Gentar Almaliki

Gentar Berpisah dengan Latifah



Gentar Berpisah dengan Latifah

0Resi Wiralada tersenyum. Lalu menarik napas dalam-dalam, seraya berkata, "Mengapa aku lupa akan kekuatan yang kau miliki. Ilmu tenaga dalam yang ada pada tubuhmu memiliki kekuatan yang sangat besar, sudah barang tentu dapat mengeluarkan racun dalam tubuh gadis ini." Resi Wiralada tersenyum lebar menatap wajah Gentar yang sudah berhasil mengobati Latifah, dan sudah mengeluarkan racun dari tubuh gadis cantik yang sudah ia anggap sebagai keponakannya itu.     

Setelah itu, Resi Wiralada pun bangkit, dan langsung pamit kepada Gentar. Karena masih banyak persoalan yang harus ia selesaikan.     

"Kau jaga keponakanku ini! Tidak ada lagi yang dapat jadi perlindungan baginya, selain dirimu!" kata orang tua tersebut.     

Gentar tersenyum sambil mengangguk. "Baiklah, berhati-hatilah dalam perjalananmu, Ki!" sahut Gentar yang baru saja menggunakan ilmu tenaga dalamnya untuk mengeluarkan racun dalam tubuhnya gadis cantik putri mendiang Kyai Jalaluddin.     

Setelah itu, Resi Wiralada langsung mengibaskan jubahnya, dan menghentakkan kakinya terbang melesat keluar dari rumah tersebut. Hanya dalam sekejap saja, tubuhnya sudah tidak terlihat lagi ditelan kegelapan malam.     

Latifah semula dalam keadaan tak sadarkan diri. Namun, setelah racun dalam tubuhnya berhasil dikeluarkan oleh Gentar. Kini, ia sudah kembali membuka matanya, Latifa tak lagi merasakan hawa panas di sekujur tubuhnya. Kepalanya pun tak lagi terasa berat, jalan darahnya mulai lancar kembali seperti semula.     

"Jangan kau paksakan untuk bangkit! Atur napas terlebih dahulu!" perintah Gentar penuh kelembutan.     

Latifah hanya menganggukkan kepala, lalu menuruti perintah pemuda tampan itu. Ia menghela napas dalam-dalam secara perlahan, lalu dikeluarkan pula secara pelan-pelan.     

Dalam hal itu, Latifah sangat berterima kasih kepada Gentar. Ia tampak semringah, karena sudah diobati oleh sang pria tampan, awalnya Latifah merasa ragu terhadap Gentar. Namun, setelah tahu bahwa Gentar adalah pemuda baik, perlahan hatinya mulai luluh dan sepenuh hati mempercayai Gentar.     

Gentar terus memandangi wajah Latifah yang tampak sedikit pucat itu. Lalu, ia menyerahkan segelas air putih kepada gadis itu.     

"Minumlah dulu!" pinta Gentar dengan suara lirihnya.     

"Terima kasih," sahut Latifah langsung meraih gelas keramik yang berisikan air putih dari tangan Gentar.     

Setelah meminumnya, ia kembali meletakkan gelas tersebut. Dua bola matanya balas memandangi wajah Gentar tanpa berkedip sedikitpun.     

"Latifah, apakah kondisimu sudah pulih?" tanya Gentar memandang wajah gadis cantik itu.     

"Aku sudah mulai merasa lega dalam pernapasan ini, dan hawa panas di sekujur tubuhku sudah hilang," jawab Latifah tersenyum lebar.     

"Syukurlah kalau memang seperti itu." Gentar pun tampak bahagia melihat Latifah sudah kembali tersenyum dan bisa bernapas dengan lancar lagi.     

"Kau tetap di sini! Aku akan merebus ubi dan membuatkan minuman tempah untukmu," kata Gentar bangkit dan langsung melangkah menuju ke arah dapur.     

Latifah hanya tersenyum memandangi langkah pemuda itu. Dalam benaknya berkata-kata, "Jika dia dari dulu hadir dalam kehidupanku. Mungkin aku tidak akan merasa hampa, terima kasih ya, Allah! Kau telah mengenalkan aku dengan Gentar Almaliki."     

Beberapa saat kemudian, Gentar sudah kembali menghampiri Latifah dengan membawa satu gelas minuman rempah dan ubi rebus yang baru saja ia masak.     

"Kau dapatkan ubi dari kebun belakang rumah?" tanya Latifah sambil tersenyum-senyum.     

"Iya, tadi aku ke kebun belakang dan mengambil beberapa ubi di kebun itu," jawab Gentar sambil meletakkan gelas yang berisikan air rempah-rempah yang sudah ia campurkan gula gantung di dalamnya, dan juga satu cawan berukuran sedang yang berisikan ubi rebus.     

"Minumlah ramuan ini, agar tubuhmu kembali segar!" pinta Gentar lirih.     

Latifah hanya tersenyum dan langsung meraih gelas tersebut. Lalu meminumnya perlahan     

Setelah itu, Latifah merasakan tubuhnya sudah kembali segar dan bisa bergerak lagi dengan sempurna, menandakan bahwa racun tersebut sudah tidak ada dari dalam tubuhnya.     

Gentar tampak keletihan ketika selesai mengobati Latifah. Keringat pun dengan begitu derasnya bercucuran dari wajahnya.     

"Maafkan aku, yah. Aku sudah merepotkanmu," kata Latifah tampak merasa berhutang budi terhadap kebaikan Gentar.     

Gentar tersenyum sambil mengangguk. "Ini adalah kewajibanku untuk menyembuhkanmu, Latifah." Gentar menyahut di antara deru napasnya yang memburu.     

Tanpa diminta, Latifah langsung meraih sehelai kain bersih. Dengan serta-merta, ia langsung menyeka peluh yang bercucuran di wajah pemuda tampan itu.     

"Kau ini terlalu banyak mengeluarkan ilmu tenaga dalam," ujar Latifah lirih.     

Dua bola matanya yang indah begitu lekat memandang wajah Gentar. Seakan-akan, dirinya seperti sudah mengenal Gentar dalam waktu lama, padahal dalam kenyataannya, ia dan Gentar baru saja saling mengenal. Namun, dalam jiwa dan pikiran Latifah sudah tercipta sebuah rasa yang sukar untuk ditolak.     

"Terima kasih, Kakang sudah menyembuhkanmu, dan sudah banyak memberikan perhatian untuk aku," ucap Latifah mengejutkan perasaan Gentar.     

Tidak biasanya, gadis cantik itu memanggil dirinya dengan panggilan Kakang. Hal tersebut, menjadikan Gentar bertanya-tanya, "Kenapa dia memanggilku kakang?"     

"Kamu kenapa? Tidak suka aku panggil kakang?" tanya Latifah seakan-akan mengetahui apa yang ada dalam pikiran Gentar kala itu.     

"Tidak apa-apa, Latifah! Aku hanya berpikir bahwa aku ini sangat berhutang budi terhadap ayahmu yang sudah menyempurnakan kekuatan dalam tubuhku," jawab Gentar dengan dua bola mata memerah. Lalu, meneteskan bukit bening yang sungguh tidak ia duga.     

Seketika, pikirannya teringat kepada Kyai Jalaluddin. Ia tampak bersedih dan merasa bahwa dirinya belum bisa membayar kebaikan ulama tersebut.     

"Sudahlah, ini sudah takdir dari Allah. Ayah sudah tenang di alam Sana!" desis Latifah berusaha menenangkan Gentar dan juga dirinya yang saat itu merasa sangat terpukul dengan peristiwa kematian ayahnya yang sangat mendadak.     

Latifah berusaha menahan kesedihannya saat itu, ia bangkit dan mencoba untuk mendekati Gentar. Akan tetapi, ia sudah tidak dapat menahan lagi perasaan sedihnya itu, sehingga dalam kondisi tidak sadar, Latifah memeluk Gentar dan menangis tersedu-sedu.     

"Maaf, Latifah. Tidak seharusnya seperti ini, kau harus tegar!" desis Gentar berusaha menenangkan gadis berhijab hitam itu.     

"Ayahku sangat menghormati Kakang. Aku yakin, Kakang ini adalah seorang pendekar baik dan berasal dari keluarga baik pula," ucap Latifah tak henti-hentinya menangis sambil bersandar di bahu Gentar.     

Segala sikap yang sudah ditunjukkan oleh Gentar, ternyata dapat meluluhkan jiwa dan perasaan Latifah. Sejatinya, dalam diri gadis cantik itu mulai tumbuh perasaan yang beda dari apa yang ada pada dirinya sebelumnya. Diam-diam, ia mulai suka dan sangat mencintai Gentar. Keluarganya sudah hancur, ayah tercintanya sudah binasa di tangan pendekar jahat.     

Oleh sebab itu, Latifah menganggap bahwa Gentar adalah satu-satunya keluarga yang tersisa, meskipun baru ia kenal. Akan tetapi, kebaikan Gentar melebihi dari kebaikan saudaranya sendiri.     

"Terserah pikiran Kakang! Yang jelas, aku ini sudah menganggap Kakang sebagai saudaraku sendiri!" tegas Latifah mulai bangkit dan memandangi wajah Gentar.     

Gentar pun merasa terharu mendengar ucapan gadis cantik itu. Sejatinya, kematian Kyai Jalaluddin bukan tanpa sebab, karena kunjungannya ke rumah itu, sang kyai menjadi korban dari orang jahat yang tidak bertanggung jawab.     

Dengan demikian, hatinya pun tergerak untuk bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi pada keluarga Latifah. Gentar pun menyatakan diri hendak bertanggung jawab untuk melindungi gadis tersebut.     

"Aku tidak akan membiarkanmu hidup sendiri, Latifah. Aku akan melindungimu!" tegas Gentar berkata penuh kesungguhan.     

"Iya, Kakang. Terima kasih banyak atas budi baikmu," sahut Latifah dengan suara yang terdengar sendu.     

"Sudahlah, kau jangan terus-terusan menangis! Kita susun rencana untuk membalas semua ini. Percayalah, aku akan membantumu!" ujar Gentar lirih.     

Setelah menangis dengan sepuas-puasnya. Maka, Latifah pun mulai berusaha meredam kesedihannya. Ia mulai tersenyum dan merasa bahagia karena ada seorang pria yang masih peduli akan dirinya, dan sangat perhatian terhadap nasib yang ia alami.     

Perlahan, ia menyeka air mata yang melekat di wajahnya. Hatinya pun tergerak ketika melihat perhatian yang sangat besar yang ditunjukkan oleh Gentar. Sehingga, ia pun mencurahkan segala apa yang ia rasakan pada saat itu kepada Gentar tanpa ragu lagi.     

Pandangan mata gadis cantik itu menerawang jauh menembus gelapnya malam. Kemudian, ia berkata lirih, "Jika tak ada Kakang, entah bagaimana aku melanjutkan hidup ini?" Apa yang diucapkan oleh Latifah, sungguh menggetarkan jiwa dan perasaan Gentar kala itu.     

"Kau harus tegar dan kuat! Aku akan melindungimu, kesedihan yang ada dalam pikiranmu saat ini, sebaiknya kau singkirkan dulu!" kata Gentar lirih. Apa yang ia katakan mengandung banyak nasihat yang sangat berarti bagi diri gadis cantik itu. "Nasibku sama dengan nasibmu. Kita sama-sama tumbuh dewasa dalam keadaan yatim piatu. Jadi, percayalah. Bahwa ini semua adalah takdir dari Allah!" sambung Gentar berkata dengan sepenuh hati.     

Kedua pasangan pendekar muda itu setelah saling mencurahkan isi hati mereka, dan mengungkap semua kedukaannya. Latifah kemudian bangkit dan berkata sambil menatap wajah Gentar, "Hari sudah mulai pagi, sebaiknya kita Salat Subuh dulu!" ajak Latifah lirih.     

Dengan demikian, Gentar pun bangkit dan langsung melangkah ke belakang rumah untuk mengambil air wudhu. Sementara itu, Latifah sudah lebih dulu melaksanakan salat.     

Setelah mensucikan diri dengan air wudhu Gentar pun langsung masuk kembali ke dalam rumah, dan ia segera melaksanakan Salat Subuh di pertengahan rumah tersebut.     

Ia tidak sadar bahwa Latifah usai melaksanakan salat langsung pergi meninggalkan dirinya. Akan tetapi, gadis itu menuliskan sebuah pesan di atas secarik kertas putih untuk Gentar dan disimpan di atas meja yang ada di pertengahan rumah tersebut.     

Usai melaksanakan kewajibannya, Gentar baru sadar bahwa gadis itu sudah tidak ada lagi di rumah tersebut. Kemudian, ia menemukan secarik kertas yang bertuliskan pesan dari Latifah. Gentar pun langsung meraih kertas itu dan segera membacanya.     

'Maafkan aku Kakang, aku harus pergi meninggalkan dirimu. Bukan karena aku tidak mau dilindungi, namun aku akan mencari beberapa kawan baik ayahku uatuk membicarakan persoalan balas dendam ku terhadap pelaku pembunuhan ayahku! Maafkan aku, Latifah Jalaluddin.' Demikianlah isi pesan yang dituliskan oleh Latifah untuk Gentar.     

Setelah membaca pesan tersebut, Gentar hanya menarik napas dalam-dalam. Sejatinya, ia sangat khawatir dengan keselamatan gadis itu. Namun mau bagaimana lagi, hal tersebut sudah menjadi keputusan Latifah.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.