Gentar Almaliki

Latifah Terkena Racun



Latifah Terkena Racun

0Setelah selesai berkata, Gentar langsung mengeluarkan jurus andalannya hendak menyerang Arya Jamena.     

"Hai, tunggu dulu, Anak muda!" seru Arya Jamena berusaha untuk mencegah Gentar dalam melakukan serangan tersebut.     

Akan tetapi, Gentar tidak mengurungkan niatnya. Dengan jiwa dipenuhi rasa dendam yang begitu tinggi, jurus tenaga dalam langsung ia kerahkan dalam melakukan serangan terhadap orang tua tersebut.     

Arya Jamena langsung meloncat tinggi untuk menghindari serangan tersebut. Lantas, orang tua itu pun berkata, "Aku tidak paham dengan apa yang kau ucapkan tadi. Maksudmu apa, Anak muda?" Ia menatap sambil mengerutkan kening.     

"Kau telah membinasakan Kyai Jalaluddin pada malam itu. Dan kau sengaja datang bersama anak buahmu ke rumah Kyai Jalaluddin hanya untuk membunuhnya!" bentak Gentar tampak semakin emosi.     

"Kau ini berkata apa? Aku dan Kyai Jalaluddin tidak memiliki persoalan apa-apa. Dia seorang ulama yang sangat aku hormati, lantas kenapa aku tega membinasakannya?" sanggah Arya Jamena mengerutkan kening. Sejatinya, ia memang tidak melakukan perbuatan itu. Entah siapa pelakunya? Dirinya pun merasa tidak mengerti akan segala apa yang dituduhkan oleh Gentar.     

"Kau tidak perlu berkelit lagi! Bukti-bukti bahwa kau pelakunya sudah kuat. Akui saja bahwa kau ini pelakunya!" tandas Gentar mendesak agar orang tua itu mengakui perbuatan yang dituduhkan olehnya.     

"Jika aku tidak merasa. Lantas, aku harus mengakuinya? Sungguh kau ini keras kepala, menuduhku tanpa bukti yang kuat!" bentak pria berusia senja itu.     

Gentar pun langsung meraih anak panah kecil yang merupakan tanda bukti bahwa barang tersebut memang milik Arya Jamena. Anak panah itu sempat menyerang Kyai Jalaluddin, sebelum ia tewas.     

Dengan demikian, Arya Jamena langsung meraih anak panah berukuran kecil itu. Dengan serta-merta ia mengamati barang tersebut dengan sangat teliti.     

"Ya, ini adalah milikku. Tapi kenapa ada di rumah sang kyai? Aku sudah mengutus seseorang untuk menyampaikan pesan dengan menggunakan benda ini. Lantas, apakah kau sendiri yang sudah membunuh orang kepercayaanku?" Arya Jamena balas melontarkan tuduhan terhadap Gentar.     

Gentar menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha untuk menenangkan diri. Kemudian, ia berkata lagi, "Ketika peristiwa itu terjadi, aku dan Resi Wiralada tengah berada di kediaman Kyai Jalaluddin. Ketika kami sedang berbincang, tiba-tiba saja ada orang yang melemparkan anak panah ini tepat mengenai Kyai Jalaluddin. Lantas aku dan Latifah langsung mengejar orang tersebut hingga tiba ke kota Ponti. Ketika aku kembali lagi ke rumah Kyai Jalaluddin, ternyata dia sudah tewas. Kalau bukan perbuatan kau dan anak buahmu. Lantas, ini semua perbuatan siapa?" Gentar tampak amarah dengan menudingkan jari telunjuknya ke arah orang tua itu.     

Demikianlah, amarah dalam jiwa dan pikiran Gentar sudah tidak tertahan lagi. Tanpa banyak bicara lagi, ia langsung menyerang Arya Jamena dengan dengan serangan yang sangat berbahaya.     

Pergerakan Gentar sungguh berbahaya dan tentu akan mencelakai lawannya. Jika bukan Arya Jamena, mungkin tidak akan bisa selamat dari serangan tersebut, atau bahkan sudah tewas oleh keganasan jurus yang dikeluarkan oleh Gentar.     

Melihat pergerakan yang diperagakan oleh Gentar, Arya Jamena tampak kaget. Ia tidak menyangka bahwa anak muda itu sangat pandai dalam melakukan pergerakan ilmu kanuragannya. Arya Jamena pun tampak gusar karena sudah menjadi tertuduh dari peristiwa kematian Kyai Jalaluddin.     

Akan tetapi, ia tetap bersikap bijaksana dan tidak mau melayani keagresifan Gentar yang ia anggap masih memiliki darah muda yang belum pandai meredakan emosi dalam dirinya. Ia tidak balas menyerang, hanya melakukan pergerakan demi menghindari serangan yang sangat berbahaya dari Gentar.     

"Tahan dulu, Anak muda! Kau harus bisa mengendalikan amarahmu!" seru Arya Jamena sambil surut ke belakang guna menghindari serangan dari Gentar.     

Akan tetapi, Gentar tidak mengindahkan seruan orang tua itu. Ia terlampau emosi dengan sikap Arya Jamena. "Bagaimana mungkin aku bisa tenang, sedangkan aku malam ini tengah berhadapan dengan pelaku pembunuhan Kyai Jalaluddin!" bentak Gentar sambil terus mengawasi gerak-gerik Arya Jamena. Sesungguhnya, ia tengah mencari celah untuk kembali melancarkan serangan terhadap orang tua tersebut.     

Baru saja orang tua itu hendak berkata, tiba-tiba saja tubuhnya seperti terkena racun yang sangat berbisa. Seketika dirinya menjadi lemah tidak berdaya.     

"Kau memang kejam, Anak muda. telah menggunakan cara licik untuk mencelakaiku!" desis Arya Jamena merasa telah dibokong oleh Gentar.     

Kemudian, Arya Jamena langsung melompat ke dalam semak belukar yang ada di hutan itu. Hanya dalam sekejap saja, ia sudah menghilang ditelan kegelapan.     

Gentar tampak bingung dan terheran-heran dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Sejatinya, ia tidak melakukan apa-apa terhadap Arya Jamena. Tapi kenapa, orang tua itu tiba-tiba seperti terkena serangan yang sangat berbahaya. Bahkan menuduh dirinya sebagai pelaku dari serangan tersebut.     

"Siapa yang sudah melukai orang tua itu? Aku dari tadi hanya diam. Tapi kenapa dia menuduhku yang telah melukainya?" desis Gentar tampak bingung.     

Beberapa saat kemudian, Resi Wiralada dan Latifah sudah tiba di hutan tersebut. Ketika melihat Gentar tengah berdiam diri sambil termenung, Resi Wiralada langsung melangkah menghampirinya.     

"Apa yang terjadi dengan dirimu, Gentar?" tanya Resi Wiralada sedikit mengagetkan Gentar.     

Dengan demikian, Gentar pun langsung menceritakan peristiwa yang ia alami hingga bertemu dengan Arya Jamena.     

Mendengar penuturan tersebut, Resi Wiralada menarik napas dalam-dalam, kemudian berkata, "Semenjak terjadinya peristiwa itu, aku menjadi curiga ada perbuatan Arya Jamena. Maka, aku pun berusaha untuk membuktikan dugaanku. Lantas aku langsung memerintahkan kepada kawan-kawanku untuk menyelidiki jejak pelaku tersebut. Kemudian, aku mendapatkan informasi bahwa Arya Jamena telah datang ke pulau ini."     

Resi Wiralada terdiam sejenak, kemudian ia berkata lagi, "Tapi kawan-kawannya belum ada yang bergerak ke utara. Kalau Arya Jamena yang melakukan pembunuhan itu, aku rasa tidak mungkin juga, aku tahu kemampuan Kyai Jalaluddin. Tidak mungkin bisa dengan mudah dikalahkan oleh Arya Jamena!"     

Ketika Resi Wiralada hendak berkata lagi. Tiba-tiba saja, Latifah berteriak, "Paman, tolong aku!"     

"Ada apa, Latifah?" Resi Wiralada menyahut sambil melangkah menghampiri gadis cantik itu. Ia dan Gentar tampak kaget, khawatir terjadi sesuatu pada dirinya gadis tersebut.     

"Apa yang terjadi denganmu, Latifah?" tanya Gentar menatap wajah gadis itu.     

"Anak panah itu ternyata masih beracun. Tadi aku memungutnya dari tanah, tanpa terduga tanganku sedikit tergores oleh ujungnya," jawab Latifah, tubuhnya mendadak menggigil hebat.     

Melihat kondisi Latifah sudah tampak lemah. Gentar bergegas menuntun gadis itu, sambil berkata lirih, "Aku tadi malam pun sudah terluka oleh ujung anak panah itu. Tapi kenapa tidak bereaksi apa-apa?" Gentar tampak terheran-heran sambil mengerutkan keningnya.     

Dengan demikian, maka Resi Wiralada pun berpikir sejenak. Setelah itu, ia kembali angkat bicara, "Berarti benar sekali. Kyai Jalaluddin meninggal disebabkan karena memegang benda itu. Karena Kyai Jalaluddin sudah lalai tidak mengetahui bahwa benda itu mengandung racun yang sangat berbahaya," imbuh Resi Wiralada.     

"Di saat kau dan Latifah mengejar pelaku yang melemparkan benda tersebut. Aku pun pergi meninggalkan Kyai Jalaluddin sendiri, racun tersebut menjalar ke seluruh tubuh Kyai Jalaluddin, sehingga ia pun tidak dapat melakukan perlawanan terhadap orang yang masuk ke dalam rumahnya, karena tubuhnya sudah dikuasai oleh racun tersebut!" sambung orang tua itu menuturkan.     

"Lantas, kenapa racun itu tidak bereaksi saat ke dalam tubuhku?" tanya Gentar tampak penasaran.     

"Di tubuhmu ada amalan yang dapat menangkis pengaruh racun tersebut. Percayalah, ilmu dalam ragamu sudah menyatu dan itu sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuhmu!" terang Resi Wiralada menjelaskan.     

Karena mendengar apa yang dikatakan oleh Resi Wiralada. Maka, saat itu Gentar teringat dengan Arya Jamena.     

"Berarti, Arya Jamena sudah terkena racun dari anak panah itu. Pantas saja ia tadi menyalahkan aku," ujar Gentar baru mengerti dengan apa yang dialami oleh Arya Jamena beberapa saat lalu.     

Saat itu, orang tua tersebut menegang benda itu ketika dilemparkan oleh Gentar sebagai pembuktian bahwa barang itu milik Arya Jamena.     

"Jangan pikirkan yang lain! Kita segera obati saja Latifah!"     

Saat itu, Gentar tampak kesulitan dan merasa serba salah dalam memilih langkah ke depan. Ia harus membereskan semua persoalan kitab kuno milik golongan pendekar dari Padepokan Iblis Merah yang kini sudah jatuh ke tangan para pendekar jahat. Seiring demikian, ia juga harus menolong Latifah yang tengah berjuang melawan racun yang sudah mulai menjalar ke dalam tubuhnya.     

Resi Wiralada pun paham dengan kondisi Gentar saat itu. Sejatinya, pemuda tersebut tengah dilanda kegundahan hati.     

"Apakah kau masih ada urusan yang lain?" tanya Resi Wiralada menatap wajah Gentar yang tampak dirundung kebingungan.     

"Kirab kuno milik para pendekar dari Padepokan Iblis Merah telah dicuri orang jahat. Aku harus segera datang ke padepokan itu dan membantu mereka untuk kembali mendapatkan kitab kuno tersebut," jawab Gentar dengan lirihnya.     

"Kau jangan khawatirkan itu! Mereka pasti bisa mengatasinya. Apalagi Damerda sudah turun tangan dalam melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut. Sekarang kita kembali ke rumah Latifah untuk mengeluarkan racun dalam tubuhnya!" tandas Resi Wiralada.     

Dengan demikian, Gentar pun langsung membopong Latifah yang sudah dalam kondisi lemah. Gentar dan Resi Wiralada langsung melesat terbang menuju ke desa Marga timur.     

Setibanya di kediaman gadis itu, Gentar langsung merebahkan tubuh Latifah di atas pembaringan, dan segera mengobatinya dengan mengerahkan ilmu tenaga dalam yang ia miliki untuk mengeluarkan racun yang bersarang di tubuh Latifah.     

Kondisi Latifah saat itu sudah sangat lemah dan mengkhawatirkan sekali. Ia pun sudah tampak kesulitan dalam bernapas.     

"Ya, Allah! Sembuhkanlah kawanku ini," desis Gentar sambil terus mengerahkan seluruh kemampuan dirinya yang ia pelajari dari gurunya.     

Latifah tidak dapat menahan racun yang terus menjalar dalam aliran darahnya. Sejatinya, ia tidak tahu bagaimana harus menutup jalan darahnya, agar racun tersebut tidak terus menjalar ke dalam tubuhnya.     

Gentar kembali memusatkan pikiran, agar dapat konsentrasi dalam melakukan pengobatan terhadap Latifah.     

"Maaf, Ki. Aki pegang dua ibu jari kakinya ditekan sedikit! Aku akan coba mengeluarkan racun dalam tubuh Latifah!" pinta Gentar kepada Resi Wiralada.     

"Baiklah." Resi Wiralada pun langsung menekan kedua ibu jari kaki gadis tersebut.     

Dengan demikian, Gentar pun langsung kembali mengarahkan kekuatan tenaga dalamnya untuk segera mengeluarkan pengaruh buruk dari racun tersebut.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.