampak kaget melihat ramuan langka itu. Sambil meraih ramuan tersebut ia berkata, "Ini adalah ramuan yang langka dan hanya dimiliki oleh para pendekar sakti!" imbuhnya.     

Demikian pula dengan Resi Wiralada, ia tampak terperanjat melihat ramuan tersebut dimiliki oleh Gentar. Lantas, ia pun berkata kepada Gentar, "Kau ini pendekar muda yang luar biasa hebat! Itu adalah ramuan Dewa yang sangat jarang dimiliki oleh para pendekar, dari mana kau dapatkan ramuan itu?"     

Gentar meluruskan dua bola matanya ke arah Resi Wiralada. "Aku mendapatkan serbuk obat tersebut dari Ki Bimaresta," jawab Gentar lirih.     

"Maksudmu Ki Bimaresta Pendekar Alas Marga?" tanya Resi Wiralada mengangkat kedua alisnya tinggi.     

"Iya, benar, Ki." Gentar menjawab sambil tersenyum lebar.     

Keduanya orang tua itu saling berpandangan. Kemudian, Kyai Jalaluddin berpaling ke arah Gentar sambil tersenyum. Lalu berkata, "Aku ini juga ahli pengobatan, baru saja aku mengobati dirimu. Lantas sekarang kau yang hendak mengobatiku." Setelah berkata demikian, Kyai Jalaluddin mengembalikan serbuk obat tersebut kepada Gentar.     

Hal tersebut membuat Gentar sedikit tersinggung. Namun, ia seakan-akan tidak menghiraukan perkataan dari Kyai Jalaluddin.Lantas, ia berpaling ke arah Resi Wiralada.     

"Maaf, Ki. Beberapa waktu lalu ketika berada di penginapanku. Kau itu tampak sangat gelisan, apa ada sesuatu yang mencurigakan?" tanya Gentar berusaha mengalihkan pembicaraan.     

Resi Wiralada menjawab sambil menghela napas, "Anak muda, kau ini seperti orang yang baru saja di dunia persilatan. Kau tahu sendiri, di dunia persilatan ini oarangnya kejam-kejam. Apalagi kau ini pernah mengalahkan mereka dengan pedang pusaka milikmu itu, sudah pasti jika mereka mengetahui keberadaanmu di sini. Mereka pasti akan memburumu!"     

Mendengar ucapan dari sang resi. Bahwa masih banyak pendekar yang memburunya, seketika Gentar menjadi gusar. Lantas, ia pun tertawa kecil, Gentar seperti tidak merasa jera ataupun merasa takut terhadap bahaya yang tengah mengintainya, meskipun dirinya terus-menerus menjadi buruan para pendekar di pulau Kaliwana itu.     

"Aku ini sudah tidak bisa menghindar lagi dari mereka, Ki. Jalan satu-satunya adalah melawan mereka tanpa harus merasa takut," desis Gentar.     

"Ya, aku paham itu. Aku pikir lebih baik kau menghindari bahaya ketimbang harus menyongsongnya!" sahut Resi Wiralada penuh nasihat.     

Sejatinya, orang tua tersebut sangatlah khawatir dan mencemaskan keadaan demikian. Ia takut Gentar mengalami marabahaya. Dengan sikap yang bersungguh-sungguh, Resi Wiralada kembali berkata, "Ponti adalah sebuah kota yang paling berbahaya untuk dirimu. Akhir-akhir ini sudah banyak berdatangan para pendekar yang memiliki kemampuan ilmu bela diri yang sangat kuat dari berbagai perguruan silat di seluruh pulau ini, hingga kota Ponti sudah beraura negatif dipenuhi hawa buruk dari pengaruh para pendekar yang berdatangan itu."     

Gentar menyimak dengan baik perkataan dari Resi Wiralada, begitu pula dengan Kyai Jalaluddin dan putrinya, mereka tidak menyela pembicaraan sang resi.     

Gentar mulai paham akan apa yang terdapat dalam diri Resi Wiralada. Sejatinya, sang resi sangat menyayangi dirinya dan memberikan perhatian yang penuh terhadapnya.     

Kemudian, Resi Wiralada kembali berkata, "Para pendekar kuat dari Padepokan Iblis Merah sudah keluar semuanya. Selain itu, para pendekar dari berbagai padepokan silat di seluruh wilayah pulau Kaliwana, mereka sudah berkumpul di kota Ponti. Aku sangat khawatir, karena kau belum tahu yang sebenarnya. Sehingga aku pun langsung datang ke desa ini untuk memberi tahukan dirimu," ungkap Resi Wiralada menuturkan.     

Gentar yang semula merasa jiwa dan pikirannya sudah tenang. Tiba-tiba saja kembali menjadi gusar, sehingga tumbuh keinginan untuk memantau keadaan kota Ponti. Namun karena melihat sikap Resi Wiralada yang bersungguh-sungguh dan menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap dirinya. Maka, Gentar pun merasa tidak enak mengatakan keinginannya untuk pergi ke kota melihat keadaan di sana. Hal itu, tentu bertentangan dengan sikap Resi Wiralada yang secara tidak langsung melarang dirinya untuk pergi lagi ke kota Ponti.     

Kyai Jalaluddin yang kondisinya sudah mulai membaik. Lantas ikut angkat bicara terkait hal tersebut, "Sudah barang tentu para pendekar itu berniat jahat dan hendak melakukan balas dendam. Entah kepada siapa mereka menaruh dendam tersebut? Sebaiknya, jika kau bertemu dengan mereka, lebih baik menghindar saja. Tidak usah melayani sikap mereka, karena tidak ada manfaatnya!"     

Mendengar perkataan dari sang kyai, Gentar merasa tidak puas dan kurang menyetujuinya. Sehingga, ia pun berkata dalam hati, "Aku menjadi pendekar dan terjun ke dunia persilatan dengan satu tujuan untuk membasmi kejahatan dan keangkaramurkaan serta membantu penduduk dari kesulitan dan marabahaya. Lantas, apa gunanya Akau jika membicarakan hal ini terus berlanjut?"     

Meskipun demikian, Gentar pun teringat akan tujuan utamanya. Ia datang ke desa Marga timur, karena dirinya berniat hendak mencari tahu keberadaan ayahnya. Maka ia pun langsung mengalihkan pembicaraan kepada persoalan tersebut.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.